Peranan LSM Percik Dalam Penangan Konflik Sosial di Masyarakat (Laporan Field Trip Pesantren For Peace ke LSM Percik) - Sang Pemburu Badai

Jumat, 06 November 2015

Peranan LSM Percik Dalam Penangan Konflik Sosial di Masyarakat (Laporan Field Trip Pesantren For Peace ke LSM Percik)

Oleh Muhammad Najmuddin Huda (Julius Hisna)




      Profil Percik
Seperti yang dikutip dalam websitnya, Percik merupakan lembaga independen yang diperuntukan bagi penelitian sosial, demokrasi dan keadilan sosial. Lembaga ini didirikan pada awal tahun 1996 (1 Februari 1996) oleh sekelompok ilmuwan di Salatiga yang terdiri dari sejumlah peneliti sosial, pengajar universitas, serta aktivis Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) yang bergerak di bidang bantuan hukum serta pengorganisasian masyarakat.
Para pendiri ini merupakan sebagian dari staf akademik sebuah universitas di Salatiga yang terpaksa keluar dari universitas tersebut karena menolak beberapa kebijakan dari pengurus yayasan dan pimipinan universitas yang dinilai tidak demokratis, bertentangan dengan nilai-nilai kemanusiaan, dan tidak menjunjung tinggi kebebasan akademis serta otonomi kampus. Berdirinya Lembaga Percik merupakan wadah baru untuk mewujudkan idealisme mereka mengenai masyarakat yang demokrastis dan berkeadilan sosial.
Kelahiran Percik juga tidak dapat dilepaskan dari tuntutan yang semakin luas dalam masyarakat Indonesia tentang perlunya proses demokratisasi dilaksanakan dengan segera di berbagai bidang kehidupan bermasyarakat dan bernegara. Tuntutan tersebut muncul sebagai bagian dari keprihatinan yang meluas di masyarakat terhadap sistem politik yang semakin sentralistik, hegemonik, opresif, dan tidak toleran. Sistem politik yang tidak sehat tersebut berakibat pada rendahnya kesadaran dan partisipasi politik rakyat, tiadanya ruang publik yang memungkinkan terjadinya pertukaran wacana publik secara bebas, tidak berkembangnya lembaga-lembaga demokrasi, lemahnya penegakan hukum dan Hak Azasi Manusia (HAM), serta birokrasi pemerintahan yang korup. Di lain pihak perkembangan masyarakat menunjukan kecederungan kearah masyarakat plural yang tersekat-sekat yang di dalamnya mengandung potensi konflik horisontal yang besar. Kondisi politik yang tidak sehat tersebut melanda kehidupan politik baik pada aras nasional, maupun pada aras lokal.
Keterlibatan panjang staf Percik dalam berbagai penelitian dan studi pada aras lokal yang dimiliki secara individual oleh staf Percik dilandasi pula oleh keyakinan bahwa bagi masa depan Indonesia arena politik pada aras lokal ini justru semakin penting dan menentukan, maka lahirnya Percik merupakan perwujudan dari keinginan untuk ikut menggulirkan proses demokratisasi politik pada aras lokal.[1]
Menurut Singgih Nugroho seperti yang dipaparkannya ketika kami berkunjung ke Percik pada tanggal 01 Oktober 2015, tujuan utama dari didirikannya percik adalah sebagai penguat civil society. Dengan adanya kesadaran masyarakat akan hak dan tanggung jawabnya maka sebuah perdamaian akan dapat diterapkan. Hal tersebut diterapkan oleh Percik dengan cara melakukan pendampingan dan pembelaan terhadap hak-hak orang lemah. Percik juga memberikan pendidikan demokrasi dan toleransi kepada masyarakat sehingga masyarakat dapat menerima sebuah perbedaan sebagai sebuah rahmat dan kehendak Tuhan.
Menurut Direktur Percik, Dr. Prajarta Dirdjosanjoto, SH.[2], Percik dibentuk karena adanya kepedulian terhadap lintas iman. Percik bukan merupakan lembaga agama, akan tetapi agama menjadi inspirasi bagi kehidupan manusia.  Agama menurutnya sebagai dapur, yang mana melalui dapur tersebut dapat diolah berbagai hasil makanan. Agama bisa saja menjadi sumber konflik dan perpecahan, dan agama menurutnya juga dapat menjadi sumber perdamaian dan kebahagiaan.

          Percik Dan Inisiatif Perdamaian
Inisiatif perdamaian yang digagas oleh percik dapat dilihat dari visi dan misinya. Percik sebagai Lembaga independen yang didirikan untuk penelitian sosial, demokrasi dan keadilan sosial memiliki visi jangka panjangnya sebagai berikut:
a.       Mendukung penciptaan masyarakat sipil, melalui pemberdayaan lembaga-lembaga demokrasi dan pengembangan nilai-nilai demokrasi;
b.      Mendorong masyarakat pada penyadaran akan dasar-dasar kehidupan masyarakat plural dan toleransi dalam seluruh kehidupan sosial;
c.       Memberikan perhatian pada dasar-dasar masyarakat sipil, HAM khususnya bagi orang-orang yang telah dilemahkan dan dipinggirkan dari pelayanan pemerintah dan sistem hukum.[3]
Visi tersebut dalam kurun waktu yang lebih pendek khususnya mengacu kepada tuntutan perkembangan yang ada dalam masyarakat saat ini, mendorong Percik untuk mengutamakan segi-segi berikut:
a.       Peningkatan kinerja pemerintah lokal menuju kearah pemerintahan lokal yang sehat dan baik.
b.      Meningkatkan kesadaran politik masyarakat kearah perwujudan prinsip-prinsip bernegara dan bermasyarakat yang demokratis, menjunjung tinggi penegakan hukum dan menghormati Hak Azasi Manusia (HAM).
c.       Memperkuat civil society yang berbasis pada nilai-nilai pluralisme dan toleransi.[4]
Menurut Singgih, untuk dapat mencapat apa yang menjadi visi dan misinya maka berbagai kegiatan dirancang dan dilaksanakan oleh Percik. Diantara kegiatan yang pernah dilaksanakan oleh percik adalah mengadakan seminar, diskusi, silaturahmi, dan kegiatan lainnya dengan peserta dari masyarakat yang berbeda agama, etnis dan sukunya. Dalam kegiatannya, Percik juga mengajak pertisipasi para pimpinan agama dan tokoh masyarakat untuk berkomunikasi bersama-sama.  Selain itu, Percik juga juga melibatkan para anak-anak muda, mahasiswa dan pelajar untuk bergabung secara aktif dalam kegiatan-kegiatan mereka. Tujuan dari hal tersebut adalah untuk menanamkan ideologi toleransi dan cinta kemanusian sejak dini.
Agung Waskito[5] Adi yang merupakan salah satu satu staff dan peneliti di Percik menambahkan, bahwa upaya perdamaian yang selama ini dilakukan oleh Percik tidak pernah terpogramkan dan terkonsep secara rinci. Upaya perdamaian yang selama ini pernah dilakukan dibiarkan mengalir begitu saja. Selain itu, yang menjadi konsentrasi darinya selama ini dalam penenganan konflik adalah berorientasi kepada proses. Menurutnya, jika berorientasi kepada hasil maka seringkali tidak dapat memuaskan kepada kedua belah pihak sehingga inisiatif perdamaian yang murni tidak dapat dicapai.
Agung juga mengutarakan bahwa inisiatif perdamaian sebenarnya sudah terdapat dalam masyarakat sendiri. Masyarakat sebagai sebuah kumpulan berbagai macam manusia mempunyai potensi untuk menghasilkan sebuah kesepakatan sosial. Sedangkan peran Percik disini adalah menjembatani agar inisiatif dan kesepakatan perdamaian atau kesepakatan sosial tersebut dimunculkan oleh masyarakat sendiri. Kesepakatan yang muncul kemudian adalah hasil dari masyarakat sendiri, dibangun oleh mereka sendiri dan dan hasil itu bisa berubah di kemudian hari sesuai dengan kesepakatan mereka. Jadi peran Percik disini hanya sebatas membangun relasi pertemanan dan persaudaraan agar ide dan inisiatif dapat tercapai dan diterima oleh semua pihak dengan legowo.
Dalam pelaksanaan berbagai agenda kegiatan Percik bukan berarti tanpa ada kendala sama sekali. Banyak sekali kendala dan rintangan yang pernah mereka lalui. Diantara kendala-kendala tersebut adalah ancaman keselamatan jiwa, intimadasi, sikap pemerintah yang tidak proakktif, masyarakat yang sulit untuk diajak bekerjasama dan lain sebagainya. Bahkan pernah suatu hari dalam melakukan pendampingan kasus sengketa tanah di Kecamatan Bawen Kabupaten Semarang salah seorang dari staff anggota percik lehernya dikalungi dengan celurit oleh masyarakat sana. Hal tersebut adalah diantara ancaman yang mengancam keselamatan jiwa yang pernah diterima oleh staff Percik.
Menghadapi berbagai rintangan tersebut Percik melakukan beberapa hal agar dapat menyelesaikannya tanpa menimbulkan konflik yang baru. diantara cara yang dilakukan adalah dengan membangun komunikasi secara intensif dengan pihak-pihak yang berkonflik.  Selain itu mereka juga melakukan pencegahan lebih dini, mengajak peran serta pemerintah dan tokoh masyarakat, melakukan gerakan senyap dan terahasia yang terstruktur dan lain sebagainya.


          Peranan LSM Percik Dalam Penangan Konflik Secara Damai
Sebagai sebuah LSM bertaraf nasional yang namanya sudah harum di dunia internasional tentunya banyak kasus pelanggaran HAM yang telah ditangani oleh Percik. Diantara kasus yang pernah ditangani oleh Percik akan saya sampaikan secara rinci sebagai berikut:
a.         Kasus Pelarangan Pendirian Gereja Di Klaten[6]
Kasus ini bermula ketika beberapa masyarakat yang beragama kristen di suatu daerah di Klaten berkeinginan untuk mendirikan gereja sebagai tempat ibadah mereka. Akan tetapi keinginan tersebut ditentang oleh mayoritas masyarakat yang beragama Islam yang berada di daerah tersebut. Adapun penyebab dari adanya larangan tersebut adalah karena tidak banyak jumlah pemeluk agama kristen yang tinggal di daerah tersebut. Sehingga oleh masyarakat dikuatirkan akan terjadi kristenisasi di wilayah tersebut dengan dibangunnya gereja.
Akibat yang ditimbulkan dengan adanya pelarangan pembangunan ini sangatlah beragam. Diantara akibat tersebut adalah keterbatasan dan ketidakmampuan umat beragama yang menjadi minoritas di daerah tersebut untuk mempunyai sebuah tempat ibadah, sehingga berakibat menyulitkan mereka untuk beribadah. Adanya hal tersebut dirasakan sebagai penindasan terhadap hak-hak kaum beragama minoritas. Sehingga hal tersebut dikuatirkan akan dapat memunculkan ketidaknyamanan dalam masyarakat, kecemburuan sosial dan bahkan tidak menutup kemungkinan dapat terjadi konflik dan permusuhan antar agama. Tentunya hal ini dapat mengganggu kehidupan masyarakat sendiri.
Dalam kasus ini Percik sebagai sebuah LSM yang ikut mendampingi dan memediasi melakukaan beberapa hal. Diantara hal yang dilakukan adalah membangun komunikasi intensif antara dua pihak yang berkonflik, mengajak partsipasi semua elemen masyarakat dan pemerintah untuk menyelesaikannya, dan ikut menyelesaikan hal tersebut tanpa terpublikasi ke media. Dari mediasi yang dilakukan akhirnya diambil sebuah kesepakatan bahwa gereja dapat didirkikan di daerah tersebut dengan syarat tanpa ada tanda salib di depannya.
b.         Kasus Beras Murah dan Bantuan Ta’jil Puasa oleh GKJ Manahan Solo[7]
Kasus ini bermula dari kegiatan bakti sosial yang dilakukan oleh GKJ Manahan pada bulan Ramadhan. Bakti sosial tersebut berupa menjual beras dengan harga murah dan pemberian ta’jil kepada tukang becak dan masyarakat di lingkungan sekitar gereja tersebut berada. Akan tetapi niatan baik yang dilakukan oleh gereja tersebut tidak dapat diterima oleh sebagian kaum muslimin yang tinggal di wilayah Manahan. Sebagian kaum muslimin menuduh ada misi kristenisasi dalam bakti sosial yang diselenggarakan. Selain itu mereka juga meragukan kehalalan dari makanan yang dibagikan karena tidak diproses atau dimasak secara islami.
Akibat dari adanya konflik tersebut sempat memanaskan masyarakat Manahan. Bahkan disinyalir akan dapat menimbulkan bentrokan fisik. Kasus ini sempat membuat geger kota Solo dan memaksa Polres Solo untuk ikut turun tangan. Selain itu, LSM Percik juga ikut bergerak untuk memediasi para pihak yang bertikai. Oleh Percik kemudian pihak gereja dan masyarakat muslim Manahan dipertemukan. Bukan hanya itu saja, bahkan menurut Agung Percik juga ikut mengundang tokoh dari FPI, HTI, MMI dan PondokPesantren Ngruki untuk ikut bertemu dan berembug bareng dalam forum mediasi untuk mendapatkan sebuah hasil yang dapat membawa manfaat bersama.
Dari hasil mediasi tersebut kemudian menghasilkan sebuah pemahaman bahwa bakti sosial yang diselenggarakan oleh GKJ Manahan merupakan murni bentuk kepedulian pihak gereja bagi kegiatan ibadah puasa umat Islam. Selain itu, untuk menepis keraguan tentang kehalalan makanan yang dibagikan kepada umat muslim saat berbuka puasa (ta’jil) maka disepakati bahwa untuk selanjutnya makanan ta’jil dimasak di sebuah Masjid di Manahan, dan bahan-bahannya tetap berasal dari gereja. Akan tetapi sangat disayangkan bahwa kesepakatan yang telah dicapai dan dapat diterima dengan damai oleh banyak pihak tersebut tidak boleh dilaksanakan oleh Polres Solo. Larang oleh Polres Solo tersebut dikarenakan kekuatiran mereka akan timbulnya konflik baru yang lebih besar.
c.         Kasus Kerusuhan Temanggung[8]
Kasus kerusuhan Temanggung bermula dari kasus penodaan agama Islam yang dilakukan oleh Antonius Richmond Bawengan. Penodaan dilakukan dengan cara menyebarkan selebaran yang menyesatkan masyarakat. Antonius kemudian ditangkap oleh Banser dan diserahkan kepada Polres Temanggung untuk diproses dan diadili. Tidak semua element masyarakat merasa puas dan dapat menerima dengan diserahkannya Antonius ke Pengadilan. Pada saat sidang menjelang vonis banyak orang yang berdemo di depan Pengadilan. Akan tetapi demo tersebut kemudian berubah menjadi anarkis dan kerusuhan yang berujung dengan pemabakaran beberapa gereja di Temanggung.
Akibat adanya konflik tersebut menyebabkan kondisi kota Temanggung menjadi mencekam. Masyarakat Temanggung yang terkenal damai tenteram menjadi takut untuk keluar rumah. Masyarakat kristiani pun banyak yang kuatir untuk beribadah di gereja-gereja mereka. Selain itu, keharmonisan umat beragama di Temanggung terancam terganggu karena adanya tindakan kekerasan dan main hakim sendiri oleh beberapa orang.
Menurut Agung, karena adanya kasus tersebut membuat Polres Temanggung mengirimkan anggotanya ke Percik untuk meminta bantuan rekonsiliasi dan pendampingan pasca kasus tersebut. Permohonan bantuan tersebut disikapi oleh Percik dengan mengirimkan anggotanya ke Temanggung bersama Alissa Wahid (Putri Gus Dur). Akan tetapi delegasi tersebut tertahan di batas Kota Temanggung dan tidak dapat masuk karena penjagaan dari Polisi yang ketat. Kemudian bersama Alissa Wahid mereka pergi ke Pon-Pes Api Tegalrejo Magelang untuk bertemu dengan Gus Yusuf Chludori dan menyusun startegi.
Setelah dapat masuk ke Temanggung beberapa hari setelah itu kemduai Percik mengadakan investigasi dan dialog dengan masyarakat dan gereja. Dialog tersebut dilakukan untuk mengembalikan stabilitas. Selain itu juga diberikan pemahaman karena yang sebenarnya melakukan pembakaran gereja dan kerusuhan merupakan orang-orang dari luar Temanggung yang ingin mengganggu ketenangan dan kenyamanan kehidupan masyarakat disana. Percik juga menggandeng para pemdua di Temanggung dengan cara memberikan pelatihan jurnalistik kepada mereka.
Menurut M. Akbar, Percik juga melakukan sarasehan yang melibatkan berbagai kalangan di Temanggung. Sarasehan tersebut dilakukan untuk melakukan pendampingan dan pemberian wawasan kepada masyarakat. Selain itu Percik juga mengfektifkan berbagai sara untuk rekonsiliasi konflik, terutama melaui kesenian.
Dari penyelesaian kasus diatas, serta hasil pemaparan materi dan wawancara dengan staff percik maka dapat disimpulkan beberapa metode penangan konflik yang dilakukan oleh Percik. Metode tersebut adalah:
a.         Membangun relasi pertemanan dengan semua pihak. Hal ini harus dilakukan dengan fleksibel dan tidak kaku.
b.         Membangun komunikasi yang aktif antar semua pihak yang berkonflik.
c.         Berorientasi kepada proses, bukan hasil. Karena konsep hasil yang ditawarkan belum tentu diterima oleh pihak-pihak yang berkonflik. Biarkan masyarakat yang berkonflik yang mencari kesepakatannya sendiri.
d.        Menghindari konflik politik, dan campr tangan dari luar. Hal ini seringkali memperparah konflik yang terjadi.
e.         Menghindari penyelesaian lewat jalur hukum karena seringkali tidak memuaskan satu pihak.
f.          Melakukan penanganan dan pendampingan secara senyap (silent) dan rahasia, serta tidak terpublikasi ke media.
g.         Melakukan pencegahan dini serta pencegahan timbulnya konflik baru.
Menurut Dr. Prajarta Dirdjosanjoto, SH.,[9] selaku direktur Percik, konflik yang terjadi di masyarakat biarlah penyelesaiannya disepakati oleh masyarakat sendiri. Tugas kita hanya mendapingi dan mengawal agara proses yang berjalan dapat benar dan menghasilkan kesepakatan yang diterima semua pihak. Menurutnya hal ini didasarkan kepada beberapa hal:
a.         Dalam masyarakat sendiri penuh dengan potensi konflik.
b.         Masyarakat mempunyai kemampuan meredam konflik.
c.         Masyarakat mempunyai kearifan lokal.
d.        Menghargai upaya-upaya lain yang mempunyai persoalan tersebut.


[1] http://www.percik.or.id/index.php?option=com_content&task=view&id=12&Itemid=32
[2] Wawancara hari selasa , 07 Oktober 2015 di Kampoeng Percik
[3] http://www.percik.or.id/index.php?option=com_content&task=view&id=25&Itemid=39
[4] Op.Cit
[5] Wawancara hari Selasa , 07 Oktober 2015 di Kampoeng Percik
[6] Pemaparan Singgih Nugroho dalam Field Trip ke Kampoeng Percik, 01 Oktober 2015
[7] Wawancara dengan Agung Waskito Adi hari selasa , 07 Oktober 2015 di Kampoeng Percik
[8] Wawancara dengan Agung Waskito Adi dan M. Akbar Selasa, 07 Oktober 2015 di Kampoeng Percik
[9] Wawancara hari Selasa, 07 Oktober 2015 di Kampoeng Percik


Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Jangan Lupa Untuk Meinggalkan Komentar Anda ! Kritik dan Saran Dibutuhkan Untuk Perbaikan Blog Ini Kedepannya.