Menggagas Pendanaan Parpol Dari APBN Yang Akuntabel Dan Transparan - Sang Pemburu Badai

Sabtu, 30 Mei 2015

Menggagas Pendanaan Parpol Dari APBN Yang Akuntabel Dan Transparan

Oleh M. Najmuddin Huda Ad-Danusyiri (Julius Hisna)




BAB I
Pendahuluan
                                                                                                            
A.    Latar Belakang
Dewasa ini partai politik sudah sangat akrab di lingkungan kita. Sebagai lembaga politik, partai bukan dengan sendirinya ada. Kelahirannya mempunyai sejarah cukup panjang, meskipun juga belum cukup tua. Bisa dikatakan partai politil merupakan organisasi yang baru dalam kehidupan manusia, jauh lebih muda dibandingkan dengan organisasi negara. Dan ia baru ada di negara modern.
Posisi dan peranan partai politik dalam proses interaksi antara Negara dengan rakyat dalam wujud kebijakan publik, disadari telah menjadi idealitas terjauh dari identitas partai modern. Sebab bila partai politik tidak dapat beranjak dari fungsi konvensionalnya yang sebatas perebutan kekuasaan semata, maka dalam konteks diamika sosial yang ada, hal tersebut tidak menemukan signifikansi yang tinggi. Masyarakat modern adalah mereka yang memandang politik tidak lagi sebatas ikatan ideologis dan keyakinan semata. Masyarakat modern lebih melihat politik sebagai proses aktualisasi diri dan kepentingan mereka yang akan diwujudkan dalam bentuk kebijakan politik
Tidak ada partai politik yang dapat tumbuh berkembang tanpa dukungan keuangan kuat. Uang tersebut diperlukan untuk mengonsolidasi organisasi, mengader anggota, menyerap aspirasi, membangun citra, berkampanye, dan lain-lain. Pada mulanya, semua kebutuhan keuangan partai politik dipenuhi oleh iuran anggota. Hubungan ideologis kuat antara partai politik dengan anggota menyebabkan partai politik tidak sulit menggalang dana dari anggota. Namun, sejalan dengan perubahan struktur sosial masyarakat dan penataan sistem pemerintahan demokrasi yang semakin kompleks, kini nyaris tidak ada partai politik yang hidup sepenuhnya dari iuran anggota.
Oleh karena itulah Menteri Dalam Negeri, Tjahjo Kumolo memberi sinyal kuat skema pembiayaan partai politik (parpol) melalui Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN). Bahkan dia menyebut, setiap parpol akan mendapat anggaran Rp 1 triliun untuk parpol yang lolos ambang batas untuk ikut pemilu 2019. Dana tersebut tidak hanya digunakan untuk menyongsong pemilu, tapi juga untuk memutar roda organisasi partai, baik untuk kegiatan operasional maupun untuk pendidikan kader. Meskipun angkanya bisa berubah, namun sinyal ini menunjukkan adanya upaya terobosan untuk membangun kehidupan partai yang bersih dan akuntabel.

B.     Rumusan Masalah
Dari latar belakang diatas setidaknya ada 3 hal yang dapat dijadikan sebagai rumusan masalah, yaitu:
1.             Bagaimanakah Posisi Partai Politik Dalam Negara Modern ?
2.             Bagaimanakah Peran Partai Politik Bagi Negara Demokrasi ?
3.             Bagaimana pandangan para ahli hukum terhadap pendanaan Parpol dari APBN ?, dan bagaimanakah efektivitas pendanaan tersebut ?



BAB II
PEMBAHASAN

A.    Partai Politik Dalam Negara Modern
Secara umum dapat dikatakan bahwa partai politik adalah suatu kelompok terorganisir yang anggotanya mempunyai orientasi, nilai-nilai, dan cita-cita yang sama. Tujuan kelompok ini ialah memperoleh kekuasaan politik dan merebut kedudukan politik dengan cara konstitutional untuk melaksanakan programnya. Sigmund neuman dalam bukunya Modern Political Parties seperti yang dikutip oleh Miriam Budiardjo (2008:404) memberikan definisi partai politik sebagai “organisasi dari aktivis-aktivis politik yang berusaha untuk menguasai kekuasaan pemerintahan serta merebut dukungan rakyat melalui persaingan dengan suatu golongan atau golongan lain yang mempunyai pandangan berbeda”. Dalam Undang-undang No 02 tahun 2011 tentang Partai Politik merumuskan definisi Partai politik yaituorganisasi yang bersifat nasional dan dibentuk oleh sekelompok warga negara Indonesia secara sukarela atas dasar kesamaan kehendak dan cita-cita untuk memperjuangkan, dan membela kepentingan politik anggota, masyarakat, bangsa dan negara, serta memelihara keutuhan Negara Kesatuan Republik Indonesia berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945”.
Partai politik merupakan sarana bagi warga negara untuk turut serta atau berpartisipasi dalam proses pengelolaan negara. Dewasa ini partai politik sudah sangat akrab di lingkungan kita. Sebagai lembaga politik, partai bukan dengan sendirinya ada. Kelahirannya mempunyai sejarah cukup panjang, meskipun juga belum cukup tua. Bisa dikatakan partai politil merupakan organisasi yang baru dalam kehidupan manusia, jauh lebih muda dibandingkan dengan organisasi negara. Dan ia baru ada di negara modern.
Partai politik pertama-tama lahir di negara-negara Eropa Barat. Dengan luasnya gagasan bahwa rakyat merupakan faktor yang perlu diperhitungkan serta diikut sertakan dalam proses politik, maka partai politik telah lahir secara spontan dan berkembang menjadi penghubung antara rakyat di satu pihak dan pemerintah di pihak lain. Partai politik berangkat dari anggapan bahwa dengan membentuk wadak organisasi mereka bisa menyatukan orang-orang yang mempunyai pikiran serupa sehingga pikiran dan orientasi mereka bisa dikonsolidasikan. Dengan begitu pengaruh mereka bisa lebih besar dalam pembuatan dan pelaksanaan keputusan (Budiardjo, 2008:403).
Menurut Joseph Lapalomba dan Myron Weiner, partai politik merupakan a creature of modern and modernizing political system. Partai politik memang lahir dan berkembang ketika gejala modernisasi sedang berkembang di Eropa, setelah revolusi industry. Karena itu awal perkembangan parpol bisa di uraikan sebagi berikut; Pertama, ia merupakan salah satu indikator gejala modernisasi masyarakat, di mana telah terjadi ledakan partisipasi masyarakat dan pemindahan hak-hak politik kepada masyarakat semakin meluas. Kedua, teori situasi historis (historical-situation theory), di mana kemudian partai poitik berkaitan dengan krisis yang terjadi di dalam suatu masyarakat.
Ada tiga jenis krisis yang mendorong kemuncuan partai. Pertama, krisis legitimasi seiring dengan modernisasi di Eropa dimana terjadi perubahan-perubahan besar, termasuk di dalamnya adalah tuntutan perubahan otoritas yang di miliki oleh kerajaan foedal. Masyarakat, terutama kalangan menengah, borjuis, tidak lagi memandang penguasa memiliki legitimasi. Parpol di dirikan sebagai upaya untuk mencari pemimipin yang memiliki otoritas yang legitimate. Adapun keterkaitan antara berdirinya partai dengan upaya memperbaiki krisis legitimasi ini adalah karena terdapat kecenderungan perubahan dasar legitimasi. Kalau sebelumnya legitimasi datangnya dari atas, kerajaan, maka berikutnya legitimasi datangnya dari bawah (masyarakat). Dengan demikian partai politik merupakan instrument kelas menengah untuk memperoleh dukungan dari bawah. Kedua, krisis integritas. Hal ini di mulai ketika modernisasi di Eropa juga menimbulkan ancaman berupa disentegrasi wilayah. Kemunculan parpol di maksudkan untuk mengatasi krisis integrasi, terutama apabila parpol memiliki basis dukungan yang lintas wilayah. Ketiga, dengan adanya krisis partisipasi telah membawa perubahan-perubahan besar di bidang social, ekonomi, dan system stratifikasi. Akibatnya, penguasa yang sudah kehilangan legitimasi juga kehilangan partisipasi rakyat. Melalui parpol, rakyat bisa lebih berperan di dalam menentukan kebijakan Negara (Koirudin, 2004: 65).
Dari pemaparan normatif di atas terlihat bahwa sesungguhnya kemunculan partai politik dalam koridor teori partai politik itu tidak lepas dari makin tingginya dinamika masyarakat yang membutuhkan fasilitas sistematik. Wujud dari upaya untuk memberikan fasilitas sistematik tersebut adalah tersedia lembaga-lembaga sosial (social institutions) yang dapat di gunakan sebagai alat bagi masyarakat dalam interaksi sosialnya. Dan salah satu dari berbagai pranata sosial yang ada itu salah satunya adalah partai politik. Sebab Indonesia sebagai sebuah Negara pada dasarnya dapat dianalogikan sebagai organisme hidup yang mengalami pertumbuhan dan perkembangan, sehingga dengan demikian semakin terlihat akan kebutuhan negara Indonesia sebagai negara modern akan partai politik.

B.     Peran Partai Politik Bagi Negara Demokrasi
Posisi dan peranan partai politik dalam proses interaksi antara Negara dengan rakyat dalam wujud kebijakan publik, disadari telah menjadi idealitas terjauh dari identitas partai modern. Sebab bila partai politik tidak dapat beranjak dari fungsi konvensionalnya yang sebatas perebutan kekuasaan semata, maka dalam konteks diamika sosial yang ada, hal tersebut tidak menemukan signifikansi yang tinggi. Masyarakat modern adalah mereka yang memandang politik tidak lagi sebatas ikatan ideologis dan keyakinan semata. Masyarakat modern lebih melihat politik sebagai proses aktualisasi diri dan kepentingan mereka yang akan diwujudkan dalam bentuk kebijakan politik.
Dalam hal ini apa yang di sebut dengan partisipasi masyarakat menjadi satu kunci dalam mengidentifikasi kualitas kiprah dari lembaga-lembaga sosial politik yang hidup di masyarakat. Masyarakat modern yang semakin cerdas dan makin cukup akses informasinya tidak dapat lagi di pandang sebagai entitas bisu yang hanya untuk di kuantifikasi oleh kekuasaan. Masyarakat modern adalah mereka yang mengerti betul arti partisipasi mereka dalam proses politik Negara. Pergeseran dinamika sosial dari masyarakat konvensional monarkis ke masyarakat modern seperti inilah yang membuat perubahan signifikan atas keberadaan partai politik tersebut (Koirudin, 2004:68).
Dalam konteks ini, sejak berkembangnya revolusi partisipasi rakyat, maka parpol semakin menjadi bagian penting dari sistem politik modern. Bahkan Roy C. Macridis mengatakan, tidak ada sistem politk yang berlangsung tanpa parpol. Di dalam masyarakat modern parpol menjadi fenomena umum dalam kehidupan politik. Parpol sebagai suatu asosiasi politik yang mengaktifkan, memobilisasi masyarakat, mewakili kepentingan tertentu, dan melakukan pengkaderan yang kemudian melahirkan pemimpin telah menjadi suatu keharusan. Parpol dengan demikian menjadi salah satu instrument penting untuk memobilisasi masyarakat ke dalam kekuasaan Negara. Ini berarti parpol pada dasarnya adalah alat untuk memperoleh kekuasaan dan untuk memerintah (Koirudin, 2004:67-68).
Akan tetapi, seperti yang sudah di jelaskan di atas, apapun definisi ideology yang di gunakan setiap partai politik bersifat doktriner, pragmatis atau jalan tengah dari keduanya. Dari uraian ini dirumuskan bahwa partai pilitik merupakan kelompok anggota yang terorganisasi secar rapi dan stabil yang di persatukan dan di motivasi dengan ideology tertentu, dan yang berusaha mencari dan mempertahankan melaksanakan alternatif  kebijakan publik yang mereka susun. Alternatif kebijakan publik yang di susun ini merupakan hasil pemaduan berbagai kepentingan yang hidup di masyarakat. Sedangkan cara mencari dan mempertahankan kekuasaan guna melaksanakan kebijakan publik  dapat melalui pemilihan umum dan cara-cara yang lain yang sah (Koirudin, 2004: 69).
 Di negara demokrasi, partai Politik mempunyai beberapa fungsi. Fungsi-fungsi tersebut adalah:
1.    Sebagai sarana komunikasi politik.
Di masyarakat modern yang luas dan kompleks, banyak ragam pendapat dan aspirasi yang berkembang. Pendapat atau aspirasi seseorang atau suatu kelompok akan hilang tak berbekas seperti suara di padang pasir, apabila tidak ditampung dan digabung dengan pendapat dan aspirasi orang lainyang senada. Proses ini dinamakan penggabungan kepentingan (interest aggregation). Sesudah digabungkan, pendapat atau aspirasi tadi dioalah dan dirumuskan dalam bentuk yang lebih teratur. Proses ini dinamakan perumusan kepentingan (interest articulation). Setelah itu partai politik merumuskannya menjadi usul kebijakan. Usul kebijakan ini dimasukkan ke dalam program atau platform partai (goal formulation) untuk diperjuangkan atau disampaikan melalui parlemen kepada pemerintah agar dijadikan kebijakan umum (public policy). Demikianlah tuntutan dan kepentingan masyarakat disampaikan kepada pemerintah melalui partai politik.
Di sisi lain, partai politik juga berfungsi memperbincangkan dan menyebarluaskan rencana-rencana dan kebijakan-kebijakan pemerintah. Dengan demikian terjadi arus informasi dan dialog dua arah, dari atas ke bawah dan dari bawah ke atas. Dalam pada itu partai politik memainkan peran sebagai penghubung antara yang memerintah dan yang diperintah. Peran partai sebagai jembatan sangat penting, karena di satupihak kebijakan pemerintah perlu dijelaskan kepada semua kelompok masyarakat, dan di pihak lain pemerintah harus tanggap terhadap tuntutan masyarakat (Budiardjo, 2008:405-406).
2.    Sebagai sarana Sosialisasi politik
Sosialisasi politik diartikan sebagai suatu proses yang melaluinya seseorang memperoleh sikap dan orientasi terhadap fenomena politik, yang umumnya berlaku dalam masyarakat dimana ia berada. Ia adalah bagian dari proses yang menentuka sikap politil seseorang, misalnya mengenai nasionalisme, kelas sosial, suku bangsa, ideologi, hak dan kewajiban. Dimensi lain dari sosialisasi politik adalah sebagai proses yang melaluinya masyarakat menyampiakan “budaya politik” yaitu norma-norma dan nilai-nilai, dari satu generasi ke generasi selanjutnya. Dengan demikian sosialisasi politik merupakan faktor penting dalam terbentuknya budaya politik (political culture) suatu bangsa.
Sisi lain dari  fungsi sosialisasi politik partai adalah upaya menciptakan citra (image) bahwa ia memperjuangkan kepentingan umum. Ini penting jika dikaitkan dengan tujuan partai untuk menguasai pemerintahan melalui kemenangan dalam pemilihan umum. Karena itu partai harus memperoleh dukungan seluas mungkin, dan partai berkepentingan agar para pendukungnya mempunyai solidaritas yang kuat dengan partainya (Budiardjo, 2008:408).
3.    Sebagai Sarana Rekrutmen Politik
Fungsi ini berkaitan erat dengan seleksi kepemimpinan, baik kepemimpinan internal partai maupun kepemimpinan nasional yang lebih luas.untuk kepentingan internalnya, setiap partai butuh kader-kader yang berkualitas, karena hanya dengan kader demikian ia dapat menjadi partai yang mempunyai kesempatan lebih besar untuk mengembangkan diri. Dengan mempunyai kader-kader yang baik, partai tidak akan sulit menentukan pemimpinnya sendiri dan mempunyai peluang untuk mengajukan calon untuk masuk ke bursa kepemimpinan nasional (Budiardjo, 2008:408). 
4.    Sebagai Sarana Pengatur Konflik (Conflict Management)
Partai politik dapat dikatakn sebagai penghubung psikologis dan organisasional antara waraga negara dengan pemerintahannya. Selain itu partai juga melakukan konsolidasi dan artikulasi tuntutan-tuntutan yang beragam dan berkembang di berbagai kelompok masyarakat. Partai juga merekut orang-orang untuk diikutsertakan dalam kontes pemilihan wakil-wakil rakyat dan menemukan orang-orang yang cakap untuk menduduki posisi-posisi eksekutif. Pelakasanaan fungsi-fungsi ini dapat dijadikan instrumen untuk mengukur keberhasilan atau kegagalan partai politik di negara demokrasi (Budiardjo, 2008:409).
Dengan meluasnya gagasan bahwa rakyat harus di ikutsertakan dalam proses politik, maka parpol telah lahir dan berkembang menjadi penghubung penting antara rakyat dan pemerintah. Bahkan parpol di anggap sebagi perwujudan atau lambang Negara modern. Oleh karena itu, hamper semua Negara demokrasi maupun komunis, Negara maju maupun Negara berkembang, memiliki partai politik. Namun bentuk dan fungsi partai politik di berbagai Negara berbeda satu sama lain sesuai dengan sistem politik yang di terapkan di Negara itu. Gagasan mengenai partisipasi politik rakyat melalui partai poltik di Negara-negara yang menerapkan system politik demokrasi, memiliki dasar budaya politik dan ideologi yang kuat bahwa rakyat ikut serta menentukan seseorang yang akan menjadi pemimpin mereka untuk menentukan isi kebijakan politik yang mempengaruhi kehidupan mereka (Koirudin, 2004: 69).
Dari uraian tersebut di atas terlihat jelas bahwa pekerjaan parpol dalam hal perebutan kekuasaan itu adalah sarana saja. Dan lebih dari itu fungsi perebitan kekuasaan juga merupakan sebagian kecil dari pekerjaan parpol dalam konteks kehidupan bermasyarakat dan bernegara. Ini di tunjukkan dengan operasionalisasi fungsi kekuasaan itu yang hanya berlangsung dalam lima ratus tahunan, sedangkan fungsi yang paling pokok justru terletak pada bagaimana manuver taktis parpol dalam perwujudan kebijakan public. Sebab kebijakan public adalah wujud nyata dari interaksi antara Negara dengan masyarakat. Dan di situlah fungsi dan peran parpol yang mencoba untuk mengidentifikasi dirinya sebagai partai politik modern.

C.    Pendanaan Parpol Oleh APBN
Tidak ada partai politik yang dapat tumbuh berkembang tanpa dukungan keuangan kuat. Uang tersebut diperlukan untuk mengonsolidasi organisasi, mengader anggota, menyerap aspirasi, membangun citra, berkampanye, dan lain-lain. Pada mulanya, semua kebutuhan keuangan partai politik dipenuhi oleh iuran anggota. Hubungan ideologis kuat antara partai politik dengan anggota menyebabkan partai politik tidak sulit menggalang dana dari anggota. Namun, sejalan dengan perubahan struktur sosial masyarakat dan penataan sistem pemerintahan demokrasi yang semakin kompleks, kini nyaris tidak ada partai politik yang hidup sepenuhnya dari iuran anggota (Supriyanto & Lia, 2012:7).
Bantuan untuk parpol sebenarnya sudah diterapkan di Indonesia meskipun jumlahnya dianggap masih terlalu kecil. Selama ini bantuan keuangan dari pemerintah diberikan kepada parpol yang perolehan suaranya melebihi ambang batas dan setiap suara diberi nilai Rp. 108. Partai Demokrat sebagai pemenang pemilu 2009 dengan perolehan suara 21,6 juta misalnya, mendapatkan bantuan sekitar Rp. 2,3 miliar. Bantuan pendanaan parpol yang dilakukan pemerintah selama ini terbilang sangat kecil. Dalam riset yang dilakukan Perludem, bantuan pemerintah tidak lebih dari 1,3 persen dari seluruh biaya yang diperlukan partai dalam mengelola organisasi setiap tahun. Karena itulah, pengelola partai politik mencari sumber-sumber keuangan dengan melakukan praktik-praktik koruptif. Hal ini antara lain ditandai dengan banyaknya politikus yang terjerat kasus korupsi.
Singkatnya, pendanaan parpol merupakan wilayah yang gelap. Dalam pemilu 2014 lalu memang ada sedikit kemajuan. Setiap peserta pemilu dan pilpres harus melaporkan dana kampanye sebagaimana diatur dalam Peraturan Komisi Pemilihan Umum (PKPU) No. 17 Tahun 2013. Namun demikian, upaya ini belum sepenuhnya mengubah habitus partai politik. Mahalnya biaya berdemokrasi membuat partai politik berlomba-lomba untuk mencari dana politik antara lain dengan berebut posisi-posisi strategis di pemerintahan dan mencari sponsor yang tidak jelas (Komisi Informasi, 2015:1).
Oleh karena itulah Menteri Dalam Negeri, Tjahjo Kumolo memberi sinyal kuat skema pembiayaan partai politik (parpol) melalui Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN). Bahkan dia menyebut, setiap parpol akan mendapat anggaran Rp 1 triliun untuk parpol yang lolos ambang batas untuk ikut pemilu 2019. Dana tersebut tidak hanya digunakan untuk menyongsong pemilu, tapi juga untuk memutar roda organisasi partai, baik untuk kegiatan operasional maupun untuk pendidikan kader. Meskipun angkanya bisa berubah, namun sinyal ini menunjukkan adanya upaya terobosan untuk membangun kehidupan partai yang bersih dan akuntabel.
Banyak kalangan yang tidak setuju akan adanya pendanaan partai politik oleh APBN ini. Beberapa alasan mereka menolaknya adalah Pertama, parpol belum mempunyai perangkat transparansi dan akuntabilitas pengelelolaan keuangan APBN. Studi yang dilakukan Forum Indonesia untuk Transparansi Anggaran (FITRA) menunjukkan, bantuan keuangan yang selama ini diberikan kepada partai politik tidak dikelola dengan transparan dan akuntabel. Karena itu, parpol harus didorong mempunyai perangkat pengelolaan keuangan yang transparan dan akuntabel. Jika hal ini tidak dibenahi, memberi subsidi dana besar pada partai hanya akan menjadi “bancakan” di tengah sulitnya kehidupan rakyat.
Kedua, terkait dengan poin di atas, kesadaran pengelola parpol tentang keterbukaan informasi masih sangat rendah. Untuk mengukur tingkat keterbukaan informasi yang paling elementer adalah dengan melihat sejauh mana parpol menerapkan standar layanan informasi sebagaimana diatur dalam UU No. 14 Tahun 2008 tentang Keterbukaan Informasi Publik. Dalam Pemeringkatan Keterbukaan Informasi tahun 2014 oleh Komisi Informasi Pusat, dari 12 partai tingkat pusat yang dikirim formulir untuk self assessment, hanya 4 (empat) partai yang mengembalikan, yaitu Gerindra, PKS, PKB dan PAN. Dari tiga partai itu, setelah dilakukan verifikasi website dan visitasi untuk pengecekan dokumen, skor keterbukaan informasi tertinggi adalah 57 (dari nilai maksimal 100) dan terendah 16. Hal ini menunjukkan, prinsip-prinsip keterbukaan informasi masih jauh dari angan-angan pengelola parpol.
Ketiga, masih kuatnya kultur transaksi politik dengan barter materi. Sejumlah studi tentang money politics, baik dalam pemilu legislatif, pilkada, bahkan juga pilpres menunjukkan politik uang dianggap sebagai hal yang lumrah. Jual beli dukungan dalam pilkada baik antara kandidat dengan parpol, maupun kandidat dengan pemilih merupakan praktik politik yang nyaris dianggap “halal”. Tidak ada jaminan praktik seperti ini akan hilang dengan subsidi besar dengan uang APBN. Praktik demikian bukan semata persoalan dana parpol yang tidak mencukupi, tapi lebih karena kebiasaan korup yang dilakukan politikus (Komisi Informasi, 2015:1)..
Sedangkan pihak yang pro mengatakan bahwa pendanaan parpol oleh APBN bertujuan untuk nenekan korupsi. Kurangnya dana partai menjadi penyebab pejabat negara (dari partai) melakukan korupsi. Sebab, selama ini kader partai harus menggunakan dana pribadi untuk berkampanye dan saat mencalonkan diri dalam pemilu. Oleh karena itu Partai perlu pendanaan pemerintah, agar tak ada kebebasan kader cari obyek proyek pendanaan partai. Dana pengelolaan partai tentu beragam. Semakin besar dan banyak cabangnya, semakin besar pula biayanya.
Melihat pada hal diatas saya berpendapat bahwa partai politik seyogyanya didanai dari APBN. Alasan mengapa saya berpendapat demikian adalah karena partai politik mempunyai beberapa peran yang signifikan terhadap negara Indonesia, bahkan menjadi sesuatu bagian yang tidak bisa terpisahkan karena partai politik menjadi salah satu unsur demokrasi. Peran-peran penting partai politik bagi negara adalah :
1.    Sebagai sarana komunikasi politik.
2.    Sebagai sarana Sosialisasi politik
3.    Sebagai Sarana Rekrutmen Politik
4.    Sebagai Sarana Pengatur Konflik (Conflict Management)
Dan yang paling penting adalah peran partai politik dalam mencetak kepemimpinan nasional. Sehingga dengan banyaknya peran partai politik yang diberikan kepada negara sangatlah layak jika nantinya partai politik mendapatkan pendanaan dari APBN.
Selain itu juga, pendanaan partai politik juga berfungsi untuk menekan korupsi. Selama ini kasus korupsi yang dilakukan oleh para politikus sangatlah tinggi, bahkan paling tinggi diantara jenis pekerjaan yang lain. Selama ini kader partai harus menggunakan dana pribadi untuk berkampanye dan saat mencalonkan diri dalam pemilu. Dan mereka akan mencari kembalian modal yang mereka keluarkan ketika mereka menjabat. Oleh karena itu Partai perlu pendanaan pemerintah, agar tak ada kebebasan kader cari obyek proyek pendanaan partai. Dana pengelolaan partai tentu beragam. Semakin besar dan banyak cabangnya, semakin besar pula biayanya.
Walaupun begitu harus ada syarat-syarat khusus agar pendanaan yang digelontorkan oleh APBN kepada partai politik dapat tepat sasaran. Syarat-syarat yang harus dipenuhi tersebut adalah
1.             Partai politik harus perangkat transparansi dan akuntabilitas pengelelolaan keuangan APBN. Ini bertujuan agar bantuan keuangan yang diberikan kepada partai politik dapat dikelola dengan transparan dan akuntabel.
2.             Partai Politik  harus meningkatkan keterbukaan informasi.
3.             Partai politik menyusun dan mengajukan program kerja yang mana hal tersebut sesuai dengan fungsi partai politik dalam negara demokrasi. Hal inilah sangat penting agar partai politik tidak hanya difungsikan sebagai sarana pengejar kekuasaan semata.
Jika partai politik tidak memenuhi syarat-syarat diatas maka pemerintah berhak untuk mencabut pendanaan yang diberikan kepada parpol.
            Pemerintah dalam hal ini harus benar-benar mebuat regulasi yang mengatur pemberian dana dari APBN kepada parpol. Dalam regulasi tersebut, selain memsaukkan hal-hal diatas pemerintah juga harus memasukkan jadwal bantuan keuangan partai politik seperti cara pengajuan, penggunaan, dan  laporan pertanggungjawaban serta laporannya. Selain itu juga harus dijelaskan juga secara kongkrit peruntukan dana tersebut untuk program yang memang sudah diagendakan atau ditentukan sebelumnya.
Selain hal diatas, masih ada satu lain yang juga harus menjadi perhatian penting pemerintah, terutama dalam agenda pemberantasan korupsi. Pemerintah harus menyusun sebuah aturan baku yang mengatur pembubaran partai politik apabila telah secara jelas terbukti mendapat dana aliran korupsi, baik itu berasal dari kadernya atau pun bukan. Ketegasan ini adalah timbal balik dari pemberian dana dari APBN yang berasal dari rakyat. Sehingga dengan demikian agenda pemerintah dalam berbagai bidang dapat terlakasana dengan sekali jalan.





BAB III
PENUTUP

Dari pemaparan diatas setidaknnya bisa disimpulkan beberapa hal yang juga menjadi rekomendasi:
1.               Partai politik seyogyanya didanai dari APBN. Alasannya mengapa saya berpendapat demikian adalah karena partai politik mempunyai beberapa peran yang signifikan terhadap negara Indonesia, bahkan menjadi sesuatu bagian yang tidak bisa terpisahkan karena partai politik menjadi salah satu unsur demokrasi. Peran-peran penting partai politik bagi negara adalah :
a.         Sebagai sarana komunikasi politik.
b.        Sebagai sarana Sosialisasi politik
c.         Sebagai Sarana Rekrutmen Politik
d.        Sebagai Sarana Pengatur Konflik (Conflict Management)
Dan yang paling penting adalah peran partai politik dalam mencetak kepemimpinan nasional. Sehingga dengan banyaknya peran partai politik yang diberikan kepada negara sangatlah layak jika nantinya partai politik mendapatkan pendanaan dari APBN.
2.               Harus ada syarat-syarat khusus agar pendanaan yang digelontorkan oleh APBN kepada partai politik dapat tepat sasaran. Jika partai politik tidak memenuhi syarat-syarat diatas maka pemerintah berhak untuk mencabut pendanaan yang diberikan kepada parpol.
3.               Pemerintah, terutama dalam agenda pemberantasan korupsi harus menyusun sebuah aturan baku yang mengatur pembubaran partai politik apabila telah secara jelas terbukti mendapat dana aliran korupsi, baik itu berasal dari kadernya atau pun bukan. Ketegasan ini adalah timbal balik dari pemberian dana dari APBN yang berasal dari rakyat. Sehingga dengan demikian agenda pemerintah dalam berbagai bidang dapat terlakasana dengan sekali jalan.


Daftar Pustaka


Budiardjo, Miriam. 2008. Dasar-Dasar Ilmu Politik. Jakarta: PT. Gramedia Pustaka Utama.
Koirudin. 2004. Partai Politik Dan Agenda Transisi Demokrasi; Menakar Kinerja Partai Politik Era Transisi Di Indonesia. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.
Supriyanto, Didik & Lia Wulandari. 2012. Bantuan Keuangan Partai Politik; Metode Penetapan Besaran, Transparansi, dan Akuntabilitas Pengelolaan. Jakarta: Yayasan Perludem.
Komisi Informasi. 2015. Transparansi Pendanaan Parpol. (Online). (http://www.komisiinformasi.go.id/news/view/transparansi-pendanaan-parpol, Diakses 17 Mei 2015).
Tempo. 2015. Begini Asal Mula Dana Parpol 1 Trilyyun. (Online).  (http://nasional.tempo.co/read/news/2015/03/11/078648973/Begini-Asal-Mula-Dana-Parpol-Rp-1-Triliun, Diakses 17 Mei 2015).
Sekretariat Negara. 2011. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 2 Tahun 2011 Tentang Partai Politik. Jakarta: Sekretariat Negara.


*Makalah ini disampaikan dalam Debat Kontitusi Mahasiswa Nasional Antar Perguruan Tinggi tahun 2015 yang diselenggarakan oleh Mahkamah Konstitusi (MK) di Universitas Islam Indonesia (UII) Yogyakarta, 24-26 Mei 2015.


Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Jangan Lupa Untuk Meinggalkan Komentar Anda ! Kritik dan Saran Dibutuhkan Untuk Perbaikan Blog Ini Kedepannya.