BAB I
PENDAHULUAN
Kisah
al-Qur’an bukanlah karya seni yang terpisah dalam hal subjek, metode penyajian,
dan pengaturan kejadian-kejadiannya, sebagaimana yang ada pada kisah seni bebas
yang bertujuan menunaikan penyajian seninya tanpa ikatan tujuan. Kisah adalah
salah satu sarana al-Qur’an di antara sekian banyak sarananya yang mempunyai
berbagai tujuan keagamaan. Al-Qur’an adalah kitab dakwah agama sebelum segala sesuatunya. Kisah merupakan salah satu sarana al-Qur’an
untuk menyampaikan dakwah ini dan mengokohkannya. Kedudukan kisah dalam hal ini
sama dengan gambaran-gambaran yang disajikannya tentang hari kiamat, nikmat
surga dan adzab neraka. Sama dengan bukti-bukti yang diketengahkannya tentang
hari berbangkit, untuk menunjukkan kekuasaan Allah. Juga sama
dengan syariat-syariat yang dirincinya serta tamsil-tamsil yang dibuatnya, dan
topik-topik lainnya yang disebutkan dalam al-Qur’an.
Kisah
al-Qur’an dalam temanya, metode penyajiaannya dan pengaturan
kejadian-kejadiannya tunduk pada tujuan-tujuan agama. Pengaruh dari ketundukan
ini terlihat menonjol melalui ciri-ciri tertentu. Akan tetapi, ketundukan yang
bersifat total kepada tujuan agama ini, dan kesetiannya secara sempurna
terhadap tujuan ini, tidak menghalangi keberadaan karakteristik seni dalam
penyajiannya. Terutama keistimewaan al-Qur’an yang terbesar dalam menyampaikan
ungkapan yaitu tashwir atau gambaran Qur’an (Quthb, 2004:275-276).
Melalui
makalah ini kami mencoba memabahas tentang Qashasul Qur’an secara
ringkas namun komprehensif. Pembahasan lebih kami tekankan kepada etimologi dan
terminologi, pembagian qashashul qur’an dari segi waktu dan segi materi, teknik
pemaparan kisah dalam al-Qur’an, tujuan dan faedah kisah-kisah dalam al-Qur’an,
pengulangan kisah dan hikmahnya, serta beberapa segi lainnya.
Semoga makalah ini dapat mambantu kita dalam memahami al-Qur’an. Dan mendorong
kita untuk semakin meningkatkan komitmen dalam mewujudkan nilai-nilai al-Qur’an
dalam kehidupan pribadi, keluarga, sosial, dan negara. Amin.
BAB II
QASHASUL QUR’AN
A.
Pengertian kisah
Dari segi bahasa, kata kisah berasal
dari bahasa Arab al-Qashshu atau al-Qishshatu
yang berarti cerita. Ia searti dengan tatabbau’ al-atsar,
pengulangan kembali hal masa lalu (Izzan, 2005:210). Kata al-Qashash adalah bentuk masdar seperti yang tersebut dalam al-Qur’an surat
al-Kahfi ayat 64, yang berbunyi:
“Musa berkata: "Itulah (tempat) yang kita cari". lalu
keduanya kembali, mengikuti jejak mereka semula.”
Sedang Qashash juga bisa berarti
berita atau kisah (Izzan, 2005:210), seperti yang tercantum dalam surat Yusuf ayat 111, yang
berbunyi:
“Sesungguhnya
pada kisah-kisah mereka itu terdapat pengajaran bagi orang-orang yang mempunyai
akal. Al Quran itu bukanlah cerita yang dibuat-buat, akan tetapi membenarkan
(kitab-kitab) yang sebelumnya dan menjelaskan segala sesuatu, dan sebagai
petunjuk dan rahmat bagi kaum yang beriman.”
Qashash al-Qur’an
adalah pemberitaan al-Qur’an tentang hal ihwal umat yang telah lalu, nubuwat
(kenabian) yang terdahulu dan peristiwa-peristiwa yang telah terjadi. Qur’an
banyak mengandung keterangan tentang kejadian pada masa lalu, sejarah
bangsa-bangsa, keadaan negeri-negeri dan peninggalan jejak setiap umat. Ia
menceritakan semua keadaan mereka dengan cara yang menarik dan mempesona
(Al-Qattan, 2000:435-436).
B.
Macam-Macam Kisah Dalam Al-Qur’an
Di dalam al-Qur’an banyak dikisahkan beberapa
peristiwa yang pernah terjadi dalam sejarah. Dari al-Qur’an dapat diketahui
beberapa kisah yang pernah dialami orang-orang jauh sebelum kita. Selain itu,
al-Qur’an juga menceritakan beberapa peristiwa yang terjadi pada zaman
Rasulullah. Melihat dari itu, maka Kisah-kisah yang tercantum dalam al-Qur’an
dapat dibagi menajadi dua macam, yaitu menurut waktu dan menurut materi
(Syadali, 2003:27).
a. Dari segi waktu
Ditinjau dari segi waktu, kisah-kisah dalam
al-Qur’an ada tiga, yaitu:
Pertama, kisah hal ghaib yang terjadi pada masa
lampau, seperti kisah tentang dialog Malaikat dengan Tuhannya mengenai
penciptaan khalifah di muka bumi dalam surat al-Baqarah, kisah tentang
penciptaan alam semesta dalam surat al-Furqan, kisah tentang penciptaan Nabi
Adam dan kehidupannya di surga sebagaimana terdapat dalam surat al-A’raf dan
lain sebagainya.
Kedua, kisah hal ghaib yang terjadi pada masa kini,
seperti kisah turunnya malaikat-malaikat pada malam Lailatul Qadar dalam
surat al-Qadar, kisah tentang kehidupan mahluk-mahluk ghaib seperti setan, jin
atau iblis sebagaimana diuangkapkan dalam surat al-A’raf dan lain sebagainya.
Ketiga, kisah-kisah hal ghaib yang akan terjadi pada
masa yang akan datang, seperti kisah tentang akan datangnya hari kiamat yang
dijelaskan dalam surat al-Qariah, kisah tentang nasib Abu lahab kelak di
akhirat yang dijelaskan dalam surat al-Lahab, kisah tentang kehidupan
orang-orang di surga dan orang-orang yang hidup di neraka yang diungkapkan
dalam surat al-Ghasiyah dan lain sebagainya (Syadali, 2003:27-28).
b. Dari segi materi
Ditinjau dari segi materi, kisah-kisah dalam
al-Qur’an ada tiga, yaitu:
Pertama, Kisah
para nabi. Kisah ini mengandung dakwah mereka kepada kaumnya, mukjizat-mukjizat
yang memperkuat dakwahnya, sikap orang-orang yang memusuhinya, tahapan-tahapan
dakwah dan perkembanganya serta akibat-akibat yang yang diterima oleh mereka
yang mempercayai dan golongan yang mendustakan. Misalnya, kisah Nuh, Ibrahim,
Musa, Harun, Isa, Muhammad dan Nabi-Nabi seta Rasul lainnya.
Kedua, Kisah-kisah
yang berhubungan dengan peristiwa-peristiwa yang terjadi pada masa lalu dan
orang-orang yang tidak dipastikan kenabiannya. Misalnya kisah seorang yang
keluar dari kampung halaman, yang beribu-ribu jumlahnya karena takut mati,
kisah Talucdeabt dan Jalut, dua orang putra Adam, penghuni gua, Zulkarnain,
Karun, orang-orang yang menangkap ikan pada hari sabtu (ashabus sabthi)
dan lain sebagainnya.
Ketiga, Kisah-kisah
yang berhubungan dengan peristiwa-peristiwa yang terjadi pada masa Rasulullah
seperti perang Badar dan perang Uhud dalam surah Ali Imran, perang Hunain dan
Tabuk dalam surah al-Taubah, hijrah, isra’ dan lain sebagainya (Al-Qattan,
2000:436; Syadali, 2003:28-30).
C.
Teknik Pemaparan Kisah Dalam Al-Qur’an
Pemaran kisah dalam al-Quran memiliki cara
yang sangat spesifik. Dikatakan demikian karena pendekatan yang digunakan
menggunakan aspek seni dan keagamaan secara bersamaan, bahkan sangat dominan.
Beberapa bukti bahwa teknik pemaparan
al-Qur’an itu bersifat spesifik itu adalah:
Pertama, ada banyak kisah yang dipaparkan al-Quran yang
dimulai dari kesimpulan, lalu diikuti rinciannya, yakni dari fragmen pertama
hingga terakhir. Misalnya, kisah tentang
perjalanan dakwah Nabi Yusuf yang diawali oleh mimpi dan dipilihnya Yusuf
sebagai Nabi Allah dalam surat Yusuf ayat 6-7. Kisah tersebut berlanjut dengan
penuturan fragmen-fragmen setelahnya (Izzan, 2005:212).
Kedua, kisah al-Quran diawali dengan ringkasan. Dalam
hal ini, kisah dimulai dari ringkasan, lalu diikuti rinciannya dari awal hingga
akhir. Kisah yang menggunakan pola ini antara lain kisah Ashabul Kahfi dalam
surat al-Kahfi (Izzan, 2005:212).
Ketiga, al-Quran menggunakan pengungkapan adegan
klimaks sebagai pembuka sebuah kisah. Pola pemaparan kisah yang berawal dari
adegan klimaks ini dilanjutkan dengan perincian kisah dari awal hingga akhir.
Misalnya, kisah nabi Musa dengan Firaun dalam surat al-Qashas yang diawali oleh
adegan klimaks, yaitu keganasan Firaun (Izzan, 2005:213).
Keempat, kisah al-Quran tanpa didahului oleh pendahuluan sebagai mana
lazimnya sebuah buku cerita. Secara umum, kata-kata pendahuluan digunakan pada
kisah-kisah al-Quran apakah itu dengan menggunakan pola pertama, kedua, ketiga
atau bentuk pertanyaan seperti kisah tentara bergajah dalam surat al-Fill. Sungguhpun demikian, ada juga kisah-kisah dalam al-Quran yang tidak
didahului oleh pendahuluan. Kisah ini dimulai secara langsung dari inti materi kisah seperti kisah tentang Nabi Musa a.s. mencari ilmu yang
diceritakan dalam surat al-Kahfi ayat 60-82. Dalam kisah tersebut, pembahasan
langsung diarahkan pada inti materi kisah tanpa didahului oleh
pendahuluan. Sekalipun pemaparan kisah-kisah ini tanpa dimulai oleh
pendahuluan, namun di dalamnya dimuat dialog atau peristiwa yang mengandung
daya-tarik-minat bagi pembaca atau pendengar untuk mengetahui kisah tersebut
sampai tuntas (Izzan, 2005:214-215).
Kelima, kisah-kisah dalam al-Quran banyak yang disusun
secara garis besar (global) karena kelengkapannya diserahkan kepada imajinasi
manusia untuk terus menerus mencari jawabannya. Penelitian sejarawan terkemuka
W. Montgemory Watt dalam buku Bell’s Introduction To The Qur’an, membuktikan
bahwa al-Quran disusun dalam ragam bahasa lisan (oral), dan untuk memahaminya
hendaklah pembaca menggunakan (tambahan) daya-imajinasi yang dapat melengkapi
gerakan yang dilukiskan oleh lafal-lafalnya. Ayat-ayat yang mengandung unsur
gaya bahasa ini, jika dibaca dengan penyertaan dramatic action yang
tepat dan sesuai, niscaya akan dapat membantu pemahaman. Sebenarnya, gambaran
gramatika yang sangata\ berkualitas ini merupakan ciri khas gaya
bahasa al-Quran. Kisah Nabi Ibrahim dan Ismail tatkala membangun Ka’bah yang dituturkan
dalam surat al-Baqarah ayat 27 merupakan salah satu buktinya (Izzan, 2005:
215).
Keenam, kisah al-Quran selalu ditutup oleh ajakan
untuk merenungi nasehat dari kisah itu. Artinya, pemaparan kisah dalam al-Quran
selalu disisipi oleh nasehat keagamaan. Nasehat ini berupa pengesaan Allah dan
keharusan percaya adanya kebangkitan manusia dari kubur. Jadi, tema sentral
dari ayat-ayat yang memuat kisah dalam al-Quran adalah kisah para Nabi dan umat terdahulu. Namun, secara perlahan-lahan, para
pembaca atau pendengar diring ke ajaran-ajaran agama yang universal. Ini bisa
dijadikan alat bukti bahwa komitmen kisah-kisah dalam al-Quran terhadap tujuan
keagamaan sangatlah tinggi, yang tidak akan pernah ditemukan tandingannya
(Izzan, 2005:216).
D.
Faedah Dan Tujuan Kisah-Kisah
Dalam Al-Qur’an’
Cerita atau kisah dalam al-Quran bukanlah
rekayasa-gubahan yang hanya bernilai sastra, baik gaya bahasa maupun cara
penggambaran peristiwanya. Memang, dalam dunia satra, cerita merupakan hasil
telaah-renungan kesustraan murni. Karena itu, bentuk dan gaya tuturnya
semata-mata menggambarkan seni bahasa. Tentu saja, gaya ini berbeda jauh dengan
cerita dalam al-Qur’an yang merupakan salah satu media untuk mewujudkan
tujuannya yang asli. Bagaimanapun dan sulit dipungkiri bahwa al-Qur’an adalah
kitab da’wah dan kitab yang meyakinkan objeknya (Izzan, 2005:216).
Kisah-kisah dalam al-Qur’an secara umum
bertujuan untuk mencipta kebenaran dan semata-mata untuk tujuan keagamaan. Jika
dilihat dari keseluruhan kisah yang ada, tujuan serta faedah yang dimaksud
dapat diperinci sebagai berikut:
1.
Menerangkan bahwa semua agama dan dasarnya hanya satu, dan itu
semua berasal dari Tuhan Yang Maha Esa.
2.
Menerangkan bahwa cara yang ditempuh oleh nabi-nabi dalam berdakwah
itu hanyalah satu jalan dan sambutan kaum mereka terhadap dakwahnya itu juga
sama (Izzan, 2005:217).
3.
Menerangkan dasar yang sama antara agama yang diajarkan oleh Nabi
Muhammad Saw. dan agama yang digagas Nabi Ibrahim a.s., secara khusus. Juga,
agama-agama bangsa Israil, dan menerangkan bahwa hubungan tersebut lebih erat
daripada hubungan yang umum antara semua agama. Keterangan ini dikatakan secara
berulang dalam cerita Nabi Ibrahim, Musa, dan Isa a.s. (Izzan, 2005:217).
4.
Menjelaskan asas-asas dakwah menuju Allah dan menjelaskan
pokok-pokok syari’at yang dibawa para nabi.
5.
Meneguhkan hati Rasulullah dan hati umat Muhammad atas agama Allah,
memperkuat kepercayaan orang mukmin tentang menangnya kebenaran dan para
pendukungnya serta hancurnya kebathilan dan para pembelanya.
6.
Membenarkan para Nabi terdahulu, menghidupkan kenangan terhadap
mereka serta mengabdikan jejak dan peninggalannya.
7.
Menampakkan kebenaran Muhammad dalam dakwahnya dengan apa yang
diberitakannya tentang hal ihwal orang-orang terdahulu di
sepanjang kurun dan generasi.
8.
Menyibak kebohongan ahli kitab dengan hujjah yang memberikan
keterangan dan petunjuk yang mereka sembunyikan, dan menentang mereka dengan
isi kitab mereka sendiri sebelum kitab itu diubah dan diganti.
9.
Kisah termasuk dalam salah satu bentuk sastra yang dapat menarik
perhatian para pendengar dan memantapkan pesan-pesan yang terkandung di
dalamnya ke dalam jiwa (Al-Qattan, 2000:
437).
10.
Menampakkah ahlakul karimah dan budi pekerti yang mulia.
11. Menarik
perhatian para pendengar yang diberikan pelajaran bagi mereka (Syadali, 2003:31).
12. Menerangkan
bahwa Allah pada akhirnya menolong para Nabi-Nya dan membinasakan orang-orang
yang mendustakan.
13. Membenarkan
berita gembira dan peringatan, dan memaparkan contoh nyata dari pembenaran ini.
14. Menerangkan
nikmat Allah yang telah dilimpahkan-Nya kepada para Nabi dan orang-orang
pilihan-Nya.
15.
Mengingatkan anak adam akan penyesatan yang dilakukuan oleh setan,
menonjolkan permusuhan abadi antara setan dan manusia sejak bapak moyang mereka
Adam (Quthb, 2004:290-294).
E.
Pengulangan Kisah dan Hikmahnya
Al-Qur’an tidak menceritakan sebuah kejadian dan peristiwa tertentu secara berurutan
(kronologis), dan tidak pula memaparkannya secara panjang lebar. Al-Qur’an juga
mengandung berbagai kisah yang diungkapkan secara berulang-ulang dalam beberapa
tempat. Sebuah kisah terkadang berulang kali disebutkan dalam al-Qur’an dan
dikemukakan dalam berbagai bentuk gaya-tutur-wicara yang
berbeda-beda. Di satu tempat, ada
bagian-bagian yang didahulukan, sedang di tempat lain diakhirkan. Demikian pula
terkadang dikemukakan secara ringkas dan kadang juga secara panjang lebar. Gaya tutur-wicara yang berbeda inilah yang
sering menimbulkan perdebatan di kalangan orang yang meyakini dan orang-orang
yang meragukan al-Qur’an. Mereka yang selalu meragukan al-Qur’an acapkali
mempertanyakan mengapa kisah-kisah tersebut tidak tersusun secara kronologis dan sistematis sehingga lebih mudah dipahami. Bagi mereka,
pengulangan kisah-kisah dalam al-Qur’an seperti menunjukkan inefektivitas dan
inefesiensi (Izzan, 2005:210-211).
Menurut Manna’ Khalil al-Qattan (2000:438),
penyajian dan penuturan kisah-kisah dalam al-Qur’an yang bervariasi sedemikian
rupa memuat beberapa hikmah yang sangat berharga bagi manusia. Adapun hikmahnya
antara lain:
1. Menjelaskan ke-balaghah-an
al-Qur’an dalam tingkat paling tinggi. Sebab diantara keistimewaan balaghah adalah
mengungkapkan dalam sebuah makna dalam berbagai macam bentuk yang berbada
2. Menunjukkan
kehebatan mukjizat al-Qur’an. Sebab mengungkapkan sesuatu makna dalam berbagai
bentuk susunan kalimat di mana salah satu bentuk pun tidak dapat ditandingi
oleh sastrawan Arab, merupakan tantangan dahsyat dan bukti bahwa al-Qur’an itu
datang dari Allah.
3. Memberikan
perhatian besar terhadap kisah tersebut agar pesan-pesannya lebih mantap dan
melekat pada jiwa. Hal ini merupakan salah satu cara pengukuhan dan indikasi betapa
besarnya perhatian.
4. Perbedaan
tujuan yang karena kisahnya itu diungkapkan. Maka sebagian dari maknanya
diterangkan di satu tempat, karena hanya itulah yang diperlukan, sedang
makna-makna yang lain dikemukakan di tempat lain, sesuai dengan tuntutan keadaan
(Al-Qattan, 2000: 438).
F.
Pengaruh Kisah-kisah al-Qur’an Dalam Pendidikan Dan Pengajaran
Di dalam al-Qur’an kita dapati banyak kisah para Nabi-nabi,
Rasul-rasul dan Ummat-ummat dahulu kala. Maka yang dimaksudkan dengan kisah-kisah
itu, ialah pengajaran-pengajaran dan petunjuk-petunjuk yang berguna bagi para
penyuruh kebenaran dan bagi orang-orang yang diseru kepada kebenaran.
Lantaran inilah maka al-Qur’an tiada menguraikan kisahnya seperti
kitab sejarah, tetapi memberi petunjuk.
Petunjuk itu bukan dalam mengetahui hari kelahiran Rasul atau keturunan, serta
kajadian-kajadiannya. Tetapi petunjuk itu didapati dalam cara Rasul
mengembangkan kebenaran dan dalam penderitaan-penderitaan yang dialami oleh
para Rasul itu pula (Ash-Shiddiqy, 2002:146).
Tidak diragukan lagi bahwa kisah yang baik dan cermat akan digemari
dan menembus relung jiwa manusia dengan mudah. Segenap perasaan mengikuti alur
kisah tersebut tanpa merasa jemu atau kesal, serta unsur-unsurnya dapat
dijelejahi akal sehingga ia akan memetik dari keindahan tamannya aneka ragam
bunga dan buah-buahan.
Pelajaran yang disampaikan dengan metode talqin
dan ceramah akan menimbulkan kebosanan, bahkan tidak dapat diikuti
sepenuhnya oleh generasi muda kecuali dengan sulit dan berat serta memerlukan
waktu yang cukup lama pula. Oleh karena
itu, maka uslub qasasi (narasi) sangat bermanfaat dan mengandung banyak
faedah. Pada umumnya, anak-anak suka mendengarkan cerita-cerita, memperhatikan
riwayat kisah, dan ingatannya segera menampung apa yang diriwayatkan kepadanya,
kemudian ia menirukan dan mengisahkannya (Al-Qattan, 2000: 441).
Fenomena fitrah kejiwaan ini sudah seharusnya dimanfaatkan oleh para pendidik dan lapangan
pendidikan, khususnya pendidikan agama yang merupakan inti pengajaran dan soko
guru pendidikan
Dalam kisah-kisah Qur’ani terdapat lahan subur
yang dapat membantu kesuksesan para pendidik dalam melaksanakan tugasnya dan
membekali mereka dengan bekal kependidikan berupa peri hidup para Nabi,
berita-berita tentang umat dahulu, sunnatullah dalam kehidupan
masyarakat dan hal ihwal bangsa-bangsa. Dan semua itu dikatakan dengan benar
dan jujur. Para pendidik hendaknya mampu menyuguhkan kisah-kisah qur’ani itu
dengan uslub bahasa yang sesuai dengan tingkat nalar pelajar dalam segala
tingkatan (Al-Qattan, 2000: 441).
Maka di antara maksud-maksud yang paling nyata dari kisah-kisah
al-Qur’an ialah pengajaran yang tinggi yang menjadi cermin perbandingan bagi
segala ummat. Di dalamnya kita dapati akibat kesabaran, sebagaimana sebaliknya
kita dapati akibat keingkaran. Dan juga mengokohkan Muhammad, membuktikan
kebenarannya. Muhammad adalah seorang ummy dan yang hidup dalam masyarakat yang
ummy. Maka bagaimana ia dapat meriwayatkan sejarah-sejarah yang penting kalau
bukan yang demikian itu dari wahyu. Selain itu juga memberi petunjuk kepada
para penyeru, jalan-jalan yang harus mereka turuti dalam melaksanakan seruan
dan dalam menghadapi kaum-kaum yang ingkar (Ash-Shiddiqy, 2002:146).
BAB III
KESIMPULAN
ü
Dari
segi bahasa,
kata kisah berasal dari bahasa Arab al-Qashshu atau al-Qishshatu
yang berarti cerita.
ü Sedangkan secara istilah Qashash al-Qur’an adalah pemberitaan al-Qur’an
tentang hal ihwal umat yang telah lalu, nubuwat (kenabian) yang terdahulu dan
peristiwa-peristiwa yang telah terjadi.
ü
Kisah-kisah yang tercantum dalam al-Qur’an
dapat dibagi menajadi dua macam, yaitu menurut waktu dan menurut materi. Menurut waktu mencakup kisah hal ghaib yang terjadi pada masa lampau, pada masa kini dan yang akan terjadi pada masa yang akan datang. Sedangkan menurut materi mencakup kisah para nabi, kisah-kisah
yang berhubungan dengan peristiwa-peristiwa yang terjadi pada masa Rasulullah,
kisah-kisah yang berhubungan dengan peristiwa-peristiwa yang terjadi pada masa
lalu dan orang-orang yang tidak dipastikan kenabiannya.
ü
Pemaran kisah dalam al-Quran memiliki cara
yang sangat spesifik karena pendekatan yang digunakan menggunakan aspek
seni dan keagamaan secara bersamaan, bahkan sangat dominan.
ü
Kisah-kisah dalam al-Qur’an secara umum
bertujuan untuk mencipta kebenaran dan semata-mata untuk tujuan keagamaan.
ü Penyajian dan penuturan kisah-kisah dalam al-Qur’an yang berulang dan bervariasi sedemikian rupa memuat beberapa hikmah yang sangat
berharga bagi manusia.
ü Kisah di dalam al-Qur’an mempunyai maksud pengajaran-pengajaran dan
petunjuk-petunjuk yang berguna bagi para penyuruh kebenaran dan bagi
orang-orang yang diseru kepada kebenaran. Di antara maksud-maksud yang paling
nyata dari kisah-kisah al-Qur’an ialah pengajaran yang tinggi yang menjadi
cermin perbandingan bagi segala ummat. Di dalamnya kita dapati akibat
kesabaran, sebagaimana sebaliknya kita dapati akibat keingkaran. Dan juga mengokohkan
Muhammad, membuktikan kebenarannya.
DAFTAR PUSTAKA
Al-Qattan, Manna’ Khalil. 2001. Studi Ilmu-Ilmu Qur’an.
PT. Pustaka Litera Antar Nusa. Bogor.
Quthb, Sayyid. 2004. Keindahan Al-Qur’an Yang
Menakjubkan. Robbani Press. Jakarta.
Izzan, Ahmad. 2005. Ulumul Qur’an; Telaah Tekstualitas
Dan Kontekstualitas Al-Qur’an. Tafakur. Bandung.
Syadali, Ahmad Dkk. 1997. Ulumul Qur’an II; Untuk
Fakultas Tarbiyah Komponen MDK. Pustaka Setia. Bandung.
Ash-Shiddiqy, Teungku Muhammad Hasbih. 2002. Ilmu-Ilmu Al-Qur’an. PT.
Pustaka Rizki Putra. Semarang.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Jangan Lupa Untuk Meinggalkan Komentar Anda ! Kritik dan Saran Dibutuhkan Untuk Perbaikan Blog Ini Kedepannya.