Sejarah Pondok Pesantren Raudlatut Thalibin Jetis - Sang Pemburu Badai

Selasa, 10 November 2015

Sejarah Pondok Pesantren Raudlatut Thalibin Jetis

Oleh Muhammad Najmuddin Huda (Julius Hisna)



Pondok Pesantren Raudlatut Thalibin merupakan sebuah pesantren yang telah berumur lebih dari setengah abad. Seperti yang dikemukakan oleh Pengasuh Pondok Pesantren Raudlatut Thalibin Kiyai Rozi Toha (09 Mei 2015), pesantren ini didirikan oleh kakek beliau yang bernama KH. Danusyiri. KH. Danusyiri sendiri pada mulanya adalah seorang pendatang di dusun Jetis. Beliau adalah putra dari KH. Muhammad Rozi, Pengasuh Pondok Pesantren Al-Huda Petak yang masih berada di Kecamatan Susukan. Jika dirunut dari silsilah keturunan, KH. Muhammad Rozi merupakan keturunan dari Mbah Mlangi, salah seorang ulama’ yang menjadi tangan kanan Pangeran Diponegoro. Mbah Mlangi yang mempunyai nama asli Kiyai Nur Iman ini dimakamkan di Mlangi, Sleman, Yogyakarta.
Danusyiri kecil dilahirkan di Desa Petak Desa Sidoarjo Kecamatan Susukan. Nama kecil beliau adalah Ahmad Basuni. Ketika berhaji ke Makkah kemudian nama beliau diganti dengan Danusyiri. Danusyiri memulai thalabul ilmi-nya dengan kedua orang tuanya. Dari orang tuanya, Danusyiri kecil belajar berbagai macam-macam ilmu pesantren, seperti nahwu, fiqih, aqidah, tarikh dan lain sebagainya. Setelah kenyang menyerap ilmu dari orang tuanya, maka Danusyiri melanjutkan pencarian ilmunya dengan menjadi santri di Tegal, Grabagan yang diasuh Mbah Kiyai Hisyam. Di pesantren tersebut Danusyiri tinggal selama beberapa tahun. Selain ke Tegal Grabagan, KH. Danusyiri juga pernah mengenyam pendidikan pesantren di Desa Plumbon Kecamatan Suruh, yang diasuh oleh KH. Hasyim.
Setelah menamatkan pendidikan di pesantren KH. Hasyim, kemudian Danusyiri melakukan tuntunan sunnah rasul yaitu dengan mempersunting Nyai Fathimah, putri dari seorang tohoh Masyarakat di Babadan Tengaran. Dari pernikahan tersebut KH. Danusyiri dikaruniai 4 putra dan 4 putri. Karena tuntutan dakwah dan permintaan Lurah Desa Gentan, pada tahun 1943 Danusyiri hijrah dari dusun Petak ke Jetis. Dusun Jetis merupakan salah satu dusun yang masih dalam wilayah kecamatan Susukan yang berjarak + 1,5 kilometer dari Petak.
Kiyai Rozi menambahkan, selain aktif berdakwah KH. Danusyiri juga ikut berjuang melawan penjajahan Belanda, baik pada masa agresi Belanda ke I, masa Pendudukan Jepang dan agresi Belanda ke II. Sewaktu masih berada di Petak, KH. Danusyiri sudah menjadi komandan perang yang memimpin para gerilyawan baik yang terdiri dari unsur santri maupun masyarakat desa. Karena perlawanan yang sangat begitu hebat menyebabkan pasukan Belanda marah dan melakukan pengeboman terhadap Masjid Petak yang pada saat itu dijadikan sebagai markas pejuang kemerdekaan dari kecamatan Susukan dan sekitarnya. Ketika Danusyiri sudah bertempat tinggal, pasukan penjajah juga menjadikan dusun Jetis sebagai obyek serangannya. Hal tersebut menyebabkan KH. Danusyiri beserta keluarga dan para santrinya mengungsi ke desa Karang Kepoh di wilayah kabupaten Boyolali Kota.
Setelah dirasa cukup aman, KH. Danusyiri beserta para keluarga dan santrinya kembali ke dusun Jetis. Kedatangannya ke dusun Jetis untuk kedua kalinya beliau gunakan untuk memulai menata kembali pesantren yang pernah dirintisnya. Pada mulanya Pondok Pesantren Raudlatut Thalibin hanya lah sebuah surau atau masjid kampung biasa. Tetapi lambat laun semakin banyak santri yang ingin bermukim disitu. Melihat kondisi tersebut maka KH. Danusyiri memulai membangun pesanten yang berada disebelah masjid tersebut. Pesantren yang dibangun pertama kali tersebut juga merupakan sebuah bangunan sederhana yang terbuat dari papan kayu.
Setelah KH. Danusyiri wafat pada tahun 1964, kepemimpinan pondok pesantren kemudian diteruskan oleh salah seorang putranya yang bernama Dzofari atau yang kemudian lebih dikenal dengan nama Muhammad Toha. Nama yang terakhir ini menurut Kiyai Rozi Toha merupakan nama yang beliau dapatkan ketika berhaji ke Makkah. Sebagai salah seorang dari keluarga pesantren, Toha mulai menimba ilmu dari orangtuanya semenjak kecil. Dibawah asuhan kedua orangtuanya, Toha kecil mulai mendapatkan dasar-dasar pendidikan agama Islam. Selain itu Toha kecil juga menyenyam pendidikan di salah satu pesantren di Punduh Kabupaten Magelang. 
Kiyai Rozi Toha menambahkan, setelah menginjak dewasa ayahnya kemudian diambil menjadi menantu oleh seorang kiyai yang masih terhitung pamannya sendiri, yaitu KH. Jufri. KH. Jufri merupakan putra dari KH. Abdul Djalil yang merupakan menantu dari KH. M. Rozi yang juga kakek dari KH. M. Toha. Dari pernikahan tersebut, KH. M. Toha dikaruniai 5 orang putra putri.
Selain menjadi seorang Kiyai, KH. Muhammad Toha juga pernah berprofesi menajadi pegawai Kantor Urusan Agama (KUA) Kecamatan Susukan. Beliau adalah seorang ulama’ yang wawasannya sangat luas dan paham dengan persoalan pemerintahan. Pada masa kepemimpinan beliau inilah Pondok Pesantren Raudlatut Thalibin yang pada mulanya hanya mempunyai bangunan untuk asrama putra, kemudian juga dibangun untuk asrama putri. Pada mulanya santri putri masih bermukim di rumah KH. Toha, baru kemudian tahun 1986 dibuatkan lah asrama tersendiri yang permanen.
Setelah beliau wafat pada tahun 1982, estafet kepimpinanan pesantren diteruskan oleh dua orang putranya, yaitu KH. Mubarok Toha dan KH. Anis Toha. KH. Mubarok Toha merupakan alumnus Pondok Pesantren Al-Muayyad Solo dan UNU Jakarta. Beliau pernah berprofesi menjadi guru, dan menjadi anggota DPRD Kabupaten Semarang dari Partai Persatuan Pembangunan (PPP). Bersama dengan saudara-saudaranya, KH. Mubarok Toha ikut membesarkan PPP di wilayah Kabupaten Semarang pada masa Orde Baru. Akan tetapi setelah terjadi prahara nasional dengan diturunkannya KH. Abdurrahman Wahid dari posisinya sebagai Presiden, keluarga pesantren ini sepakat untuk uzlah (mengasingkan diri) dari dunia perpolitikan dan kembali konsentrasi ke dunia dakwah dan pendidikan pesantren.
Dibantu dengan saudara-saudaranya, yaitu KH. Anis Toha, K. Huda Toha, K. Rozi Toha dan keponakannya K. Ulin Nuha, KH. Mubarok Toha berusaha untuk mengembangkan lagi pesantrennya agar dapat menjawab tuntutan zaman. Pada masa beliau inilah Pondok Pesantren Raudlatut Thalibin mengalami kemajuan yang sangat pesat. Pesantren yang pada mulanya hanya mempunyai satu komplek, kemudian karena bertambahnya para santri maka dibangun lagi komplek yang kedua dan ketiga. Komplek kedua Pondok Pesantren Raudlatut Thalibin atau kemudian yang lebih dikenal dengan istilah PPRT II masih berada satu dusun dengan komplek pertama atau yang kemudian lebih dikenal dengan PPRT I atau PPRT induk. Jarak antara keduanya + 400 meter. PPRT II diasuh oleh KH. Anis Toha, yang merupakan putera kedua dari KH. Toha. Sedangkan komplek yang ketiga atau yang kemudian dikenal dengan PPRT III berada di dusun yang berbeda dengan PPRT I dan II. PPRT III berada di dusun Gumuk yang masih berada dalam wilayah Desa Gentan, yang berjarak + 700 meter dari PPRT Induk. PPRT III diasuh oleh K. Munawari Al-Hafidz, salah satu alumni dari PPRT Induk dan pernah menjadi santri yang langsung berguru kepada KH. M. Toha.
Menurut Kiyai Ulin Nuha (09 Mei 2015), pada mulanya Pondok Pesantren Raudlatut Thalibin  merupakan pesantren yang mempunyai konsentrasi pada pendalaman kitab kuning. Untuk memenuhi tuntutan zaman, maka kemudian didirikanlah lembaga pendidikan formal berupa Madrasah Ibtida’iyyah (MI) yang berada dibawah naungan Lembaga Pendidikan Ma’arif Nahdlatul Ulama’. Setelah itu juga didirikan Madrasah Diniyah Tingkat Wustho (MDW) dan Madrasah Diniyah Tingkat Ulya (MDU) yang ijazahnya disetarakan dengan SMP untuk tingkat wustho dan SMA untuk tingkat ulya. Madrasah tersebut saat ini dipimpin oleh K. Ulin Nuha. Selain itu, beberapa tahun kemudian juga didirikan Madrasah Diniyah Awaliyah, yang merupakan lembaga pendidikan keagamaan yang siswanya adalah santri atau masyarkat yang pada waktu paginya menimba ilmu di sekolah formal luar pesantren. 
Seperti yang diungkapkan oleh K. Ulin Nuha, selain dibekali dengan pendidikan keagamaan, santri Pondok Pesantren Raudlatut Thalibin juga diberikan ketrampilan yang lain, seperti komputer, jahit menjahit, tata boga, perikanan, dan yang lainnya. Hal ini bertujuan untuk memberikan keahlian yang dapat membantu para santri untuk terjun di masyarakat nantinya. Selain itu, pesantren ini juga sering mengadakan pelatihan atau seminar dan kegiatan lainnya yang bekerjasama dengan masyarakat, intansi pemerintah atau organisasi lainnya.
Setelah ditinggal wafat oleh ketiga pengasuhnya, saat ini Pondok Pesantren Raudlatut Thalibin diasuh oleh K. Rozi Toha dan K. Ulin Nuha sebagai pengasuh pesantren induk, K. Zaid Zuhdi sebagai pengasuh PPRT II dan K. Munawari Al-Hafidz pada PPRT III. Saat ini Pondok Pesantren Raudlatut Thalibin mempunyai santri putra putri + 250 orang yang terbagi di 3 komplek pondok pesantren. Adapun susunan organisasi Pondok Pesantren Raudlatut Thalibin adalah sebagai berikut:
Pengasuh                                 : K. M. Muh. Rozi Thoha
  K.  M. Ulin Nuha
                                      K. Munawari Al-Hafidz
  K. M. Zaid Zuhdi                              
Dawan Pertimbangan              : Agus M. Najmuddin Huda (Gus Uud)
                                                   Ustadz Abdurrohman
                                      Ustadz M. Triyono Djablawy
Ketua                                     : M. Ja’farin
Sekertaris                                : M. Taufiq Maulana
                                      Muqtafaiz
Bendahara                               : M. Asyrofi
Seksi-Seksi                              :
Seksi Pendidikan        : Mahfudz Fauzi
  Muhammad Aris
  M. Nur Saifullah Khuzain
Seksi Keamanan          : Ahmad Pujiyanto
                                      M. Agus Munir
                                      Abdul Khamid
 Seksi Penerangan       : M. Nur Huda
  Ali Ma’ruf (Jatim)
 Seksi Kebersihan        : Ahmad Sulthon
  Ahmad Sholihan
  Muqtafaiz
 Seksi Pengairan & Humas      : Mahfudz Fauzi
                                                  Habil Alwi
                                                  Faroqith Raudloh
 Seksi Koperasi                       : Ali Ma’ruf
             Seksi Kesenian & Rebana      :  Lutfil Hakim           


                            

1 komentar:

  1. Alfatihah.. mugi sedoyo ingkang sampun kapundut kolowau digolongaken dados wali2nipun gusti Allah.
    Salam ta'dhim kagem beliau2 poro masayikh PPRT kami dr cucu Simbah Kyai Abdus Sauman Babadan

    BalasHapus

Jangan Lupa Untuk Meinggalkan Komentar Anda ! Kritik dan Saran Dibutuhkan Untuk Perbaikan Blog Ini Kedepannya.