Madinah sangat berbeda
dengan Makkah. Masyarakatnya lebih heterogen. Bukan hanya suku-sukunya
yang banyak, tetapi agama dan karakter penduduknya lebih kompleks. Jika
di Makkah hanya ada Musyrik dan Muslim/Muwahhid, maka di Madinah selain
ada kelompok tadi juga masih ada Pemeluk Yahudi, dan orang-orang Munafiq
(dalam al-Qur'an seringkali turun ayat yang berkaitan dengan
nifaq/kemunafikan dalam kasus orang-orang Madinah).
Tantangan yang
dihadapi oleh Nabi Muhammad di internal masyarakat Madinah tidak kalah
berat dibanding ketika di Makkah. Nabi berusaha mengharmonikan berbagai
macam karakter dan latar belakang pendudukan Madinah tadi untuk menjadi
sebuah kekuatan yang solid, menjadikan Madinah sebagai pusat dakwah,
ekonomi dan pemerintahan.
Dalam kasus perbedaan pendapat atau bahkan pertentangan
dengan orang Yahudi Madinah, Nabi lebih mendahulukan Musyawarah,
Mediasi, serta kesepakatan berdasarkan kemaslahatan umum. Nabi sadar
bahwa Yahudi Madinah telah ada sebelum hijrahnya beliau. Eksistensi
mereka telah ada, dan mengakar di Madinah. Mereka dicoba dirangkul
dengan memberikan dakwah yang halus dan ramah. Nabi tidak membuat
konflik terbuka, kecuali setelah kasus Perang Khandaq karena kelakuan
Yahudi yang dinilai sudah sangat keblabasan dan membahayakan.
Dalam kasus Nifaq dan
orang-orang Munafiq pun sempat membuat jengkel dan marah sahabat-sahabat
dekat Nabi. Bahkan beberapa diantara mereka hampir dipenggal kepalanya
oleh Umar dan beberapa sahabat lain. Andai saja tidak dicegah oleh Nabi,
tentu pedang yang telah terhunus itu sudah membuat darah tercecer. Nabi
tahu, bahwa timbulnya kemunafikan itu karena belum adanya kemantapan
mereka akan agama Islam, dan belum dilihatnya bukti keagungan dan janji
kemenangan agama Islam bagi orang-orang Munafiq. Oleh karena itu, dakwah
yang diberikan Nabi kepada mereka adalah dengan ibrah serta bukti-bukti
janji Tuhan yang dibuktikan kemudian.
Tantangan dari dua
kelompok tadi sudah sangat berat. Belum lagi ditambah gangguan dari kaum
musyrikin Madinah dan Makkah, serta perselisihan yang kadang timbul di
internal Umat Muslim. Tetapi kenyataannya Dakwah Nabi lebih berhasil
disini. Padahal umur ke-Rasulan beliau di Madinah lebih pendek dibanding
ketika di Makkah.
Sebelum Nabi
berhijrah, Madinah telah mempunyai pasar sebagai Pusat Perekonomian.
Pasar itu bernama Pasar Bani Qainuqa', yang seakan menjadi Ukaz-nya
Madinah. Di situlah titik inti peredaran mata uang dan berlangsungnya
putaran ekonomi yang utama, baik itu barang maupun jasa.
Sayangnya pasar
tersebut dimonopoli oleh orang-orang Yahudi. Sangat sulit orang di luar
Yahudi yang dapat berjualan disitu. Kalaupun ada, dapat dipastikan
karena ada izin khusus atau perkongsian dengan kaum Yahudi. Jika tidak
ada izin khusus, maka dipastikan laba yang didapatkan sangat kecil atau
bahkan mengalami kerugian.
Akibat tindakan
monopoli Yahudi, praktek riba seakan telah menjadi kebiasaan yang sangat
masif dilakukan oleh orang-orang Madinah. Orang kaya semakin kaya, dan
yang miskin akan selalu tercekik lehernya. Pundi-pundi harta yang
dimiliki Yahudi juga semakin bertambah. Tentu hal ini sangat merugikan
kaum muslimin setelah mereka ada di Madinah.
Ketika awal kedatangan
Nabi di Madinah beliau sadar akan supremasi finansial dan ekonomi pihak
Yahudi. Kebangkitan ekonomi Yahudi merupakan bahaya besar yang sangat
mengancam. Oleh karena itu, di awal hijrahnya beliau berfokus kepada
ghozwul iqtishod (perang ekonomi) melawan kebathilan perekonomian yang
ada di Madinah. Perang inilah yang pertama dilakukan oleh Rasul, sebelum
kemudian ada perang terbuka di medan laga.
Untuk menentang
hegemoni Yahudi Madinah dalam perekonomian, maka kemudian Nabi bersiasat
dengan membuat pasar baru. Pasar ini terletak di luar kota Madinah.
Bahkan tempatnya sangat strategis, karena berada di jalur transportasi
masyarakat untuk keluar masuk Kota. Belum lagi pasar ini diramaikan oleh
orang-orang Muhajirin yang memang banyak diantara mereka asalnya adalah
saudagar dan pedagang. Maka lambat laun pasar ini berkembang pesat,
menjadi semakin besar. Pasar ini kemudian terkenal dengan namanya Baqi
al-Khail, karena dekat dengan pekuburan Baqi al-Gharqad.
Di pasar tersebut Nabi melarang pedagang mendirikan tempat
khusus atau tempat permanen untuk berjualan. Hal ini dilakukan supaya
tidak ada diskriminasi dan pedagang yang rugi. Pasar adalah milik
komunal (bersama). Tidak ada yang berhak menempati lokasi khusus. Siapa
yang cepat, dialah yang berhak.
Ketika membuka pasar
ini, Nabi tidak memboikot pasar yang lama (Bani Qainuqa) milik orang
Yahudi. Nabi juga tidak melarang, atau mengharamkan orang lain
bertransaksi disana. Nabi hanya mengatakan bahwa pasar Baqi al-Khail
inilah pasarnya orang muslim dan orang Madinah, tidak boleh ada riba dan
menarik pajak disitu. Dengan begitu lambat laun pasarnya orang Yahudi
akan sepi dan tutup. Dan dengan sendirinya perekonomian mereka akan
redup. Sungguh contoh siasat dakwah hebat yang dilakukan oleh Nabi
Muhammad.
Sebenarnya kaum Yahudi bukan lah penduduk asli di Madinah.
Mereka adalah pendatang. Mereka merupakan kelompok-kelompok yang terusir
dari tanah Romawi karena menerima siksaan disana. Setelah menetap di
Madinah, mereka hidup dengan pola, bahasa, dan nama-nama seperti orang
Arab pada umumnya. Walaupun toh begitu, mereka tetap teguh memegang
fanatisme kelompok, dan seringkali menghina penduduk lokal pribumi.
Di Madinah setidaknya Yahudi terbagi dalam 3 kelompok
besar, yaitu Bani Quraidzoh, Bani al-Nadzir, dan Bani Qainuqa. Dalam
sejarah Politik Madinah sebelum hijrahnya Nabi, ketiga kelompok tadi
sering berkoalisi dengan kelompok pribumi. Kedua kelompok pertama
berkoalisi dengan suku Aus, dan yang terakhir bersekongkol dengan suku
Khazraj.
Kedua suku tadi
seringkali berperang karena intrik dan provokasi orang-orang Yahudi ini.
Adu domba antara suku-sukub Arab juga sering terjadi. Tetapi dari kaum
Yahudi ini lah orang-orang Arab mengetahui bahwa akan ada Nabi yang
diutus sebagai penutup Nabi dan Rasul sebelumnya. Walaupun toh kemudian
setelah Nabi itu diutus kaum Yahudi Madinah tetap mengingkarinya.
Ketika Nabi datang di
Madinah, beliau mengetahui intrik dan akal licik Yahudi yang membuat
Kota itu terus bergejolak. Strategi yang dilakukan oleh Nabi Muhammad
adalah dengan cara membangun Ukhuwah (Persaudaraan) diantara kaum
Muhajirin dan Ansar. Orang-orang Makkah yang datang dengan Nabi,
dipersaudarakan dengan pendudukan pribumi seperti dari suku Aus dan
Khazraj.
Strategi dakwah yang
dilakukan Nabi ini ternyata efektif dan memberikan kemanfaatan yang
besar bagi sosio-kemasyarakatan penduduk Madinah. Selain menjaga
kelangsungan hidup kaum Muhajirin, Persaudaraan tadi juga mengurangi
serta mencegah terjadinya konflik antar suku seperti yang terjadi pada
waktu-waktu sebelumnya. Suku-suku Ansor mulai segan untuk saling
bertikai, karena diantara mereka terdapat orang-orang Muhajirin yang
dipersaudarakan dengan mereka. Ukhuwah tersebut tidak hanya mengikat
persaudaran antara pribumi dan pendatang, tetapi juga merekatkan
persaudaraan antar internal pribumi (Ansor) sendiri yang telah lama
terkoyak-koyak.
Angka konflik yang
terjadi setelah strategi dakwah persaudaraan ini menurun drastis. Sangat
jarang terjadi konflik-konflik lagi. Suku-suku pribumi Madinah sudah
tidak mudah untuk diadu domba lagi. Kalaupun ada, itupun akibat akal
licik orang-orang Yahudi yang kemudian dapat diredam dengan cepat oleh
Nabi Muhammad.
Maka dari ini lah kita
dapat melihat bagaimana strategi dan siasat yang dilakukan oleh Nabi
Muhammad sangat lentur, merakyat tetapi jitu. Nabi tidak melakukan
kekerasan dalam mengharmonikan masyarakat Madinah untuk dijadikan
sebagai kekuatan yang kokoh. Strategi yang dijalankan tidak
mendiskriminasikan dan mengdiskreditkan kelompok lain. Madinah terbukti
kemudian mampu menjadi pusat dakwah Islam, pusat pemerintahan, pusat
perekonomian, dan pusat dari segala bentuk percontohan yang kemudian
menjadi kiblat daerah-daerah lainnya.
Waallahulmusta'an.........
Baca Juga
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Jangan Lupa Untuk Meinggalkan Komentar Anda ! Kritik dan Saran Dibutuhkan Untuk Perbaikan Blog Ini Kedepannya.