Oleh M. Najmuddin Huda Ad-Danusyiri (Julius Hisna)
BAB I
Pendahuluan
A.
Latar Belakang
Dewasa
ini partai politik sudah sangat akrab di lingkungan kita. Sebagai lembaga
politik, partai bukan dengan sendirinya ada. Kelahirannya mempunyai sejarah
cukup panjang, meskipun juga belum cukup tua. Bisa dikatakan partai politil
merupakan organisasi yang baru dalam kehidupan manusia, jauh lebih muda
dibandingkan dengan organisasi negara. Dan ia baru ada di negara modern.
Posisi
dan peranan partai politik dalam proses interaksi antara Negara dengan rakyat dalam
wujud kebijakan publik, disadari telah menjadi idealitas terjauh dari identitas
partai modern. Sebab bila partai politik tidak dapat beranjak dari fungsi
konvensionalnya yang sebatas perebutan kekuasaan semata, maka dalam konteks
diamika sosial yang ada, hal tersebut tidak menemukan signifikansi yang tinggi.
Masyarakat modern adalah mereka yang memandang politik tidak lagi sebatas
ikatan ideologis dan keyakinan semata. Masyarakat modern lebih melihat politik
sebagai proses aktualisasi diri dan kepentingan mereka yang akan diwujudkan
dalam bentuk kebijakan politik
Tidak
ada partai politik yang dapat tumbuh berkembang tanpa dukungan keuangan kuat.
Uang tersebut diperlukan untuk mengonsolidasi organisasi, mengader anggota,
menyerap aspirasi, membangun citra, berkampanye, dan lain-lain. Pada mulanya,
semua kebutuhan keuangan partai politik dipenuhi oleh iuran anggota. Hubungan
ideologis kuat antara partai politik dengan anggota menyebabkan partai politik
tidak sulit menggalang dana dari anggota. Namun, sejalan dengan perubahan
struktur sosial masyarakat dan penataan sistem pemerintahan demokrasi yang
semakin kompleks, kini nyaris tidak ada partai politik yang hidup sepenuhnya
dari iuran anggota.
Oleh
karena itulah Menteri Dalam Negeri, Tjahjo Kumolo memberi sinyal kuat skema
pembiayaan partai politik (parpol) melalui Anggaran Pendapatan dan Belanja
Negara (APBN). Bahkan dia menyebut, setiap parpol akan mendapat anggaran Rp 1
triliun untuk parpol yang lolos ambang batas untuk ikut pemilu 2019. Dana
tersebut tidak hanya digunakan untuk menyongsong pemilu, tapi juga untuk
memutar roda organisasi partai, baik untuk kegiatan operasional maupun untuk
pendidikan kader. Meskipun angkanya bisa berubah, namun sinyal ini menunjukkan
adanya upaya terobosan untuk membangun kehidupan partai yang bersih dan
akuntabel.
B. Rumusan Masalah
Dari latar
belakang diatas setidaknya ada 3 hal yang dapat dijadikan sebagai rumusan
masalah, yaitu:
1.
Bagaimanakah
Posisi Partai Politik Dalam Negara Modern ?
2.
Bagaimanakah
Peran Partai Politik Bagi Negara Demokrasi ?
3.
Bagaimana
pandangan para ahli hukum terhadap pendanaan Parpol dari APBN ?, dan
bagaimanakah efektivitas pendanaan tersebut ?
BAB
II
PEMBAHASAN
PEMBAHASAN
A.
Partai Politik Dalam Negara Modern
Secara umum dapat dikatakan bahwa partai politik adalah suatu kelompok
terorganisir yang anggotanya mempunyai orientasi, nilai-nilai, dan cita-cita
yang sama. Tujuan kelompok ini ialah memperoleh kekuasaan politik dan merebut
kedudukan politik dengan cara konstitutional untuk melaksanakan programnya.
Sigmund neuman dalam bukunya Modern Political Parties seperti yang dikutip oleh
Miriam Budiardjo (2008:404) memberikan definisi partai politik sebagai “organisasi
dari aktivis-aktivis politik yang berusaha untuk menguasai kekuasaan
pemerintahan serta merebut dukungan rakyat melalui persaingan dengan suatu
golongan atau golongan lain yang mempunyai pandangan berbeda”. Dalam Undang-undang No 02 tahun 2011 tentang Partai Politik
merumuskan definisi Partai politik yaitu “organisasi yang bersifat nasional dan dibentuk oleh sekelompok
warga negara Indonesia secara sukarela atas dasar kesamaan kehendak dan
cita-cita untuk memperjuangkan, dan membela kepentingan politik anggota,
masyarakat, bangsa dan negara, serta memelihara keutuhan Negara Kesatuan
Republik Indonesia berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar Negara
Republik Indonesia Tahun 1945”.
Partai
politik merupakan sarana bagi warga negara untuk turut serta atau
berpartisipasi dalam proses pengelolaan negara. Dewasa ini partai politik sudah
sangat akrab di lingkungan kita. Sebagai lembaga politik, partai bukan dengan
sendirinya ada. Kelahirannya mempunyai sejarah cukup panjang, meskipun juga
belum cukup tua. Bisa dikatakan partai politil merupakan organisasi yang baru
dalam kehidupan manusia, jauh lebih muda dibandingkan dengan organisasi negara.
Dan ia baru ada di negara modern.
Partai
politik pertama-tama lahir di negara-negara Eropa Barat. Dengan luasnya gagasan
bahwa rakyat merupakan faktor yang perlu diperhitungkan serta diikut sertakan
dalam proses politik, maka partai politik telah lahir secara spontan dan
berkembang menjadi penghubung antara rakyat di satu pihak dan pemerintah di
pihak lain. Partai politik berangkat dari anggapan bahwa dengan membentuk wadak
organisasi mereka bisa menyatukan orang-orang yang mempunyai pikiran serupa
sehingga pikiran dan orientasi mereka bisa dikonsolidasikan. Dengan begitu
pengaruh mereka bisa lebih besar dalam pembuatan dan pelaksanaan keputusan
(Budiardjo, 2008:403).
Menurut
Joseph Lapalomba dan Myron Weiner, partai politik merupakan a creature of
modern and modernizing political system. Partai politik memang lahir dan
berkembang ketika gejala modernisasi sedang berkembang di Eropa, setelah
revolusi industry. Karena itu awal perkembangan parpol bisa di uraikan sebagi
berikut; Pertama, ia merupakan salah satu indikator gejala modernisasi
masyarakat, di mana telah terjadi ledakan partisipasi masyarakat dan pemindahan
hak-hak politik kepada masyarakat semakin meluas. Kedua, teori situasi historis
(historical-situation theory), di mana kemudian partai poitik berkaitan
dengan krisis yang terjadi di dalam suatu masyarakat.
Ada
tiga jenis krisis yang mendorong kemuncuan partai. Pertama, krisis legitimasi
seiring dengan modernisasi di Eropa dimana terjadi perubahan-perubahan besar,
termasuk di dalamnya adalah tuntutan perubahan otoritas yang di miliki oleh
kerajaan foedal. Masyarakat, terutama kalangan menengah, borjuis, tidak lagi
memandang penguasa memiliki legitimasi. Parpol di dirikan sebagai upaya untuk
mencari pemimipin yang memiliki otoritas yang legitimate. Adapun keterkaitan
antara berdirinya partai dengan upaya memperbaiki krisis legitimasi ini adalah
karena terdapat kecenderungan perubahan dasar legitimasi. Kalau sebelumnya legitimasi
datangnya dari atas, kerajaan, maka berikutnya legitimasi datangnya dari bawah
(masyarakat). Dengan demikian partai politik merupakan instrument kelas
menengah untuk memperoleh dukungan dari bawah. Kedua, krisis integritas. Hal
ini di mulai ketika modernisasi di Eropa juga menimbulkan ancaman berupa
disentegrasi wilayah. Kemunculan parpol di maksudkan untuk mengatasi krisis
integrasi, terutama apabila parpol memiliki basis dukungan yang lintas wilayah.
Ketiga, dengan adanya krisis partisipasi telah membawa perubahan-perubahan
besar di bidang social, ekonomi, dan system stratifikasi. Akibatnya, penguasa
yang sudah kehilangan legitimasi juga kehilangan partisipasi rakyat. Melalui
parpol, rakyat bisa lebih berperan di dalam menentukan kebijakan Negara (Koirudin,
2004: 65).
Dari
pemaparan normatif di atas terlihat bahwa sesungguhnya kemunculan partai
politik dalam koridor teori partai politik itu tidak lepas dari makin tingginya
dinamika masyarakat yang membutuhkan fasilitas sistematik. Wujud dari upaya untuk
memberikan fasilitas sistematik tersebut adalah tersedia lembaga-lembaga sosial
(social institutions) yang dapat di gunakan sebagai alat bagi masyarakat
dalam interaksi sosialnya. Dan salah satu dari berbagai pranata sosial yang ada
itu salah satunya adalah partai politik. Sebab Indonesia sebagai sebuah Negara
pada dasarnya dapat dianalogikan sebagai organisme hidup yang mengalami
pertumbuhan dan perkembangan, sehingga dengan demikian semakin terlihat akan
kebutuhan negara Indonesia sebagai negara modern akan partai politik.
B.
Peran Partai Politik Bagi Negara Demokrasi
Posisi
dan peranan partai politik dalam proses interaksi antara Negara dengan rakyat dalam
wujud kebijakan publik, disadari telah menjadi idealitas terjauh dari identitas
partai modern. Sebab bila partai politik tidak dapat beranjak dari fungsi
konvensionalnya yang sebatas perebutan kekuasaan semata, maka dalam konteks
diamika sosial yang ada, hal tersebut tidak menemukan signifikansi yang tinggi.
Masyarakat modern adalah mereka yang memandang politik tidak lagi sebatas
ikatan ideologis dan keyakinan semata. Masyarakat modern lebih melihat politik
sebagai proses aktualisasi diri dan kepentingan mereka yang akan diwujudkan
dalam bentuk kebijakan politik.
Dalam
hal ini apa yang di sebut dengan partisipasi masyarakat menjadi satu kunci
dalam mengidentifikasi kualitas kiprah dari lembaga-lembaga sosial politik yang
hidup di masyarakat. Masyarakat modern yang semakin cerdas dan makin cukup
akses informasinya tidak dapat lagi di pandang sebagai entitas bisu yang hanya
untuk di kuantifikasi oleh kekuasaan. Masyarakat modern adalah mereka yang
mengerti betul arti partisipasi mereka dalam proses politik Negara. Pergeseran
dinamika sosial dari masyarakat konvensional monarkis ke masyarakat modern seperti
inilah yang membuat perubahan signifikan atas keberadaan partai politik
tersebut (Koirudin, 2004:68).
Dalam
konteks ini, sejak berkembangnya revolusi partisipasi rakyat, maka parpol
semakin menjadi bagian penting dari sistem politik modern. Bahkan Roy C.
Macridis mengatakan, tidak ada sistem politk yang berlangsung tanpa parpol. Di
dalam masyarakat modern parpol menjadi fenomena umum dalam kehidupan politik.
Parpol sebagai suatu asosiasi politik yang mengaktifkan, memobilisasi
masyarakat, mewakili kepentingan tertentu, dan melakukan pengkaderan yang
kemudian melahirkan pemimpin telah menjadi suatu keharusan. Parpol dengan
demikian menjadi salah satu instrument penting untuk memobilisasi masyarakat ke
dalam kekuasaan Negara. Ini berarti parpol pada dasarnya adalah alat untuk
memperoleh kekuasaan dan untuk memerintah (Koirudin, 2004:67-68).
Akan
tetapi, seperti yang sudah di jelaskan di atas, apapun definisi ideology yang
di gunakan setiap partai politik bersifat doktriner, pragmatis atau jalan
tengah dari keduanya. Dari uraian ini dirumuskan bahwa partai pilitik merupakan
kelompok anggota yang terorganisasi secar rapi dan stabil yang di persatukan
dan di motivasi dengan ideology tertentu, dan yang berusaha mencari dan
mempertahankan melaksanakan alternatif kebijakan publik yang mereka susun. Alternatif
kebijakan publik yang di susun ini merupakan hasil pemaduan berbagai
kepentingan yang hidup di masyarakat. Sedangkan cara mencari dan mempertahankan
kekuasaan guna melaksanakan kebijakan publik
dapat melalui pemilihan umum dan cara-cara yang lain yang sah (Koirudin,
2004: 69).
Di negara demokrasi, partai Politik mempunyai
beberapa fungsi. Fungsi-fungsi tersebut adalah:
1. Sebagai
sarana komunikasi politik.
Di masyarakat modern yang luas dan
kompleks, banyak ragam pendapat dan aspirasi yang berkembang. Pendapat atau
aspirasi seseorang atau suatu kelompok akan hilang tak berbekas seperti suara
di padang pasir, apabila tidak ditampung dan digabung dengan pendapat dan
aspirasi orang lainyang senada. Proses ini dinamakan penggabungan kepentingan (interest
aggregation). Sesudah digabungkan, pendapat atau aspirasi tadi dioalah dan
dirumuskan dalam bentuk yang lebih teratur. Proses ini dinamakan perumusan
kepentingan (interest articulation). Setelah itu partai politik
merumuskannya menjadi usul kebijakan. Usul kebijakan ini dimasukkan ke dalam
program atau platform partai (goal formulation) untuk diperjuangkan atau
disampaikan melalui parlemen kepada pemerintah agar dijadikan kebijakan umum (public
policy). Demikianlah tuntutan dan kepentingan masyarakat disampaikan kepada
pemerintah melalui partai politik.
Di sisi lain, partai politik juga
berfungsi memperbincangkan dan menyebarluaskan rencana-rencana dan
kebijakan-kebijakan pemerintah. Dengan demikian terjadi arus informasi dan
dialog dua arah, dari atas ke bawah dan dari bawah ke atas. Dalam pada itu
partai politik memainkan peran sebagai penghubung antara yang memerintah dan
yang diperintah. Peran partai sebagai jembatan sangat penting, karena di
satupihak kebijakan pemerintah perlu dijelaskan kepada semua kelompok
masyarakat, dan di pihak lain pemerintah harus tanggap terhadap tuntutan
masyarakat (Budiardjo, 2008:405-406).
2. Sebagai
sarana Sosialisasi politik
Sosialisasi politik diartikan
sebagai suatu proses yang melaluinya seseorang memperoleh sikap dan orientasi
terhadap fenomena politik, yang umumnya berlaku dalam masyarakat dimana ia
berada. Ia adalah bagian dari proses yang menentuka sikap politil seseorang,
misalnya mengenai nasionalisme, kelas sosial, suku bangsa, ideologi, hak dan
kewajiban. Dimensi lain dari sosialisasi politik adalah sebagai proses yang
melaluinya masyarakat menyampiakan “budaya politik” yaitu norma-norma dan
nilai-nilai, dari satu generasi ke generasi selanjutnya. Dengan demikian
sosialisasi politik merupakan faktor penting dalam terbentuknya budaya politik
(political culture) suatu bangsa.
Sisi lain dari fungsi sosialisasi politik partai adalah
upaya menciptakan citra (image) bahwa ia memperjuangkan kepentingan
umum. Ini penting jika dikaitkan dengan tujuan partai untuk menguasai
pemerintahan melalui kemenangan dalam pemilihan umum. Karena itu partai harus
memperoleh dukungan seluas mungkin, dan partai berkepentingan agar para
pendukungnya mempunyai solidaritas yang kuat dengan partainya (Budiardjo,
2008:408).
3. Sebagai
Sarana Rekrutmen Politik
Fungsi ini berkaitan erat dengan
seleksi kepemimpinan, baik kepemimpinan internal partai maupun kepemimpinan
nasional yang lebih luas.untuk kepentingan internalnya, setiap partai butuh
kader-kader yang berkualitas, karena hanya dengan kader demikian ia dapat
menjadi partai yang mempunyai kesempatan lebih besar untuk mengembangkan diri.
Dengan mempunyai kader-kader yang baik, partai tidak akan sulit menentukan
pemimpinnya sendiri dan mempunyai peluang untuk mengajukan calon untuk masuk ke
bursa kepemimpinan nasional (Budiardjo, 2008:408).
4. Sebagai
Sarana Pengatur Konflik (Conflict Management)
Partai politik dapat dikatakn
sebagai penghubung psikologis dan organisasional antara waraga negara dengan
pemerintahannya. Selain itu partai juga melakukan konsolidasi dan artikulasi
tuntutan-tuntutan yang beragam dan berkembang di berbagai kelompok masyarakat.
Partai juga merekut orang-orang untuk diikutsertakan dalam kontes pemilihan
wakil-wakil rakyat dan menemukan orang-orang yang cakap untuk menduduki
posisi-posisi eksekutif. Pelakasanaan fungsi-fungsi ini dapat dijadikan
instrumen untuk mengukur keberhasilan atau kegagalan partai politik di negara
demokrasi (Budiardjo, 2008:409).
Dengan meluasnya gagasan bahwa
rakyat harus di ikutsertakan dalam proses politik, maka parpol telah lahir dan
berkembang menjadi penghubung penting antara rakyat dan pemerintah. Bahkan
parpol di anggap sebagi perwujudan atau lambang Negara modern. Oleh karena itu,
hamper semua Negara demokrasi maupun komunis, Negara maju maupun Negara
berkembang, memiliki partai politik. Namun bentuk dan fungsi partai politik di
berbagai Negara berbeda satu sama lain sesuai dengan sistem politik yang di
terapkan di Negara itu. Gagasan mengenai partisipasi politik rakyat melalui
partai poltik di Negara-negara yang menerapkan system politik demokrasi,
memiliki dasar budaya politik dan ideologi yang kuat bahwa rakyat ikut serta
menentukan seseorang yang akan menjadi pemimpin mereka untuk menentukan isi
kebijakan politik yang mempengaruhi kehidupan mereka (Koirudin, 2004: 69).
Dari
uraian tersebut di atas terlihat jelas bahwa pekerjaan parpol dalam hal
perebutan kekuasaan itu adalah sarana saja. Dan lebih dari itu fungsi perebitan
kekuasaan juga merupakan sebagian kecil dari pekerjaan parpol dalam konteks
kehidupan bermasyarakat dan bernegara. Ini di tunjukkan dengan operasionalisasi
fungsi kekuasaan itu yang hanya berlangsung dalam lima ratus tahunan, sedangkan
fungsi yang paling pokok justru terletak pada bagaimana manuver taktis parpol
dalam perwujudan kebijakan public. Sebab kebijakan public adalah wujud nyata
dari interaksi antara Negara dengan masyarakat. Dan di situlah fungsi dan peran
parpol yang mencoba untuk mengidentifikasi dirinya sebagai partai politik
modern.
C.
Pendanaan Parpol Oleh APBN
Tidak
ada partai politik yang dapat tumbuh berkembang tanpa dukungan keuangan kuat.
Uang tersebut diperlukan untuk mengonsolidasi organisasi, mengader anggota,
menyerap aspirasi, membangun citra, berkampanye, dan lain-lain. Pada mulanya,
semua kebutuhan keuangan partai politik dipenuhi oleh iuran anggota. Hubungan
ideologis kuat antara partai politik dengan anggota menyebabkan partai politik
tidak sulit menggalang dana dari anggota. Namun, sejalan dengan perubahan
struktur sosial masyarakat dan penataan sistem pemerintahan demokrasi yang
semakin kompleks, kini nyaris tidak ada partai politik yang hidup sepenuhnya
dari iuran anggota (Supriyanto & Lia, 2012:7).
Bantuan
untuk parpol sebenarnya sudah diterapkan di Indonesia meskipun jumlahnya
dianggap masih terlalu kecil. Selama ini bantuan keuangan dari pemerintah
diberikan kepada parpol yang perolehan suaranya melebihi ambang batas dan
setiap suara diberi nilai Rp. 108. Partai Demokrat sebagai pemenang pemilu 2009
dengan perolehan suara 21,6 juta misalnya, mendapatkan bantuan sekitar Rp. 2,3
miliar. Bantuan pendanaan parpol yang dilakukan pemerintah selama ini terbilang
sangat kecil. Dalam riset yang dilakukan Perludem, bantuan pemerintah tidak
lebih dari 1,3 persen dari seluruh biaya yang diperlukan partai dalam mengelola
organisasi setiap tahun. Karena itulah, pengelola partai politik mencari
sumber-sumber keuangan dengan melakukan praktik-praktik koruptif. Hal ini
antara lain ditandai dengan banyaknya politikus yang terjerat kasus korupsi.
Singkatnya,
pendanaan parpol merupakan wilayah yang gelap. Dalam pemilu 2014 lalu memang
ada sedikit kemajuan. Setiap peserta pemilu dan pilpres harus melaporkan dana
kampanye sebagaimana diatur dalam Peraturan Komisi Pemilihan Umum (PKPU) No. 17
Tahun 2013. Namun demikian, upaya ini belum sepenuhnya mengubah habitus partai
politik. Mahalnya biaya berdemokrasi membuat partai politik berlomba-lomba
untuk mencari dana politik antara lain dengan berebut posisi-posisi strategis
di pemerintahan dan mencari sponsor yang tidak jelas (Komisi Informasi, 2015:1).
Oleh
karena itulah Menteri Dalam Negeri, Tjahjo Kumolo memberi sinyal kuat skema
pembiayaan partai politik (parpol) melalui Anggaran Pendapatan dan Belanja
Negara (APBN). Bahkan dia menyebut, setiap parpol akan mendapat anggaran Rp 1
triliun untuk parpol yang lolos ambang batas untuk ikut pemilu 2019. Dana
tersebut tidak hanya digunakan untuk menyongsong pemilu, tapi juga untuk
memutar roda organisasi partai, baik untuk kegiatan operasional maupun untuk
pendidikan kader. Meskipun angkanya bisa berubah, namun sinyal ini menunjukkan
adanya upaya terobosan untuk membangun kehidupan partai yang bersih dan
akuntabel.
Banyak
kalangan yang tidak setuju akan adanya pendanaan partai politik oleh APBN ini.
Beberapa alasan mereka menolaknya adalah Pertama, parpol belum mempunyai
perangkat transparansi dan akuntabilitas pengelelolaan keuangan APBN. Studi
yang dilakukan Forum Indonesia untuk Transparansi Anggaran (FITRA) menunjukkan,
bantuan keuangan yang selama ini diberikan kepada partai politik tidak dikelola
dengan transparan dan akuntabel. Karena itu, parpol harus didorong mempunyai
perangkat pengelolaan keuangan yang transparan dan akuntabel. Jika hal ini
tidak dibenahi, memberi subsidi dana besar pada partai hanya akan menjadi
“bancakan” di tengah sulitnya kehidupan rakyat.
Kedua, terkait
dengan poin di atas, kesadaran pengelola parpol tentang keterbukaan informasi
masih sangat rendah. Untuk mengukur tingkat keterbukaan informasi yang paling
elementer adalah dengan melihat sejauh mana parpol menerapkan standar layanan
informasi sebagaimana diatur dalam UU No. 14 Tahun 2008 tentang Keterbukaan
Informasi Publik. Dalam Pemeringkatan Keterbukaan Informasi tahun 2014 oleh
Komisi Informasi Pusat, dari 12 partai tingkat pusat yang dikirim formulir
untuk self assessment, hanya 4 (empat) partai yang mengembalikan, yaitu
Gerindra, PKS, PKB dan PAN. Dari tiga partai itu, setelah dilakukan verifikasi
website dan visitasi untuk pengecekan dokumen, skor keterbukaan informasi
tertinggi adalah 57 (dari nilai maksimal 100) dan terendah 16. Hal ini
menunjukkan, prinsip-prinsip keterbukaan informasi masih jauh dari angan-angan
pengelola parpol.
Ketiga, masih
kuatnya kultur transaksi politik dengan barter materi. Sejumlah studi
tentang money politics, baik dalam pemilu legislatif, pilkada, bahkan
juga pilpres menunjukkan politik uang dianggap sebagai hal yang lumrah. Jual
beli dukungan dalam pilkada baik antara kandidat dengan parpol, maupun kandidat
dengan pemilih merupakan praktik politik yang nyaris dianggap “halal”. Tidak
ada jaminan praktik seperti ini akan hilang dengan subsidi besar dengan uang APBN.
Praktik demikian bukan semata persoalan dana parpol yang tidak mencukupi, tapi
lebih karena kebiasaan korup yang dilakukan politikus (Komisi Informasi,
2015:1)..
Sedangkan
pihak yang pro mengatakan bahwa pendanaan parpol oleh APBN bertujuan untuk nenekan
korupsi. Kurangnya dana partai menjadi penyebab pejabat negara (dari partai)
melakukan korupsi. Sebab, selama ini kader partai harus menggunakan dana
pribadi untuk berkampanye dan saat mencalonkan diri dalam pemilu. Oleh karena
itu Partai perlu pendanaan pemerintah, agar tak ada kebebasan kader cari obyek
proyek pendanaan partai. Dana pengelolaan partai tentu beragam. Semakin besar
dan banyak cabangnya, semakin besar pula biayanya.
Melihat
pada hal diatas saya berpendapat bahwa partai politik seyogyanya didanai dari
APBN. Alasan mengapa saya berpendapat demikian adalah karena partai politik
mempunyai beberapa peran yang signifikan terhadap negara Indonesia, bahkan
menjadi sesuatu bagian yang tidak bisa terpisahkan karena partai politik
menjadi salah satu unsur demokrasi. Peran-peran penting partai politik bagi
negara adalah :
1. Sebagai
sarana komunikasi politik.
2. Sebagai
sarana Sosialisasi politik
3. Sebagai
Sarana Rekrutmen Politik
4. Sebagai
Sarana Pengatur Konflik (Conflict Management)
Dan yang paling
penting adalah peran partai politik dalam mencetak kepemimpinan nasional.
Sehingga dengan banyaknya peran partai politik yang diberikan kepada negara
sangatlah layak jika nantinya partai politik mendapatkan pendanaan dari APBN.
Selain
itu juga, pendanaan partai politik juga berfungsi untuk menekan korupsi. Selama
ini kasus korupsi yang dilakukan oleh para politikus sangatlah tinggi, bahkan
paling tinggi diantara jenis pekerjaan yang lain. Selama ini kader partai harus
menggunakan dana pribadi untuk berkampanye dan saat mencalonkan diri dalam
pemilu. Dan mereka akan mencari kembalian modal yang mereka keluarkan ketika
mereka menjabat. Oleh karena itu Partai perlu pendanaan pemerintah, agar tak
ada kebebasan kader cari obyek proyek pendanaan partai. Dana pengelolaan partai
tentu beragam. Semakin besar dan banyak cabangnya, semakin besar pula biayanya.
Walaupun
begitu harus ada syarat-syarat khusus agar pendanaan yang digelontorkan oleh
APBN kepada partai politik dapat tepat sasaran. Syarat-syarat yang harus
dipenuhi tersebut adalah
1.
Partai
politik harus perangkat transparansi dan akuntabilitas pengelelolaan keuangan
APBN. Ini bertujuan agar bantuan keuangan yang diberikan kepada partai politik
dapat dikelola dengan transparan dan akuntabel.
2.
Partai
Politik harus meningkatkan keterbukaan
informasi.
3.
Partai
politik menyusun dan mengajukan program kerja yang mana hal tersebut sesuai
dengan fungsi partai politik dalam negara demokrasi. Hal inilah sangat penting
agar partai politik tidak hanya difungsikan sebagai sarana pengejar kekuasaan
semata.
Jika partai
politik tidak memenuhi syarat-syarat diatas maka pemerintah berhak untuk
mencabut pendanaan yang diberikan kepada parpol.
Pemerintah dalam hal ini harus
benar-benar mebuat regulasi yang mengatur pemberian dana dari APBN kepada
parpol. Dalam regulasi tersebut, selain memsaukkan hal-hal diatas pemerintah
juga harus memasukkan jadwal bantuan keuangan partai politik seperti cara pengajuan,
penggunaan, dan laporan
pertanggungjawaban serta laporannya. Selain itu juga harus dijelaskan juga
secara kongkrit peruntukan dana tersebut untuk program yang memang sudah
diagendakan atau ditentukan sebelumnya.
Selain
hal diatas, masih ada satu lain yang juga harus menjadi perhatian penting
pemerintah, terutama dalam agenda pemberantasan korupsi. Pemerintah harus
menyusun sebuah aturan baku yang mengatur pembubaran partai politik apabila
telah secara jelas terbukti mendapat dana aliran korupsi, baik itu berasal dari
kadernya atau pun bukan. Ketegasan ini adalah timbal balik dari pemberian dana
dari APBN yang berasal dari rakyat. Sehingga dengan demikian agenda pemerintah
dalam berbagai bidang dapat terlakasana dengan sekali jalan.
BAB
III
PENUTUP
Dari pemaparan diatas setidaknnya bisa disimpulkan beberapa hal
yang juga menjadi rekomendasi:
1.
Partai
politik seyogyanya didanai dari APBN. Alasannya mengapa saya berpendapat
demikian adalah karena partai politik mempunyai beberapa peran yang signifikan
terhadap negara Indonesia, bahkan menjadi sesuatu bagian yang tidak bisa
terpisahkan karena partai politik menjadi salah satu unsur demokrasi.
Peran-peran penting partai politik bagi negara adalah :
a.
Sebagai
sarana komunikasi politik.
b.
Sebagai
sarana Sosialisasi politik
c.
Sebagai
Sarana Rekrutmen Politik
d.
Sebagai
Sarana Pengatur Konflik (Conflict Management)
Dan yang paling penting adalah peran partai politik dalam mencetak
kepemimpinan nasional. Sehingga dengan banyaknya peran partai politik yang
diberikan kepada negara sangatlah layak jika nantinya partai politik
mendapatkan pendanaan dari APBN.
2.
Harus
ada syarat-syarat khusus agar pendanaan yang digelontorkan oleh APBN kepada
partai politik dapat tepat sasaran. Jika partai politik tidak memenuhi
syarat-syarat diatas maka pemerintah berhak untuk mencabut pendanaan yang
diberikan kepada parpol.
3.
Pemerintah,
terutama dalam agenda pemberantasan korupsi harus menyusun sebuah aturan baku
yang mengatur pembubaran partai politik apabila telah secara jelas terbukti
mendapat dana aliran korupsi, baik itu berasal dari kadernya atau pun bukan. Ketegasan
ini adalah timbal balik dari pemberian dana dari APBN yang berasal dari rakyat.
Sehingga dengan demikian agenda pemerintah dalam berbagai bidang dapat
terlakasana dengan sekali jalan.
Daftar
Pustaka
Budiardjo, Miriam. 2008. Dasar-Dasar
Ilmu Politik. Jakarta: PT. Gramedia Pustaka Utama.
Koirudin. 2004. Partai Politik Dan Agenda Transisi Demokrasi;
Menakar Kinerja Partai Politik Era Transisi Di Indonesia. Yogyakarta:
Pustaka Pelajar.
Supriyanto, Didik & Lia
Wulandari. 2012. Bantuan Keuangan Partai Politik; Metode Penetapan Besaran,
Transparansi, dan Akuntabilitas Pengelolaan. Jakarta: Yayasan Perludem.
Komisi Informasi. 2015. Transparansi
Pendanaan Parpol. (Online). (http://www.komisiinformasi.go.id/news/view/transparansi-pendanaan-parpol, Diakses 17 Mei 2015).
Tempo. 2015. Begini Asal Mula
Dana Parpol 1 Trilyyun. (Online). (http://nasional.tempo.co/read/news/2015/03/11/078648973/Begini-Asal-Mula-Dana-Parpol-Rp-1-Triliun, Diakses 17 Mei 2015).
Sekretariat
Negara. 2011. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 2 Tahun 2011 Tentang
Partai Politik. Jakarta: Sekretariat Negara.
*Makalah
ini disampaikan dalam Debat Kontitusi Mahasiswa Nasional Antar
Perguruan Tinggi tahun 2015 yang diselenggarakan oleh Mahkamah
Konstitusi (MK) di Universitas Islam Indonesia (UII) Yogyakarta, 24-26
Mei 2015.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Jangan Lupa Untuk Meinggalkan Komentar Anda ! Kritik dan Saran Dibutuhkan Untuk Perbaikan Blog Ini Kedepannya.