Oleh Muhammad Najmuddin Huda (Julius Hisna)
BAB I
PENDAHULUAN
Setelah berakhirnya masa khilafah
Islamiyah, fase selanjutnya adalah masa tabi’in yang pemerintahannya dipimpin
oleh Bani Umayyah. Pada fase ini umat Islam sudah tersebar ke berbagai belahan
dunia. Para pembesar tabi’in tidak terpusat lagi di Makkah Madinah seperti pada
era sahabat. Perluasan wilayah secara besar-besaran menyebabkan banyak para
tabi’in dikirim ke berbagai wilayah untuk menyebarkan ajaran agama Islam.
Walaupun begitu toh perkembangan
ajaran islam di berbagai tempat tidak sepesat perkembangan Islam di tempat
asalnya, Makkah dan Madinah. Di Makkah dan Madinah banyak sekali bermunculan
para mujtahid baik dari generasi tabi’in maupun tabi’it tabiin. Banyak kaum
muslimin dari luar Makkah dan Madinah berkunjung untuk menimba ilmu disitu. Ini
membuktikan bahwa Makkah dan Madinah masih merupakan pusat utama keilmuan Islam
yang murni, yang belum tercampur dengan keilmuan lain terutama dari yunani.
Salah satu mujtahid besar yang lahir
dari kota Madinah adalah Imam Malik bin Anas, muassis madzhab Maliki. Madzhab
Maliki merupakan salah satu madzhab Islam berfaham ahlussunnah wal jamaah yang
dapat bertahan sampai sekarang. Madzhab ini merupakan madzhab yang terkenal
dengan madzhab ahlul hadis karena konsentrasi pendirinya ke hadis nabawi.
Selektifnya pemilahan hadis yang dilakukan oleh Imam Malik serta dalamnya analisis yang dilakukan olehnya
menjadikan fundamen dasar madzhab Maliki sangatlah kuat.
Imam Malik terkenal sebagai seorang
Mujtahid yang berpegang teguh kepada Hadis. Jika Abu Hanifah terkenal sebagai
Ahlur Ra’yi, maka Imam Malik disebut dengan Ahlul Hadis. Diantara karya
besarnya dalam bidang Hadis adalah Kitab Al-Muwatha’. Beliau menulis dan
meneliti karyanya ini selama 40 tahun. Kitab inilah yang kemudian menjadi
fundamen dasar dan menjadi pokok utama dalam pemikiran dan perkembangan madzhab
Maliki. Dalam kitab inilah Imam Malik menuangkan gagasannya terhadap model
ijtihad baru seperti amalu ahlil madinah dan qaul sahabi.
BAB
II
IMAM
MALIK DAN PERKEMBANGAN MADZHAB MALIKIYYAH
A.
Biografi Imam Malik
Nama lengkap Imam Malik adalah Malik
ibnu Anas ibnu Abi ‘Amar Al-Ashbaghi. Beliau dilahirkan di Madinah pada tahun
93 H. Tidak berbeda dengan Abu Hanifah, beliau adalah Ulama yang hidup di dua
zaman. Beliau lahir pada zaman bani Umayyah, tepatnya pada pemerintahan
al-Walid Abd Malik (setelah era kepemerintahan Umar ibn Abd Aziz) dan wafat
pada zaman Bani Abbas, tepatnya pada era pemerintah Harun al-Rasyid (tahun 179
H). beliau sempat mersakan hidup pada zaman bani Umayyah selama 40 tahun, dan
Bani Abbasiyah 46 tahun.
Imam Malik menyaksikan berbagai
pemberontakan rakyat dan kezaliman penguasa waktu itu. Beliau tidak memihak
kepada pemberontak dan tidak pula kepada pemerintah. Beliau memilih tidak
memihak kepada pemberontak karena menurutnya suatu keadaan tidak dapat
diperbaiki dengan pemberontakan. Sedangkan ketidak berpihakannya kepada
pemerintah muncul setelah beliau menyaksikan pemerintah sering melakukan
penindasan terhadap lawan politiknya, seperti terhadap keturunan Ali bin Abi
Thalib. Dalam menyikapi pemberontakan ini Imam Malik pernah berkata, “Apabila
seorang kepala negara mampu berlaku adil dan masyarakat senang menerimanya,
kita tidak boleh memberontak terhadapnya. Jika ia tidak berlaku adil, rakyat
harus bersabar dan memperbaikinya. Apabila ada yang memberontak karena
ketidakadilannya, kita tidak boleh membantu pemerintah menindas pemberontak
itu” (Mubarok, 2000:79).
Imam Malik terkenal sebagai seorang
Mujtahid yang berpegang teguh kepada Hadis. Jika Abu Hanifah terkenal sebagai
Ahlur Ra’yi, maka Imam Malik disebut dengan Ahlul Hadis. Diantara karya
besarnya dalam bidang Hadis adalah Kitab Al-Muwatha’. Beliau menulis dan
meneliti karyanya ini selama 40 tahun. Pada awal mulanya kitab ini memuat lebih
dari sepuluh ribu hadis. Setelah diteliti dan dibuang hadis-hadis yang terdapat
cacatnya maka tinggal sekitar 1500 hadis yang terdapat dalam kitab ini. Kitab
ini telah disyarahi oleh banyak sekali ulama’ baik salaf maupun khalaf,
diantaranya adalah Tanwir Al-Hawalik karya Imam Jalaluddin As-Suyuthi
As-Syafi’I (Al-Sayyis, 1999:180).
Walaupun sama-sama berfahamkan
ahlussunnah wal jamaah yang diikuti oleh jumhurul ulama’, tetapi ada banyak
perbedaan yang terdapat antara Imam Malik dan Abu Hanifah. Diantara hal yang
menyebabkan madzhab Maliki berbeda dengan madzhab Hanbali adalah pertama,
banyak pendapat-pendapat Imam Malik yang dibukukan oleh Imam Malik sendiri di
kota kelahirannya dengan disertai alasan-alasannya. Dengan demikian maka kita
bisa melihat dengan jelas dasar-dasar madzhabnya seperti yang kita lihat dari
kitabnya, Al-Muwatha’. Kedua, madzhab Maliki merupakan hasil karya
penelitiannya. Sumbangan dari murid-muridnya hanya mengenai pendapat-pendapat
yang tidak keluar dari dasar-dasar yang ditetapkan oleh Imam Malik, dan oleh
karena itu murid-murid imam Malik termasuk dalam tingkatan Mujtahid Madzhab
(Hanafi, 1991:152).
B.
Guru dan Murid Imam Malik Serta Penerusnya di Era Modern
Mayoritas ulama’ yang menjadi guru
Imam Malik adalah ulama’ Madinah, karena seumur hidup Imam Malik tidak pernah
keluar dari Madinah kecuali untuk berhaji. Diantara Ulama yang pernah menjadi
tempatnya menimba ilmu adalah:
1.
Abdurrahman
bin Hurmuz (Tabi’in, Wafat 117 H).
2.
Nafi’
Maula Ibnu Umar.
3.
Ibnu
Syihab Az-Zuhri.
4.
Rabiah
bin Abdurrahman (Al-Sayyis, 1999:178).
Sedangkan muridnya sendiri yang
kemudian menjadi ulama’ dan tersebar ke seluruh penjuru dunia berjumlah lebih
dari 1300 ulama’. Diantara murid-muridnya yang terkenal adalah:
1.
Imam
Syafi’i (W. 204 H) adalah salah satu mudrid Imam Malik yang kemudian mendirikan
madzhab sendiri.
2.
Abdurrahman
Ibnu Qasim Al-Maliki (W. 191 H) adalah salah seorang ulama’ yang berguru kepada
Imam Malik lebih dari 20 tahun. Beliau termasuk ulama’ yang berperan dalam
penyusunan kitab al-Mudawwanah dan ikut menyebarkan madzhab Maliki di
Mesir.
3.
Abu
Muhammad Abdullah Ibnu Wahab (W. 197 H). Beliau berguru kepada Imam Malik lebih
dari 17 tahun. Termasuk karyanya adalah kitab Ahwal Al-Qiyamah. Beliau
berperan menyebarkan madzhab Maliki di Mesir dan Maghrib (Maroko).
4.
Asyhab
(W. 204 H).
5.
Ibnul
Furut (W. 213 H).
6.
Yahya
Al-Laitsi..
7.
Utsman
bin Hikam Al-Jadzami.
8.
Ziyad
bin Abdurrahman Al-Qurthuby.
9.
Abdurrahman
Al-Mahzumi.
10.
Abdullah
bin Nafi’ Maula Bani Mahzum, dan yang lainnya (Hanafi, 1991: 153-154, Rayyan,
tt: 118).
Berkat ketekunan para murid-muridnya
maka madzhab Maliki banyak tersebar ke seleruruh penjuru dunia. Diantara
negara-negara yang menjadi pusat madzhab Maliki adalah Maroko, Tunisia,
Muritania, Afrika Utara, Mali, Somalia, Senegal, Sudan, Uni Emirat Arab,
Spanyol, Prancis dan sebagian negara Mesir dan Yaman. Bahkan madzhab Maliki ini
menjadi madzhab resmi di beberapa negara seperti Maroko dan Tunisia. Sedangkan
di Spanyol dan Prancis Undang-Undang Dasar dan beberapa undang-undangnya
merupakan turunan dan adopsi dari kitab-kitab madzhab Maliki, salah satunya
adalah Bidayatul Mujtahid karya Ibnu Rusyd atau yang lebih terkenal di
Eropa dengan julukan Averoes (Rayyan, tt: 120-121).
Diantara ulama’ madzhab Maliki
kontemporer yang banyak memberikan sumbangan pemikiran dan karya bagi madzhab
Maliki di Zaman modern ini adalah Sayyid Muhammad Alwi Al-Maliki. Nama lengkap
beliau adalah As-Sayyid Muhammad bin Alawi bin Abbas Al-Maliki Al-Hasani, yang
merupakan keturunan Nabi Muhammad Saw dari jalur Hasan bin Ali Radhiyaallahu
‘Anhuma. Sayyid Muhammad merupakan salah satu doktor alumni Al-Azhar Mesir
dengan gelar Ph.D yang beliau dapatkan pada umur 25 tahun. Tesisnya dalam
bidang hadits banyak mendapatkan pujian dari banyak kalangan ulama dan profesor
internasional.
Ayahnya, As-Sayyid Alawi Al-Maliki
merupakan salah seorang ulama’ Makkah terkenal di abad yang lalu. Beliau telah
mengajar berbagai ilmu Islam turats di Masjidil Haram selama hampir 40 tahun.
Ratusan murid dari seluruh pelosok dunia telah mengambil faedah daripada beliau
melalui kuliah beliau di Masjidil Haram, dan ramai di kalangan mereka telah
memegang jawatan penting agama di negara masing-masin. Malah, Raja Faisal (Raja
Arab Saudi) tidak akan membuat keputusan berkaitan Makkah melainkan setelah
meminta nasihat dari As-Sayyid Alawi.
Sayyid Muhammad sendiri selain
mengajar di Al-Azhar Mesir juga dilantik menjadi Profesor di Ummul Qura
University Makkah dan mengajar disitu. Setelah wafat ayahandanya beliau
menggantikan kedudukannya mengajar di Masjidil Haram di Makkah dan Masjid
Nabawy di Madinah. Diantara karyanya dalam bidang ushul fiqh adalah Al-Qawa‘id
al-Asasiyyah fi Usul al-Fiqh, Sharh Manzumat al-Waraqat fi Usul al-Fiqh, dan
Mafhum at-Tatawwur wa altTajdid fi al-Shari‘ah al-Islamiyyah. Sedangkan karya beliau dalam bidang fiqh
diantaranya Al-Risalah al-Islamiyyah Kamaluha wa Khuluduha wa ‘Alamiyyatuha dan
Al-Ziyarah al-Nabawiyyah bayn as-Shar‘iyyah wa al-Bid‘iyyah.
C.
Metode dan Dasar Madzhab (Ushulul Madzhab) Maliki
Sebagai sebuah madzhab yang dapat
bertahan dan berkembang sampai sekarang tentunya madzhab Maliki mempunyai fundamen
yang sangat kuat untuk menopang madzhabnya. Fundamen tersebut merupakan metode
ijtihad yang dikembangkan oleh Imam Madzhab yang realistis dan relevan untuk
kemudian dipraktekkan di berbagai tempat dan waktu yang berbeda. Metode ijtihad
itulah yang kemudian diwarisi oleh para murid-muridnya dan bisa bertahan sampai
sekarang.
Metode ijtihad dalam madzhab maliki
berbeda dengan madzhab yang lain karena saking banyaknya. Metode ini terkenal
dengan adillah ‘isyrin (20 Metode Dasar), yaitu:
1.
Ushulul
Khamsah (5 dasar pokok) dalam al-Qur’an,
yaitu
a)
Nash
al-Qur’an.
b)
Dzahir
al-Qur’an yaitu lafadz yang umum
c)
Dalil
al-Qur’an, yaitu Mafhum Muwafaqah.
d)
Mafhum
al-Qur’an, yaitu Mafhum Mukhalafah.
e)
Tanbih
al-Qur’an, yaitu memperhatikan illatnya.
2.
Ushulul
Khamsah (5 dasar pokok) dalam al-Hadis,
yaitu seperti diatas.
3.
Ijma’.
4.
Qiyas.
5.
Amalu
Ahli Madinah
(Tradisi/perbuatan penduduk Madinah). Ini merupakan salah satu metode Ijtihad
yang identik dengan Imam Malik yaitu dengan cara mengambil perbuatan penduduk
madinah yang telah menjadi tradisi untuk menjadi dalil. Beliau berpendapat demikian karena Madinah
merupakan tempat tinggal Nabi Muhammad Saw dan mayoritas sahabat. Sehingga
perilaku dan perbuatan para penduduknya banyak menuruni perbuatan Nabi dan para
sahabatnya. Bahkan menurut Imam Malik, Amalu Ahli Madinah ini merupakan
hujjah yang harus didahulukan atas qiyas dan khabar wahid (hadis yang
diriwayatkan cuma dari satu jalur) walaupun itu khabar wahid. Dan yang
kemudian menjadi kontroversial adalah hal tersebut merupakan metode ijtihad
yang tidak ada ulama’ atau Imam Madzhab lain yang mempraktekkannya. Bahkan
beberapa ulama banyak memberikan bantahan terhadap metode ini seperti Imam
Syafi’I dalam kitabnya al-Um, Laits bin Sa’d dalam Risalahnya dan Abu Yusuf
dalam Kitabnya.
6.
Qaul
Shahabi, yaitu pendapat para sahabat
terkemuka ketika sah jalur sanadnya dan tidak bertentangan dengan dalil yang
lebih kuat. Metode ini menjadi hujjah yang didahulukan atas qiyas menurut Imam
Malik. Imam Ghazali merupakan salah satu ulama yang tidak sepakat dengan metode
ijtihad ini karena sahabat tidaklah ma’shum (terjaga dari berbuat salah)
sehingga dapat keliru dalam berijtihad, seperti yang dijelaskan dalam kitabnya al-Mushtashfa.
7.
Istihsan.
8.
Saddu
Dzara’i.
9.
Muraatul
Khilaf.
10.
Istihbab.
11.
Mashalihul
Mursalah.
12.
Syar’u
Man Qablana (Al-Sayyis,
1999:181-185).
D.
Kitab-Kitab Madzhab Maliki
Sebagai sebuah madzhab besar dan
dapat bertahan puluhan abad, madzhab Maliki telah banyak mewariskan banyak
sekali kitab-kitab yang menjadi pustaka Turats Islami. Diantara
kitab-kitab yang menjadi bahan referensi utama dalam madzhab Maliki adalah:
1.
Al-Muwaththa’ karya Imam Malik. Kitab ini telah banyak sekali disyarahi oleh
para ulama’ dari berbagai madzhab.
2.
Al-Mudawwanah
Al-Kubra karya Abdussalam At-Tanukhi.
3.
Bidayatul
Mujtahid wa Nihayatul Muqtashid
karya Muhammad bin Ahmad bin Muhammad Ibnu Rusyd Al-Qurthuby Al-Andalusi.
4.
Al-I’tisham karya Abi Ishaq Ibnu Musa As-Syatibi.
5.
Mukhtashar
Kholil ala Matn al-Risalah li Ibn Abi Zaid Aql-Qairawani karya Syaikh Abdul Madjid As-Syarnubi Al-Azhari.
6.
Syarah
Tanqih al-Fushul fi Ikhtishar al-mahsul fil Ushul karya Syihabuddin Abu al-Abbas Ahmad ibn Idris al-Qurafi yang
merupakan kitab dalam fan ushul fiqh.
7.
Al-Muwafaqat
fi Ushul al-Ahkam karya Abu
Ishaq ibn Musa Al-Syatibi yang merupakan kitab dalam fan ushul fiqh, dan yang
lainnya (Mubarok, 2000:100).
E.
Contoh Produk Hukum Madzhab Maliki.
Diantara beberapa contoh produk
hukum madzhab Maliki atau Imam Malik adalah:
1.
Menikahkan
Anak Gadis Dengan Paksa.
Dalam pelajaran fikih munakahat dikenal dengan istilah wali mujbir.
Wali berhak menikahkan anak gadisnya dengan paksa tanpa ada izin dari anak yang
bersangkutan. Imam Malik berpendapat bahwa bapak yang anak perempuannya tanpa
izin dari anak yang bersangkutan adalah sah. Hujjah Imam Malik adalah amal
ahli Madinah.
2.
Hak
Bulan Madu Bagi Suami yang Berpoligami.
Suami yang beristri lebih dari seorang berhak berbukan madu dengan
istri yang baru dinikahinya. Menurut Imam Malik, apabila perempuan yang
dinikahinya masih gadis hak bulan madunya adalah 7 malam. Sedangkan apabila
perempuan yang dinikahinya berstatus janda maka hak bulan madunya adalah 3
malam (Mubarok, 2000:92-93).
3.
Menikahi
Perempuan Dalam Masa Iddah.
Ulama’ sepakat tentang ketidakbolehan menikah bagi wanita yang
masih dalam keadaan iddah, baik karena ditinggal mati maupun cerai. Namun
ulama’ berbeda pendapat dalam menentukan sanksi bagi perempuan yang
melanggarnya, yakni menikah dalam keadaan iddah dan sudah melakukan hubungan
suami istri. Menurut Imam Abu Hanifah, Imam Syafi’I dan Imam Al-Tsauri,
perempuan tersebut harus dipisahkan, apabila waktu tunggunya telah selesai ia
boleh menikah kembali dengan laki-laki yang menikahinya tadi. Sedangkan menurut
Imam Malik, ia wajib dipisahkan dan baginya diharamkan (selamanya) menikah
dengan laki-laki yang menikahinya dalam waktu tunggu. Hujjah ini berdasarkan
qaul sahabi, yaitu pendapat umar bin khattab yang diriwayatkan dari az-Zuhri
(Mubarok, 2000:98).
4.
Eksistensi
Lembaga Pemerintahan dan Syarat Kepala Negara
Dalam hal ini dikemukakan oleh Ibnu Kholdun, salah seorang ulama’
madzhab Malikiyyah. Ibnu Khaldun berpendapat bahwa pembentukan pemerintahan
(imamah) dan pengangkatan kepala negara (imam) adalah suatu keharusan. Para
sahabat nabi dan para tabi’in telah membuat konsensus umum (ijma’) bahwa
mendirikan pemerintahan adalah wajib menurut hukum. Jika pembentukan imamah itu
atas petunjuk syariat, yakni dengan cara ijma’, maka wajibnya adalah fardhu
kifayah. Bagaimana cara pembentukannya itu menjadi wewenang dan tanggung
jawab ahlul halli wal ‘aqdi. Bila ia sudah terbentuk, setiap individu
wajib menunjukkan ketaatan kepadanya. Menurut Ibnu Kholdun, disamping kepala
negara harus dipilih oleh Ahlul Halli Wal ‘Aqdi, kepala negara juga
harus memenuhi lima persyaratan: a) Berilmu Pengetahuan; b) Al-Kifayat; c)
Berlaku Adil; d) Sehat panca Indra; dan e) Keturunan Quraisy (Pulungan, 2002: 58,
Musa, 1990:72).
BAB III
PENUTUP
Alhamdulillahirabbil‘alamin, berkat usaha keras bersama dari teman-teman satu
kelompok, tugas pembuatan makalah ini dapat selesai dengan tanpa ada halangan
suatu apapun. Tentunya dalam pembuatan Makalah ini
masih banyak kekurangan yang perlu diperbaiki. Dari itu, kami memohon dengan
sangat kepada ibu Dosen dan teman-teman pembaca untuk selalu
membimbing kami agar Makalah kami menjadi lebih baik lagi.
Demikian ada kurang dan lebihnya,
atas nama segenap anggota kelompok senantiasa mohon ma'af yang sebesar-besarnya.
Dan akhirnya semoga Makalah ini selalu
membawa kemanfaatan bagi kita semua .
Amin.
DAFTAR PUSTAKA
Al-Sayis, Muhammad Ali. 1999. Tariikh
Al-Fiqhi Al-Islami; The History Of The Islamic Jurisprudence. Beirut: Dar
Al-Fikr.
Hanafi, Ahmad. 1991. Pengantar
Dan Sejarah Hukum Islam. Jakarta: PT Bulan Bintang.
Mubarok, Jaih. 2000. Sejarah dan
Perkembangan Islam. Bandung: PT. Remaja Rosdakaraya.
Musa, M. Yusuf. 1990. Politik Dan Negara Dalam Islam. Al-Ikhlas.
Surabaya.
Pulungan, J. Suyuthi. 2002. Fiqh Siyasah: Ajaran, Sejarah Dan Pemikiran.
PT. Raja Grafindo Persada. Jakarta.
Rayyan, Ahmad Ali Taha. tt. Mudzakarat
Fi Taariikhi Al-Tasyri’ Al-Islami. Tareem: Maktabah Al-Ahgaff.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Jangan Lupa Untuk Meinggalkan Komentar Anda ! Kritik dan Saran Dibutuhkan Untuk Perbaikan Blog Ini Kedepannya.