Jurnal Hukum: Demokratisasi Dalam RUU Advokat dan Fungsinya Dalam Menghadapi Pasar Bebas ASEAN 2015 - Sang Pemburu Badai

Selasa, 13 Januari 2015

Jurnal Hukum: Demokratisasi Dalam RUU Advokat dan Fungsinya Dalam Menghadapi Pasar Bebas ASEAN 2015

 Oleh. M. Najmuddin Huda Ad-Danusyiri

Abstrak : Pembahasan RUU Advokat di tangan para legislator memanglah belum selesai sampai sekarang. Masih ada banyak pasal yang dipertentangkan baik oleh para legislator sendiri maupun oleh para advokat melalui oranisasinya masing-masing. Namun hal-hal yang menjadi perbedaan dan pertentangan diantara mereka ternyata tidaklah prinsipiil, bahkan lebih cenderung kepada intrik politik dan kepentingan individual organisasi advokat. Hal yang sebenarnya lebih penting lagi untuk dimasukkan dalam RUU tersebut seakan terlupakan, yaitu demokratisasi dalam RUU Advokat dalam menciptakan lawyers yang independen dan berintgritas serta berkompeten.  Hal ini sangat penting dan mendesak karena pada tahun 2015 nanti Indonesia akan memasuki Pasar Bebas ASEAN.


Keywords : RUU Advokat, Demokrasi, Pasar Bebas.

Pendahuluan
Berbicara tentang Rancangan Undang-Undang Advokat maka kita tidak pernah bisa dipisahkan begitu saja dengan provesi advokat itu sendiri. Keberadaan provesi advokat semakin terasa kebutuhannya di era reformasi ini. Hampir setiap orang yang menghadapi masalah hukum cenderung untuk menggunakan provesi advokat. Mulai dari perkara-perkara besar termasuk di dalamnya kasus-kasus KKN (korupsi, kolusi, nepotisme), kasus perbankan, kontrak-kontrak, bisnis, kepailitan, perceraian, perebutan hak asuh anak, sengketa perbankan syariah dan lain sebagainya menggunakan provesi advokat. Oleh karena itu tidaklah heran jika sering terdengar sikap pro dan kontra terhadap perilaku para advokat tersebut.
Profesi advokat yang dikenal sebagai provesi yang mulia seakan-akan sedang booming di Indonesia. Banyak tokoh-tokoh advokat besar bermunculan seperti Adnan Buyung Nasution, Yusril Izza Mahendra, Abdullah Assegaff, Ruhut Sitompul, Hotman Paris Hutapea, OC Kaligis dan yang lain sebaginya. Hampir setiap orang yang menghadapi suatu masalah di bidang hukum di era reformasi ini cenderung menggunakan jasa advokat. Terlebih lagi dalam rangka menghadapi perdagangan bebas ASEAN pada tahun 2015 nanti, keberadaan provesi advokat sangat dibutuhkan. Hal ini tidak lepas dari tantangan bisnis kedepannya semakin banyak tantangannya.
Namun dalam perjalanannya banyak kasus yang mecoreng nama baik dan wibawa para advokat. Diantaranya adalah kasus korupsi yang menjerat para advokat, penyuapan dan pemerasan, serta masih banyak kasus yang lainnya. Selain hal tersebut, independensi seorang advokat dalam mendampingi sebuah kasus seringkali menjadi sorotan. Tidak sedikit dari advokat yang kehilangan integritasnya sehingga melanggar kode etik dan sumpah jabatannya. Ini menyebabkan nama baik serta wibawa para advokat menjadi merosot.
Seiring dengan terpuruknya wibawa hukum dan pengadilan karena berbagai kasus yang menjerat para pelaksana peradilan, provesi advokat sekarang berada dalam tahap sangat mengkhawatirkan. Berita-berita tentang perilaku para advokat sekarang juga sudah sedemikian mengkhawatirkan dan sangat kronis sehingga membuat semua pihak cemas akan apa yang akan terjadi dengan penegakan hukum di Indonesia. Keterpurukan profesi advokat tidak terlepas dari hancurnya asosiasi advokat karena dipecah belah melalui intervensi kepentingan politik dan kepentingan pribadi para advokat.
Sehubungan dengan adanya kondisi profesi advokat diatas yang memprihatinkan, kehadiran RUU Advokat sangatlah penting dalam rangka menjaga mutu pelayanan hukum agar kepentingan masyarakat tidak dirugikan. Wibawa dan nama baik advokat harus mulai diperbaiki kembali. Lebih jauh, seharusnya masing-masing penegak hukum sesuai dengan sistem yang berlaku menjalankan tugasnya masing-masing. Polisi bertugas di bidang penyidikan, kejaksaan di bidang penuntutan dan hakim mempunyai tugas memutuskan perkara. Sementara itu, advokat dalam menjalankan tugasnya berada dalam posisi masyarakat. Advokat dan masyarakat harus saling melengkapi. Dengan demikian hakim akan lebih mudah bekerja dan menjalankan tugasnya sehari-hari khususnya dalam memutuskan perkara apabila para advokat yang ada berkualitas dalam menjalankan tugasnya sehari-hari. Ketika ini dapat dilaksanakan maka demokrasi yang diharapkan oleh bangsa ini dapat tercapai. Kompetensi advokat dalam menghadapi pasar bebas ASEAN 2015.
Untuk memenuhi hal-hal tersebut memang tidaklah mudah. Perlu proses dan perencanaan yang cukup matang. Salah satunya adalah dengan mengakomodir perencanaan tersebut dalam RUU Advokat yang baru. Dalam RUU tersebut harus berisi prinsip-prinsip advokat sebagai penegak hukum, bantuan hukum sebagai ruh, lembaga hukum yang demokratis dan kompetensi advokat di kancah Internasional.

Advokat Sebagai Penegak Hukum
Kita mengetahui bahwa keadilan yang hakiki memanglah sulit dicapai. Meski demikian dalam kehidupan sehari-hari kita harus selalu mencoba secara maksimal untuk mencapainya. Sebagai suatu negara hukum yang berdasarkan kontitusi kita tentunya mendambakan bahwa segala aspek kehidupan di dalam masyarakatr dapat diatur dengan undang-undang dan persoalan-persoalan yang timbul dapat diselesaikan secara hukum baik melaui pengadilan maupun dengan menggunakan mediasi, sehingga semua persoalan diharapkan dapat diselesaikan secara adil berdasarkan landasan hukum yang menyertainya. Untuk mencapai keadilan tersebut hanya dimungkinkan kalau saja para penegak hukum telah siap mental dan dapat bersikap profesional untuk melaksanakannya. Seperti yang kita ketehaui bersama bahwa para penegak hukum kita belum profesional sehingga mengakibatkan tersendat-sendatnya penegakan hukum di negeri kita (Rambe, 2003 : 8).
Peranan hukum dalam pemabangunan di Indonesia, pertama-tama berkaitan dengan karakteristik kemampuan hukum untuk menangani permasalahan dalam masyarakat. Di Indonesia karakteristik tersebut jatuh bersamaan dengan tipe civil law system sebagai model yang dipakai, yaitu yang mendasarkan pada cara pengaturan secara formal. Sektor peratturan perundang-undangan menjadi menonjol, karena manjemen berdasarkan hukum di Indonesia memang harus mulai dari situ. Keadan tersebut menegaskan pentingnya sektor tersebut, yang harus selalu senantiasa siaga mengamati kebutuhan-kebutuhan peraturan perundang-undangan, bahkan mengantisipasinya. Hal tersebut dikenal sebagai perencanaan peraturan perundang-undangan yang menjangkau ke depan (legislative forward planning) (Rahardjo, 2009: 14).
Penegakan hukum akan dapat dicapai secara sempurna kalau saja peran dan provesi advokat serta statusnya diatur dengan undang-undang yang dapat mengarahkan kepada penegakan demokrasi hukum yang lebih baik. Sehingga dalam rangka menjalankan tugasnya sehari-hari seorang advokat dapat bertindak sesuai dengan fungsinya dan dan tidak lagi ragu-ragu akan kedudukan hukumnya dalam masyarakat. Sebaliknya masyarakat pun tahu persis apa fungsi dan tugas seorang advokat. Dengan pengaturan undang-undang yang kompatibel para penegak hukum lainnya pun tahu apa tugas seorang advokat.
Sebagai seorang penegak hukum seorang advokat harus fleksibel dan  memenuhi berbagai kualifikasi dan karakter pribadi yang subtantif. Anatara lain seorang advokat harus mempunyai semangat penegakan hukum yang kuat. Tanpa adanya semangat tersebut maka sulit diharapkan seorang advokat dapat bekerja secara maksimal. Adapun kualifikasi dan karakter subtantif yang dimaksud adalah dia harus merupakan seorang diplomat dan secara bersamaan adalah seorang yang inovatif dan dapat dipercaya dan tidak koruptif dan mempunyai kemampuan untuk berbicara di depan umum.
Selain kulaifikasi diatas, hal yang tidak kalah penting bagi seorang penegak hukum adalah terjaminnya independensi profesi advokat. Karena tanpa adanya independensi profesi, seorang advokat akan sulit membela kliennya dengan baik dan sesuai yang diharapkan oleh reformasi. Pengawasan terhadap advokat itu paling ideal kalau ada organisasi asosiasi advokat yang kuat dan berwibawa dimana semua pengawasan anggotanya dan putusan serta sanksi terhadap anggota yang melanggar kode etik dapat mengikat anggotanya dan didengar oleh birokrasi. Belum adanya kebebasan profesi advokat dalam undang-undang advokat yang lama sebagai komplimen terhadap independensi badan peradilan telah menyebabkan penegakan hukum di negara Indonesia belum berjalan sebagaimana mestinya yang kita harapkan. Sehingga pencapaian rule of law menjadi tersendat-sendat (Rambe, 2003 : 12-13).
 Jika kualifikasi diatas tidak dapat terpenuhi terutama masslah independensi dan intgritas, maka ada celah seorang advokat akan mempergunakan hukum sebagai alat kejahatan (law as tool of crime). Perbuatan ini bisa saja dilakukan karena memanfaatkan peluang untuk mempertukarkan kekuasaan dengan materi melalui celah-celah kelemahan hukum. kehebatan mereka dalam menggunakan hukum itulah menghasilkan penyimpangan yang tampak sah secara hukum (Nitibaskara, 2007: 60).
Karena senantiasa bergerak di dalam kawasan hukum, maka tidak ada suatu perbuatan yang dapat dikatakan sebagai melanggar hukum, meskipun pada hakikatnya perbuatan tersebut adalah sebuah kejahatan (crime). Hukum tidak mampu lagi menjamah kejahatan yang dibungkus dengan hukum atau dilekatkan sebagai bagian ari hukum itu sendiri seperti judicial crime yang tersembunyi dalam putusan hakim, atau dalam discretionary justice para penegak hukum yang lainnya. Inilah kejahatan yang disebut dengan kejatan yang sempurna (perfect crime), yaitu kejahatan yang ketersembunyiannya sangan sempurna.
Membongkar kejahatan tersebut dengan menggunakan hukum hampir dapat sipastikan sebagai sesuatu yang akan sulit. Karenanya, untuk membongkarnya tidak langsung menyentuh pokok perkaranya, melainkan harus menguliti terlebih dahulu tamengnya, yakni ketentuan-ketentuan yang dipergunakan untuk menutupi peristiwwa yang sebenarnya. Pada tahap ini yang terjadi adalah perdebatan mengenai materi hukum dengan berbagai macam tafsirnya yang saling diperhadapkan (Nitibaskara, 2007: 62). Maka melihat hal ini adalah sesuatu yang penting diperhatikan oleh para legislator dalam menyusun materi dalam pasal-pasal Rancangan Undang-Undang (RUU) Advokat dengan tetap memperhatikan masalah diatas, sehingga produk undang-undang yang dihasilkan nanti tidak menjadi sebuah payung hukum kejahatan bagi pihak-pihak yang tidak bertanggung jawab.
Ropaun Rambe (2003 : 36) mengatakan bahwa seorang advokat bukan hanya bertugas sebagai penegak hukum, tetapi juga sebagai penggerak pembangunan hukum (agent of law development), pembaharuan hukum (law reform), dan pembuatan formulasi rumusan hukum (law shaping). Pembangunan hukum (agent of law development) ialah mendorong dan mengerahkan perkembangan hukum melaui penyusunan dan pembentukan undang-undang dan perkembangan kebiasaan yang sesuai dengan tuntutan kebutuhan-kebutuhan masyarakat yang berkembang ke arah modernisasi.
Pembaharuan hukum (law reform) ialah merombak, memperbaharui hukum yang tertulis dan tidak tertulis yang sesuai dengan perubahan dan kemajuan kesadaran dan aspirasi hukum yang hidup dalam masyarakat. Pembuatan dan penyusunan formalisasi hukum (law making & law shaping) dalam undang-undang dan hukum kebiasaan yang dengan tegas dan jelas memuat dan menampung asas-asas, norma-norma dan syarat-syarat hukum yang memihak pada yang lemah, melarang penyalahgunaan kekuasaan, melarang perbuatan yang menindas, melarang sistem perekonomian yang monopolistis, melarang persaingan yang tidak wajar, melarang pemusatan ekonomi dalam bentuk kartel, melarang perbuatan-perbuatan yang anti demokratis, dan melindungi hak-hak azasi manusia dan keadilan sosial.
Sehubungan dengan uraian di atas, baik sekali apabila diusahakan terciptanya suatu peta pembanguna hukum di Indonesia. Sebab tanpa peta pembangunan hukum sulit untuk membuat suatu perencanaan. Selain itu juga tanpa peta pembangunan hukum tidak diketahui bagaimana persisnya posisi dan peranan hukum dalam pembangunan. Peta tersebut dapat didayagunakan untuk berbagai hal dan memberikan ilham serta rangsangan untuk melakukan kegiatan lebih jauh, yang tidak akan muncul tanpa datangnya informasi dari peta tersebut (Rahardjo, 2009: 14).

Bantuan Hukum Sebagai Ruh Demokrasi Dalam RUU Advokat
Fungsi utama dari seorang lawyers adalah memberikan konsultasi dan advokasi terhadap permasalah yang dihadapi oleh klien mereka. Disamping fungsi tersebut, lawyers juga berfungsi untuk mengambil bagian di dalam memajukan (improve) profesi hukum, pengadilan maupun hukumnya itu sendiri di satu pihak dan di lain pihak berfungsi sebagai acting as an unselfish leader of public opinion within his own particular sphere of interest (Nasution, 1981: 105-106).
Dalam RUU Advokat yang akan disahkan nanti seyogyanya memuat tentang bantuan hukum. Suatu progam bantuan hukum berfungsi untuk meningkatkan kesadaran akan hak-hak dan kewajiban-kewajiban, juga berarti meningkatkan kesadaran masyarakat akan masalah-masalah utama yang dihadapinya dan berbagai jalan yang dapat ditempuhnya. Dengan kata lain, meningkatkan kesadaran hukum masyarakat memerlukan pendidikan masyarakat ke arah demokrasi. Progam bantuan hukum di Indonesia tidak saja perlu untuk membantu si miskin yang mungkin menjadi korban daripada sistem tersebut, tetapi jangkauannya harus lebih jauh dengan turut serta melalui jalan-jalan hukum, memperbaiki dan merubah sistem sehingga sistem yang yang adil dapat berkembang .
Maka sesuai dengan itu, suatu progam bantuan hukum atas dasar suatu konsepsi yang seluas itu pada dasarnya adalah sutau proses pendidikan yang pada hakekatnya akan akan menghasilkan keuntungan ganda. Pada satu pihak berusaha untuk menegakkan cita-cita negara hukum, dan di lain pihak melaksanakan cita-cita negara demokrasi. Dengan lain perkataan mengembangkan progam bantuan hukum yang luas haruslah menjurus kepada bertambahnya rasa bertanggungjawab dan kesadaran masyarakat. Hal yang demikian ini seharusnya mendorong pemerintah untuk lebih bertanggungjawab dan terbuka dalam mengembangkan suatu sistem hukum yang adil dan merata, dan mendorong legislator untuk lebih perhatian dalam membuat perundangan yang mereka susun sehingga akan memberikan sebuah produk yang berkualitas (Nasution, 1981: 56-57).
Suatu masyarakat yang mempunyai kesadaran hukum yang tinggi dan dengan demikian sadar akan hak-hak dan kewajiban-kewajibannya merupakan pra kondisi bagi terlaksananya suatu negara hukum. Hanya di dalam masyarakat semacam itulah rakyat, termasuk golongan miskin dan lemah dari lapisan paling rendah dapat diharapkan akan mempunyai pengetahuan, kemampuan dan keberanian untuk menuntut ditegakkannya segala prinsip dan nilai-nilai hukum (yakni supremasi hukum, persamaan hukum, pengadilan yang adil, praduga tak bersalah, peradilan yang bebas dan tak memihak dan sebagainya). Hanya di  dalam masyarkat seperti inilah kita dapat mengharapakan arti yang sebenarnya dari suatu lembaga hukum, termasuk hak untuk memperoleh bantuan hukum.
Progam-progam advokat haruslah tidak bersikap pasif seperti service station, sekedar menunggu orang-orang yang tidak mampu untuk datang mencari bantuan hukum. Advokat juga harus secara aktif menunjang dan meningkatkan kesadaran hukum masyarakat dan membuat mereka menyadari adanya hak dan kewajiban, bahkan mendorong masyarakat agar mempunyai keberanian dan kepercayaan pada diri sendiri untuk memperjuangkan hak-hak mereka ini. Tanpa adanya usaha dari progam tersebut, maka RUU advokat tidak akan efektif dan nyatanya segala perundang-undangan,  bahkan yang menguntungkan rakyat miskin dan lemah sekalipun, tidak akan mempunyai arti yang nyata (Nasution, 1981: 55).
Dengan adanya RUU Advokat tersebut, setidaknya dapat juga berfungsi memenuhi tujuan daripada suatu tujuan bantuan hukum seperti yang diungkapkan Barry Metzger. Tujuan-tujuan tersebut adalah :
  1. Untuk membangun suatu kesatuan sistem hukum nasional.
  2. Untuk pelaksanaan yang lebih efektif daripada peraturan-peraturan kesejahteraan sosial untuk keuntungan si miskin.
  3. Untuk menumbuhkan rasa tanggung jawab yang lebih besar dari pejabat-pejabat pemerintahan atau birokrasi kepada masyarakat.
  4. Untuk menumbuhkan partisipasi masyarakat yang lebih luas ke dalam proses pemerintahan.
  5. Untuk  memperkuat profesi hukum (Nasution, 1981: 5).
Tanggungjawab untuk memajukan profesi, pengadilan dan hukum tersebut lebih dituntut dari para sarjana hukum di negara-negara berkembang. Sebagai kaum cendikiawan, sarjana hukum mengetahui dengan pasti betapa lemahnya profesi hukum di negara-negara berkembang. Mereka juga mengetahui bahwa pengadilan belumlah efektif ataupun memegang peranan yang luas dalam masyarakat. Lebih lagi mereka mengetahui bahwa hukum pada umumnya belumlah kuat. Oleh karena itu adalah menjadi kewajibannya baik karena dituntut oleh kepentingan profesinya sendiri maupun karena statusnya sebagai cendikiawan, untuk terus menerus berusaha memajukan baik profesi hukum, pengadilan maupun hukum itu sendiri.
Dalam usaha memajukan tersebut, seorang lawyers tidak cukup hanya berusaha melalui legal mechanism atau melalui legal procedure, karena jalan tersebut bersifat terlalu  sempit dan bersifat teknis. Untuk mendapatkan efek yanng lebih besar dan luas agar dapat mencapai seluruh lapisan masyarakat, lawyers harus dapat menjadikan dirinya sebagai leader of public opinion. Dia harus bersedia dan mampu mengemukakan pemikiran-pemikiran, komentar-komentar, bahkan konsepsi-konsepsi yang dapat mengembangkan kesadaran hukum dari masyarakat. Dan pada gilirannya juga dapat memajukan profesi hukum, pengadilan maupun hukum itu sendiri. Dia juga harus berani mengemukakan pendapat-pendapatnya, kritik-kritik maupun komentar terhadap setiap gejala dalam masyarakat yang merugikan kemajuan profesi, termasuk pula kesadaran hukum masyarakat. Untuk itu tentu saja setiap lawyers harus memiliki kepekaan terhadap perkembangan masyarakat dan pada saatnya yang tepat mampu menemukan dan sekaligus memberikan reaksi terhadap gejala-gejala tersebut. Hal ini memerlukan bukan saja pengetahuan tinggi, melainkan juga dedikasi kepada profesinya dalam arti yang luas, yakni yang mencakup fungsi-fungsi tersebut diatas (Nasution, 1981: 106-107).

Lembaga Hukum Yang Demokratis
Dalam RUU Advokat juga harus berani memberi kekuasaan dan kekuatan serta spirit kepada para advokat untuk mendorong pembentukan lembaga hukum yang demokratis. Lembaga hukum merupakan lembaga penegak keadilan dalam suatu masyarakat. Lembaga hukum ini tempat dimana semua rakyat memerlukan dan mencari keadilan. Hukum menjamin agar keadilan bisa dijalankan secara murni dan konsekuen untuk seluruh rakyat tanpa membedakan asal-usul, warna kulit, kedudukan. Hukum juga menjamin agar keadilan bisa dijalankan secara murni dan konsekuen untuk seluruh rakyat tanpa membedakan asal-usul, warna kulit, kedudukan, keyakinan, dan lain sejenisnya. Di dalam masyarakat madani lembaga hukum sangat vital, karena pada lembaga ini dipercayakan oleh masyarakat agar keadilan ditegakkan (Thoha, 2003: 218).
Adakalanya ketimpangan penegakan hukum bukan terletak pada kaidah peraturan perundang-undangan (set of rules and norms), melainkan juga terletak pada pelaksanaannya. Kecenderungan klasik tersebut nampaknya masih kuat mewarnai penegakan hukum di Indonesia. Kelemahan dalam penegakan hukum tersebut terjadi hampir pada semua tingkatan lembagapenegakan hukum. akibat lemahnya kinerja intitusi untuk melaksanakan penghukuman, terlihat seperti berbuat kasihan kepada para pelanggar hukum.
Ada pameo yang mengatakan, bahwa berbuat kasihan kepada penjahat, mencelakakan rakyat (mercy to the criminal, cruelty to the people), atau memaafkan yang buruk, melukai yang baik (pardoning the bad is injuring the good). Demikian pula pelaksanaan penghukuman yang timpang akan menyebabkan luka di hati rakyat. Ketaatan pada hukum (law abiding) para warga sangat ditentukan oleh bagaimana hukum tersebut senyatanya ditegakkan (the real law enforcement) (Nitibaskara, 2007:22-23).
Salah satu sendi kehidupan masyarakat adalah keadilan. Jika keadilan tidak ada kehidupan masyarakat akan pincang., dan penerapan keadilan itupun tidak boleh dilebihkan dan dikurangi. Melebihkan keadilan cenderung untuk tidak berbuat adil, demikian pula menguranginya. Lembaga hukum dalam masyarakat madani harus menjadi tempat mencari keadilan ini. Oleh karena itu lembaga hukum ini tidak boleh sedikitpun tergoyah untuk menerapkan keadilan yang didasarkan atas ketentuan, hukum, dan syariat yang telah disepakati bersama.
Keadilan seperti itu bisa diciptakan jika lembaga hukum itu dihormati, dijaga, dan dijamin integritasnya secara konsekuen. Demikian pula pelaku dan penjaga lembaga hukum ini secara jujur bisa dipercaya untuk menegakkan keadilan. Keterkaitan antar keadilan dan lembaga hukum merupakan suatu mekanisme tersendiri yang harus dilembagakan. Jika lembaga hukum telah memutuskan suatu keadilan bagi yang memintanya atau mencarinya, maka keputusan keadilan yang adil itu harus dihormati dan diterima. Masyarakat tunduk kepada hukum yang adil, dan kehidupan masyarakat ini mempunyai kepastian dihadapan hukum, sehingga martabat, harga diri, dan hak asasinya bisa dijamin dalam masyarakat madani. Lembaga hukum ini mempunyai kewenangan dan kekuasaan yang mandiri tidak dicampuri oleh kekuasaan dan kewenangan lembaga-lembaga lainnya (Thoha, 2003: 219).

Peran RUU Advokat Dalam Menghadapi Pasar Bebas ASEAN 2015
Dari uraian diatas jelaslah akan pentingnya kedudukan advokat dan profesi advokat di dalam masyarakat serta kebutuhan masyarakat akan jasa hukum dari seorang advokat. Maka dilihat dari hal tersebut kebutuhan akan adanya advokat yang demokratis dan independen sangatlah diperlukan. Adanya hal tersebut salah satunya dapat diciptakan melalui adanya undang-undang yang demokratis sehingga dapat menciptakan negara Indonesia yang demokratis nantinya. Dengan demikian, kalau terjadi penyimpangan dari apa yang diatur oleh Rancangan Undang-Undang (RUU) Advokat, maka masyarakat mengetahui bagaimana cara mengatasi persoalan yang dihadapinya.
Terlebih lagi dalam rangka memasuki era perdagangan bebas ASEAN 2015 nanti profesi advokat menjadi terbuka dan profesi yang tadinya dikenal sangat dibatasi dalam suatu wilayah negara akan berubah menajadi profesi lintas negara. Persoalannya nanti adalah bagaimana mengawasi  kiprah lawyers asing dan lembaga hukum asing di negara kita agar tidak merugikan dunia profesi advokat di Indonesia dan memotong jumlah billing yang terjadi di Indonesia. Suatu perangkat peraturan perlu disusun dan diperkenalkan untuk mengawasi sepak terjang advokat asing. Kemungkinan mereka untuk berpraktek dalam badan arbitrase komersial juga perlu perangkat peraturan tersendiri (Rambe, 2003 : 17-18).
Untuk menciptkan para advokat atau lawyers yang bertaraf internasional maka harus memberikan pendidikan hukum yang bertaraf internasional pula. Pendidikan hukum yang baik bisa dilihat dan mencomtoh pada kualitas lawyers Amerika Serikat yang baik, yang disebut dengan “educated first class lawyers”. Pengacara-pengacara tersebut disegani kemampuannya dalam masyarakat karena memang memiliki kualitas keterampilan yang menonjol. Sekalipun keterampilan tersebut dalam konteks profesi, namun juga bersifat umum. Diantar keterampilan tersebut adalah keterampilan analitis, pengetahuan hukum yang mapan, keterampilan kerja yang bersifat dasar seperti penghimpunan sejumlah besar informasi dan keahlian tinggi dalam melakukan komunikasi, akrab dengan lingkungan kelembagaan, kesadaran terhadap adanya suatu lingkungan hukum yang luas dan goog judgement (Rahardjo, 2009: 48).
Adalah suatu yang tepat apabila semenjak sekarang mulai dipikirkan lagi untung melengkapi dan memperbaiki RUU Advokat yang kebetulan sekarang sedang di tunda pembahasannya. RUU Advokat perlu mempertimbangkan etika profesi yang seragam dan memenuhi standar internasional supaya advokat Indonesia mampu berkiprah di dalam pergaulan Internasional. Terciptanya undang-undang tersebut tidak lepas juga dari masukan dan peran akan suatu organisasi advokat yang kuat dan berwibawa serta bersatu akan keberagaman yang mempunyai komitmen kepada rule of law dan demokrasi serta hak asasi manusia (Rambe, 2003 : 19).

Kesimpulan
Advokat lahir dari masyarakat untuk masyarakat yang didorong oleh hati nuraninya untuk berkiprah menegakkan hukum dan keadilan serta mewujudkan supremasi hukum untuk semua aspek kehidupan. Penegakan hukum dalam suatu negara akan dapat dicapai lebih sempurna jika advokatnya telah diatur dengan suatu oleh undang-undang yang kompatibel dan demokratis. Hal ini berfungsi untuk memperjelas kiprah dan fungsinya serta peranannya di tengah lapisan masyarakat khususnya para pencari keadilan.
Advokat sebagai penegak hukum harus mampu mengoreksi dan mengamati putusan dan tindakan para praktisi hukum yang lainnya dan hal ini dibenarkan hukum dan perundang-undangan. Advokat dalam setiap nafasnya harus tanggap terhadap tegaknya hukum dan keadilan di tengah lapisan masyarakat, dengan menghilangkan rasa takut kepada siapapun dan tidak membeda-bedakan tenpat, etnis, agama, kepercayaan, miskin atau kaya dan sebagainya untuk memberikan bantuan hukum setiap saat.
Selain penegakan hukum, bantuan hukum sebagai ruh dalam RUU Advokat harus memang benar-benar dijiwai oleh para lawyers. Karena tanpa menjiwai hal tersebut maka sebaik apapun perundangan yang dibuat oleh para legislator tidak akan memberikan dampak apapun. Selain itu lembaga hukum yang demokratis juga perlu untuk diperjuangkan secara bersama. Advokat sebagai seorang yang selalu bersentuhan langsang dengan lembaga penegakan hukum berpotensi besar untuk mengawal demokrasi di lembaga tersebut tetap hidup dan berjalan.
Namun adakalanya ketimpangan penegakan hukum bukan terletak pada kaidah peraturan perundang-undangan, melainkan juga terletak pada pelaksanaannya. Kecenderungan klasik tersebut nampaknya masih kuat mewarnai penegakan hukum di Indonesia. Kelemahan dalam penegakan hukum tersebut terjadi hampir pada semua tingkatan lembaga penegakan hukum. Akibat lemahnya kinerja intitusi untuk melaksanakan penghukuman, terlihat seperti berbuat kasihan kepada para pelanggar hukum.
Ada pameo yang mengatakan, bahwa berbuat kasihan kepada penjahat, mencelakakan rakyat, atau memaafkan yang buruk, melukai yang baik. Demikian pula pelaksanaan penghukuman yang timpang akan menyebabkan luka di hati rakyat. Ketaatan pada hukum  para warga sangat ditentukan oleh bagaimana hukum tersebut senyatanya ditegakkan. Maka dari itu diperlukan sinergi dan intgritas oleh advokat dalam mengawal kasus yang ditanganinya sehingga mendapatkan hukuman yang seadil-adilnya.
Ketika hal-hal diatas dapat dicapai maka akan menampakkan peran strategis para advokat dalam mengawal dan memenuhi cita-cita negara Indonesia yang demokratis. Hal itu pula tidak lepas dari demokratisasi dalam RUU Advokat sendiri. Sehinngga ketika menghadapi Pasar Bebas ASEAN 2015 nanti para advokat indonesia memang benar-benar telah mumpuni untung ikut bersaing dan berkompetisi dengan para advokat asing. Selain itu dengan integritas dan kemampuan  yang dimiliki, advokat Indonesia juga berani untuk go internasional dalam mengawal kasus hukum antar negara di seluruh dunia.




Daftar Pustaka

Nasution, Adnan Buyung. 1981. Bantuan Hukum Di Indonesia. Jakarta: LP3ES.
Nitibaskara, Ronny Rahman. 2007. Tegakkan Hukum Gunakan Hukum. Jakarta: PT. Kompas Media Nusantara.
Rahardjo, Satjipto. 2009. Pendidikan Hukum Sebagai Pendidikan Manusia. Yogyakarta: Genta Publishing.
Rambe, Ropaun. 2003. Teknik Praktek Advokat. Jakarta: PT. Gramedia Widiasarana Indonesia.
Thoha, Miftah. 2003. Birokrasi & Politik Di Indonesia. Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada.
Kompas.com. 2014. Alasan Peradi Tolak RUU Advokat, (Online). (http://www.republika.co.id/berita/nasional/hukum/14/09/24/nce90r-ini-alasan-peradi-tolak-ruu-advokat, diakses diakses 23 Oktober 2014).
Yuntri, Muhammad. 2014. Revisi UU Advokat Lanjutkan Wacana Atau Seriuskah?, (Online). (http://hukum.kompasiana.com/2013/12/11/revisi-uu-advokat- lanjutkan -wacana-atau-seriuskah-618232.html, diakses 23 Oktober 2014).
Kementerian Hukum Dan Hak Asasi Manusia. 2013. Rancangan Undang-Undang Tentang Advokat. Jakarta: Kemenkumham.
Sekretaris Negara. 2003. Undang-Undang Republik Indonesia No. 18 Tentang Advokat. Jakarta: Sekretaris Negara.



1 komentar:

Jangan Lupa Untuk Meinggalkan Komentar Anda ! Kritik dan Saran Dibutuhkan Untuk Perbaikan Blog Ini Kedepannya.