Islam Moderat Arab Saudi, Kepentingan Politis atau Kesadaran Ideologis ?
Dalam rutinan diskusi Kajian Senin Pahing minggu kemarin,
saya termasuk orang yang masih berkeyakinan bahwa rencana Muhammad bin Salman
(Putra Mahkota Kerajaan Arab Saudi) untuk menerapkan, dan mengembalikan citra
Islam Moderat di Arab Saudi adalah lebih kepada kepentingan politis,
dibandingan merupakan kesadaran ideologis. Mengapa demikian ? coba kita menengok
sejarah.
Muhammad bin Abdul Wahab yang dilahirkan di Najed sekitar
tahun 1700 M/ 1111 H adalah peletak dasar ideologi Wahabi. Ideologi ini pada
mulanya disebarkan oleh Ibnu Abdul Wahab di wilayah kelahirannya. Akan tetapi
pada perjalanannya kemudian ideologi ini mulai dia sebarkan ke seantereo
Jazirah Arab.
Untuk memuluskan penyebaran aliran yang dia bentuk, maka
kemudian Ibnu Abdul Wahab tersebut berafiliasi dengan Muhammad Ibnu Saud
(Pendiri Dinasti Kerajaan Arab Saudi)
untuk mendirikan ke-Emir-an di Semenanjung Arab. Mereka berdua kemudian
mengadakan Perjanjian bahwa Ibnu Saud akan menjadi Emir (Pemimpinnya), dan Ibnu
Abdul Wahab menjadi Qadhi (Pemimpin Agama & Peradilan Kerajaan). Bahkan,
untuk lebih merekatkan hubungan diantara keduanya Ibnu Saud menikahi salah satu
putri pendiri Wahabi tersebut.
Selain itu, kesuksesan penyebaran Wahabi juga tidak lepas
dengan dukungan dari inggris. Ibnu Abdul Wahab sendiri berteman dekat dengan
seorang Orientalis Inggris bernama Mr. Hempher yang bekerja sebagai spionase
Inggris di Timur Tengah. Inggris pun seringkali memberikan bantuan berupa
senjata, uang dan keterampilan kepada Kerajaan Ibnu Saud dengan Wahabinya agar
dapat memperkuat kerajan.
Tentunya bantuan inggris tersebut bukan tanpa kepentingan.
Kepentingan utamanya adalah keinginan inggris untuk meruntuhkan Khilafah
Ustmaniyah terakhir di Turki. Inggris ingin menciptakan konflik antara umat
muslim sendiri untuk meruntuhkan khilafah di Turki tanpa perlu terjun langsung.
Nabok nyilih tangan, begitulah peribahasa Jawa mengatakan. Selain itu
juga, Inggris seringkali menggunakan strategi menciptakan Aliran atau Faham
baru dalam memecah belah sebuah wilayah. Hal ini seperti dibentuknya Aliran
Ahmadiyah dan Baha’i yang digunakan untuk memecah belah umat Islam di India dan
Pakistan.
Akibat dukungan Inggris,konsolidasi politik Ibnu Saud dan
Wahabi menjadi brutal dan kejam untuk mencapai tujuannya. Pada tahun 1801 M,
kaum Syiah di Karbala dibantai. Mereka membunuh penduduk yang ada di pasar dan
rumah-rumah. Jumlah korban jiwa hampir dua ribu orang. Banyak harta benda yang
dijadikan ghonimah (harta rampasan perang). Tatkala memasuki Thaif tahun
1932 M, mereka menjarah hampir seluruh isi kota. Banyak para Qadhli dan Ulama
yang diseret dari tempat tinggalnya, kemudian disiksa dan dibunuh.
Maka bisa dibayangkan, afiliasi Wahabi dengan Dinasti Ibnu Saud merupakan perpaduan
antara kekuasaan dan aliran yang sangat menakutkan. Dua peristiwa di atas sudah
menggambarkan betapa kejamnya perbuatan yang telah diperbuat. Hal itu belum
lagi dihitung dengan berbagai kekejaman yang terjadi di era modern, seperti kekerasan
dan pembantaian terhadap penduduk Yaman baru-baru ini.
Konsolidasi politik diantara keduanya menciptakan simbiosis
mutualisme. Wahabi dibutuhkan Dinasti Ibnu Saud untuk mendapatkan legitimasi
agama atas kebijakan-kebijakan meraih kekuasaan dan kontrol terhadap masyarakat.
Dinasti Ibnu Saud dibutuhkan Wahabi untuk menjaga agar ideologi itu tetap
berkembang, serta dapat menjadi citra Islam global suatu saat nanti. Dengan dukungan
dana yang tidak pernah berhenti, serta dukungan negara sekutu maka pemaksaan
ideologi ini masih mungkin akan terjadi di tahun-tahun mendatang.
Melihat kepada sejarah di atas, tidak menutup kemungkinan
bahwa sebenarnya ISLAM MODERAT ARAB SAUDI yang diproklamirkan oleh Muhammad Bin
Salman merupakan sebuah kepentingan politik seperti yang pernah dilakukan oleh
para pendahulunya. Bukti akan adanya kepentingan tersebut sudah sangat kentara.
Jika dahulu Datuknya ingin mendapatkan dukungan politik dari Inggris, maka pada
saat ini slogan tersebut digaungkan karena lebih kepada mengakomodir intervensi
kepentingan Amerika.
Bukti yang lain adalah penyebaran aliran Wahabi di seluruh
dunia saat ini masih sangat kuat. Madrasah dan tempat pendidikan milik Ulama’
Ahlussunnah wal Jamaah di Arab Saudi masih banyak yang disegel. Dan sampai saat
ini belum ada tanda-tanda pelarangan atau penekanan terhadap faham Wahabi di
Arab Saudi sendiri. Ulama-ulama Wahabi masih tetap berdakwah seperti biasa,
dengan materi-materi-materi yang masih sama dengan sebelumnya. Kalau begitu
Islam Moderat yang manakah yang mau diterapkan oleh Arab Saudi ???
Dinasti Ibnu Saud tidak akan pernah meninggalkan Wahabi. Hubungan
yang sudah terjalin lama tersebut tidak mungkin akan putus begitu saja. Bisa saja
Islam Moderat tersebut adalah Moderat ala Wahabi, bukan Washathiyyah
seperti yang dipahami oleh golongan mayoritas umat Islam saat ini. Maka bisa
dilihat betapa menakutkan jika nantinya kepentingan politis Wahabi dengan
dukungan Dinasti Ibnu Saud memoles wajah dirinya dengan nama Islam Moderat,
yang sebenarnya hanya berganti baju tetapi isinya tetap sama.
Jetis, 16 November 2017
Mantabb.. 👍
BalasHapus