Oleh Muhammad Najmuddin Huda (Julius Hisna)
Profil Percik
Profil Percik
Seperti yang dikutip dalam
websitnya, Percik merupakan lembaga independen yang diperuntukan bagi
penelitian sosial, demokrasi dan keadilan sosial. Lembaga ini didirikan pada
awal tahun 1996 (1 Februari 1996) oleh sekelompok ilmuwan di Salatiga yang
terdiri dari sejumlah peneliti sosial, pengajar universitas, serta aktivis
Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) yang bergerak di bidang bantuan hukum serta
pengorganisasian masyarakat.
Para pendiri ini merupakan sebagian
dari staf akademik sebuah universitas di Salatiga yang terpaksa keluar dari
universitas tersebut karena menolak beberapa kebijakan dari pengurus yayasan
dan pimipinan universitas yang dinilai tidak demokratis, bertentangan dengan
nilai-nilai kemanusiaan, dan tidak menjunjung tinggi kebebasan akademis serta
otonomi kampus. Berdirinya Lembaga Percik merupakan wadah baru untuk mewujudkan
idealisme mereka mengenai masyarakat yang demokrastis dan berkeadilan sosial.
Kelahiran Percik juga tidak dapat
dilepaskan dari tuntutan yang semakin luas dalam masyarakat Indonesia tentang
perlunya proses demokratisasi dilaksanakan dengan segera di berbagai bidang
kehidupan bermasyarakat dan bernegara. Tuntutan tersebut muncul sebagai bagian
dari keprihatinan yang meluas di masyarakat terhadap sistem politik yang
semakin sentralistik, hegemonik, opresif, dan tidak toleran. Sistem politik
yang tidak sehat tersebut berakibat pada rendahnya kesadaran dan partisipasi
politik rakyat, tiadanya ruang publik yang memungkinkan terjadinya pertukaran
wacana publik secara bebas, tidak berkembangnya lembaga-lembaga demokrasi,
lemahnya penegakan hukum dan Hak Azasi Manusia (HAM), serta birokrasi
pemerintahan yang korup. Di lain pihak perkembangan masyarakat menunjukan
kecederungan kearah masyarakat plural yang tersekat-sekat yang di dalamnya
mengandung potensi konflik horisontal yang besar. Kondisi politik yang tidak
sehat tersebut melanda kehidupan politik baik pada aras nasional, maupun pada
aras lokal.
Keterlibatan panjang staf Percik
dalam berbagai penelitian dan studi pada aras lokal yang dimiliki secara
individual oleh staf Percik dilandasi pula oleh keyakinan bahwa bagi masa depan
Indonesia arena politik pada aras lokal ini justru semakin penting dan
menentukan, maka lahirnya Percik merupakan perwujudan dari keinginan untuk ikut
menggulirkan proses demokratisasi politik pada aras lokal.[1]
Menurut Singgih Nugroho seperti yang
dipaparkannya ketika kami berkunjung ke Percik pada tanggal 01 Oktober 2015,
tujuan utama dari didirikannya percik adalah sebagai penguat civil society.
Dengan adanya kesadaran masyarakat akan hak dan tanggung jawabnya maka sebuah
perdamaian akan dapat diterapkan. Hal tersebut diterapkan oleh Percik dengan
cara melakukan pendampingan dan pembelaan terhadap hak-hak orang lemah. Percik
juga memberikan pendidikan demokrasi dan toleransi kepada masyarakat sehingga
masyarakat dapat menerima sebuah perbedaan sebagai sebuah rahmat dan kehendak
Tuhan.
Menurut Direktur Percik, Dr.
Prajarta Dirdjosanjoto, SH.[2], Percik
dibentuk karena adanya kepedulian terhadap lintas iman. Percik bukan merupakan
lembaga agama, akan tetapi agama menjadi inspirasi bagi kehidupan manusia. Agama menurutnya sebagai dapur, yang mana
melalui dapur tersebut dapat diolah berbagai hasil makanan. Agama bisa saja
menjadi sumber konflik dan perpecahan, dan agama menurutnya juga dapat menjadi
sumber perdamaian dan kebahagiaan.
Percik Dan Inisiatif Perdamaian
Inisiatif perdamaian yang digagas
oleh percik dapat dilihat dari visi dan misinya. Percik sebagai Lembaga
independen yang didirikan untuk penelitian sosial, demokrasi dan keadilan
sosial memiliki visi jangka panjangnya sebagai berikut:
a.
Mendukung
penciptaan masyarakat sipil, melalui pemberdayaan lembaga-lembaga demokrasi dan
pengembangan nilai-nilai demokrasi;
b.
Mendorong
masyarakat pada penyadaran akan dasar-dasar kehidupan masyarakat plural dan
toleransi dalam seluruh kehidupan sosial;
c.
Memberikan
perhatian pada dasar-dasar masyarakat sipil, HAM khususnya bagi orang-orang
yang telah dilemahkan dan dipinggirkan dari pelayanan pemerintah dan sistem
hukum.[3]
Visi tersebut dalam kurun waktu yang
lebih pendek khususnya mengacu kepada tuntutan perkembangan yang ada dalam
masyarakat saat ini, mendorong Percik untuk mengutamakan segi-segi berikut:
a.
Peningkatan
kinerja pemerintah lokal menuju kearah pemerintahan lokal yang sehat dan baik.
b.
Meningkatkan
kesadaran politik masyarakat kearah perwujudan prinsip-prinsip bernegara dan
bermasyarakat yang demokratis, menjunjung tinggi penegakan hukum dan menghormati
Hak Azasi Manusia (HAM).
c.
Memperkuat
civil society yang berbasis pada nilai-nilai pluralisme dan toleransi.[4]
Menurut Singgih, untuk dapat
mencapat apa yang menjadi visi dan misinya maka berbagai kegiatan dirancang dan
dilaksanakan oleh Percik. Diantara kegiatan yang pernah dilaksanakan oleh
percik adalah mengadakan seminar, diskusi, silaturahmi, dan kegiatan lainnya
dengan peserta dari masyarakat yang berbeda agama, etnis dan sukunya. Dalam
kegiatannya, Percik juga mengajak pertisipasi para pimpinan agama dan tokoh
masyarakat untuk berkomunikasi bersama-sama.
Selain itu, Percik juga juga melibatkan para anak-anak muda, mahasiswa
dan pelajar untuk bergabung secara aktif dalam kegiatan-kegiatan mereka. Tujuan
dari hal tersebut adalah untuk menanamkan ideologi toleransi dan cinta
kemanusian sejak dini.
Agung Waskito[5]
Adi yang merupakan salah satu satu staff dan peneliti di Percik menambahkan,
bahwa upaya perdamaian yang selama ini dilakukan oleh Percik tidak pernah
terpogramkan dan terkonsep secara rinci. Upaya perdamaian yang selama ini
pernah dilakukan dibiarkan mengalir begitu saja. Selain itu, yang menjadi
konsentrasi darinya selama ini dalam penenganan konflik adalah berorientasi
kepada proses. Menurutnya, jika berorientasi kepada hasil maka seringkali tidak
dapat memuaskan kepada kedua belah pihak sehingga inisiatif perdamaian yang
murni tidak dapat dicapai.
Agung juga mengutarakan bahwa
inisiatif perdamaian sebenarnya sudah terdapat dalam masyarakat sendiri.
Masyarakat sebagai sebuah kumpulan berbagai macam manusia mempunyai potensi
untuk menghasilkan sebuah kesepakatan sosial. Sedangkan peran Percik disini
adalah menjembatani agar inisiatif dan kesepakatan perdamaian atau kesepakatan
sosial tersebut dimunculkan oleh masyarakat sendiri. Kesepakatan yang muncul
kemudian adalah hasil dari masyarakat sendiri, dibangun oleh mereka sendiri dan
dan hasil itu bisa berubah di kemudian hari sesuai dengan kesepakatan mereka.
Jadi peran Percik disini hanya sebatas membangun relasi pertemanan dan persaudaraan
agar ide dan inisiatif dapat tercapai dan diterima oleh semua pihak dengan legowo.
Dalam pelaksanaan berbagai agenda
kegiatan Percik bukan berarti tanpa ada kendala sama sekali. Banyak sekali
kendala dan rintangan yang pernah mereka lalui. Diantara kendala-kendala
tersebut adalah ancaman keselamatan jiwa, intimadasi, sikap pemerintah yang
tidak proakktif, masyarakat yang sulit untuk diajak bekerjasama dan lain
sebagainya. Bahkan pernah suatu hari dalam melakukan pendampingan kasus
sengketa tanah di Kecamatan Bawen Kabupaten Semarang salah seorang dari staff
anggota percik lehernya dikalungi dengan celurit oleh masyarakat sana. Hal
tersebut adalah diantara ancaman yang mengancam keselamatan jiwa yang pernah
diterima oleh staff Percik.
Menghadapi berbagai rintangan
tersebut Percik melakukan beberapa hal agar dapat menyelesaikannya tanpa
menimbulkan konflik yang baru. diantara cara yang dilakukan adalah dengan
membangun komunikasi secara intensif dengan pihak-pihak yang berkonflik. Selain itu mereka juga melakukan pencegahan
lebih dini, mengajak peran serta pemerintah dan tokoh masyarakat, melakukan
gerakan senyap dan terahasia yang terstruktur dan lain sebagainya.
Peranan LSM Percik Dalam Penangan Konflik Secara Damai
Sebagai sebuah LSM bertaraf nasional
yang namanya sudah harum di dunia internasional tentunya banyak kasus
pelanggaran HAM yang telah ditangani oleh Percik. Diantara kasus yang pernah
ditangani oleh Percik akan saya sampaikan secara rinci sebagai berikut:
a.
Kasus
Pelarangan Pendirian Gereja Di Klaten[6]
Kasus ini bermula ketika beberapa
masyarakat yang beragama kristen di suatu daerah di Klaten berkeinginan untuk
mendirikan gereja sebagai tempat ibadah mereka. Akan tetapi keinginan tersebut
ditentang oleh mayoritas masyarakat yang beragama Islam yang berada di daerah
tersebut. Adapun penyebab dari adanya larangan tersebut adalah karena tidak
banyak jumlah pemeluk agama kristen yang tinggal di daerah tersebut. Sehingga
oleh masyarakat dikuatirkan akan terjadi kristenisasi di wilayah tersebut dengan
dibangunnya gereja.
Akibat yang ditimbulkan dengan
adanya pelarangan pembangunan ini sangatlah beragam. Diantara akibat tersebut
adalah keterbatasan dan ketidakmampuan umat beragama yang menjadi minoritas di
daerah tersebut untuk mempunyai sebuah tempat ibadah, sehingga berakibat
menyulitkan mereka untuk beribadah. Adanya hal tersebut dirasakan sebagai
penindasan terhadap hak-hak kaum beragama minoritas. Sehingga hal tersebut
dikuatirkan akan dapat memunculkan ketidaknyamanan dalam masyarakat, kecemburuan
sosial dan bahkan tidak menutup kemungkinan dapat terjadi konflik dan
permusuhan antar agama. Tentunya hal ini dapat mengganggu kehidupan masyarakat
sendiri.
Dalam kasus ini Percik sebagai
sebuah LSM yang ikut mendampingi dan memediasi melakukaan beberapa hal.
Diantara hal yang dilakukan adalah membangun komunikasi intensif antara dua
pihak yang berkonflik, mengajak partsipasi semua elemen masyarakat dan
pemerintah untuk menyelesaikannya, dan ikut menyelesaikan hal tersebut tanpa
terpublikasi ke media. Dari mediasi yang dilakukan akhirnya diambil sebuah
kesepakatan bahwa gereja dapat didirkikan di daerah tersebut dengan syarat
tanpa ada tanda salib di depannya.
b.
Kasus
Beras Murah dan Bantuan Ta’jil Puasa oleh GKJ Manahan Solo[7]
Kasus ini bermula dari kegiatan
bakti sosial yang dilakukan oleh GKJ Manahan pada bulan Ramadhan. Bakti sosial
tersebut berupa menjual beras dengan harga murah dan pemberian ta’jil kepada
tukang becak dan masyarakat di lingkungan sekitar gereja tersebut berada. Akan
tetapi niatan baik yang dilakukan oleh gereja tersebut tidak dapat diterima
oleh sebagian kaum muslimin yang tinggal di wilayah Manahan. Sebagian kaum
muslimin menuduh ada misi kristenisasi dalam bakti sosial yang diselenggarakan.
Selain itu mereka juga meragukan kehalalan dari makanan yang dibagikan karena
tidak diproses atau dimasak secara islami.
Akibat dari adanya konflik tersebut
sempat memanaskan masyarakat Manahan. Bahkan disinyalir akan dapat menimbulkan
bentrokan fisik. Kasus ini sempat membuat geger kota Solo dan memaksa Polres
Solo untuk ikut turun tangan. Selain itu, LSM Percik juga ikut bergerak untuk
memediasi para pihak yang bertikai. Oleh Percik kemudian pihak gereja dan
masyarakat muslim Manahan dipertemukan. Bukan hanya itu saja, bahkan menurut
Agung Percik juga ikut mengundang tokoh dari FPI, HTI, MMI dan PondokPesantren
Ngruki untuk ikut bertemu dan berembug bareng dalam forum mediasi untuk
mendapatkan sebuah hasil yang dapat membawa manfaat bersama.
Dari hasil mediasi tersebut kemudian
menghasilkan sebuah pemahaman bahwa bakti sosial yang diselenggarakan oleh GKJ
Manahan merupakan murni bentuk kepedulian pihak gereja bagi kegiatan ibadah
puasa umat Islam. Selain itu, untuk menepis keraguan tentang kehalalan makanan
yang dibagikan kepada umat muslim saat berbuka puasa (ta’jil) maka disepakati
bahwa untuk selanjutnya makanan ta’jil dimasak di sebuah Masjid di Manahan, dan
bahan-bahannya tetap berasal dari gereja. Akan tetapi sangat disayangkan bahwa
kesepakatan yang telah dicapai dan dapat diterima dengan damai oleh banyak
pihak tersebut tidak boleh dilaksanakan oleh Polres Solo. Larang oleh Polres
Solo tersebut dikarenakan kekuatiran mereka akan timbulnya konflik baru yang
lebih besar.
c.
Kasus
Kerusuhan Temanggung[8]
Kasus kerusuhan Temanggung bermula
dari kasus penodaan agama Islam yang dilakukan oleh Antonius Richmond Bawengan.
Penodaan dilakukan dengan cara menyebarkan selebaran yang menyesatkan
masyarakat. Antonius kemudian ditangkap oleh Banser dan diserahkan kepada
Polres Temanggung untuk diproses dan diadili. Tidak semua element masyarakat
merasa puas dan dapat menerima dengan diserahkannya Antonius ke Pengadilan.
Pada saat sidang menjelang vonis banyak orang yang berdemo di depan Pengadilan.
Akan tetapi demo tersebut kemudian berubah menjadi anarkis dan kerusuhan yang
berujung dengan pemabakaran beberapa gereja di Temanggung.
Akibat adanya konflik tersebut
menyebabkan kondisi kota Temanggung menjadi mencekam. Masyarakat Temanggung
yang terkenal damai tenteram menjadi takut untuk keluar rumah. Masyarakat
kristiani pun banyak yang kuatir untuk beribadah di gereja-gereja mereka.
Selain itu, keharmonisan umat beragama di Temanggung terancam terganggu karena
adanya tindakan kekerasan dan main hakim sendiri oleh beberapa orang.
Menurut Agung, karena adanya kasus
tersebut membuat Polres Temanggung mengirimkan anggotanya ke Percik untuk
meminta bantuan rekonsiliasi dan pendampingan pasca kasus tersebut. Permohonan
bantuan tersebut disikapi oleh Percik dengan mengirimkan anggotanya ke Temanggung
bersama Alissa Wahid (Putri Gus Dur). Akan tetapi delegasi tersebut tertahan di
batas Kota Temanggung dan tidak dapat masuk karena penjagaan dari Polisi yang
ketat. Kemudian bersama Alissa Wahid mereka pergi ke Pon-Pes Api Tegalrejo
Magelang untuk bertemu dengan Gus Yusuf Chludori dan menyusun startegi.
Setelah dapat masuk ke Temanggung
beberapa hari setelah itu kemduai Percik mengadakan investigasi dan dialog
dengan masyarakat dan gereja. Dialog tersebut dilakukan untuk mengembalikan
stabilitas. Selain itu juga diberikan pemahaman karena yang sebenarnya
melakukan pembakaran gereja dan kerusuhan merupakan orang-orang dari luar
Temanggung yang ingin mengganggu ketenangan dan kenyamanan kehidupan masyarakat
disana. Percik juga menggandeng para pemdua di Temanggung dengan cara
memberikan pelatihan jurnalistik kepada mereka.
Menurut M. Akbar, Percik juga
melakukan sarasehan yang melibatkan berbagai kalangan di Temanggung. Sarasehan
tersebut dilakukan untuk melakukan pendampingan dan pemberian wawasan kepada masyarakat.
Selain itu Percik juga mengfektifkan berbagai sara untuk rekonsiliasi konflik,
terutama melaui kesenian.
Dari penyelesaian kasus diatas,
serta hasil pemaparan materi dan wawancara dengan staff percik maka dapat
disimpulkan beberapa metode penangan konflik yang dilakukan oleh Percik. Metode
tersebut adalah:
a.
Membangun
relasi pertemanan dengan semua pihak. Hal ini harus dilakukan dengan fleksibel
dan tidak kaku.
b.
Membangun
komunikasi yang aktif antar semua pihak yang berkonflik.
c.
Berorientasi
kepada proses, bukan hasil. Karena konsep hasil yang ditawarkan belum tentu
diterima oleh pihak-pihak yang berkonflik. Biarkan masyarakat yang berkonflik
yang mencari kesepakatannya sendiri.
d.
Menghindari
konflik politik, dan campr tangan dari luar. Hal ini seringkali memperparah
konflik yang terjadi.
e.
Menghindari
penyelesaian lewat jalur hukum karena seringkali tidak memuaskan satu pihak.
f.
Melakukan
penanganan dan pendampingan secara senyap (silent) dan rahasia, serta tidak
terpublikasi ke media.
g.
Melakukan
pencegahan dini serta pencegahan timbulnya konflik baru.
Menurut Dr. Prajarta Dirdjosanjoto,
SH.,[9] selaku
direktur Percik, konflik yang terjadi di masyarakat biarlah penyelesaiannya
disepakati oleh masyarakat sendiri. Tugas kita hanya mendapingi dan mengawal
agara proses yang berjalan dapat benar dan menghasilkan kesepakatan yang
diterima semua pihak. Menurutnya hal ini didasarkan kepada beberapa hal:
a.
Dalam
masyarakat sendiri penuh dengan potensi konflik.
b.
Masyarakat
mempunyai kemampuan meredam konflik.
c.
Masyarakat
mempunyai kearifan lokal.
d.
Menghargai
upaya-upaya lain yang mempunyai persoalan tersebut.
[1]
http://www.percik.or.id/index.php?option=com_content&task=view&id=12&Itemid=32
[2] Wawancara hari selasa , 07 Oktober 2015 di Kampoeng
Percik
[3] http://www.percik.or.id/index.php?option=com_content&task=view&id=25&Itemid=39
[4]
Op.Cit
[5] Wawancara
hari Selasa , 07 Oktober 2015 di Kampoeng Percik
[6]
Pemaparan Singgih Nugroho dalam Field Trip ke Kampoeng Percik, 01 Oktober 2015
[7]
Wawancara dengan Agung Waskito Adi hari selasa , 07 Oktober 2015 di Kampoeng
Percik
[8]
Wawancara dengan Agung Waskito Adi dan M. Akbar Selasa, 07 Oktober 2015 di
Kampoeng Percik
[9]
Wawancara hari Selasa, 07 Oktober 2015 di Kampoeng Percik
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Jangan Lupa Untuk Meinggalkan Komentar Anda ! Kritik dan Saran Dibutuhkan Untuk Perbaikan Blog Ini Kedepannya.