Kebijakan Fiskal Dalam Perspektif Ekonomi Indonesia Dan Ekonomi Islam - Sang Pemburu Badai

Minggu, 18 Januari 2015

Kebijakan Fiskal Dalam Perspektif Ekonomi Indonesia Dan Ekonomi Islam

 

A.      Pendahuluan
Kebijakan fiskal merujuk pada kebijakan yang dibuat pemerintah untuk mengarahkan ekonomi suatu Negara melalui pengeluaran dan pendapatan (berupa pajak) pemerintah, kebijakan fiskal bebrbeda dengan kebijakan moneter yang bertujaun menstabilkan perekonomian dengan cara mengontrol tingkat bunga dan jumalah uang Yang beredar. Intrumen utama kebijakan fiskal adalah pengeluaran dan pajak. Perubahan tingkat dan komposisi pajak dan pengeluaran pemerintah dapat memengaruhi variable-variabel
Setiap tahun pemerintah menyusun Rencana Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (RAPBN) kemudian mengajukannya kepada Dewan Perwakilan Rakyat untuk disahkan menjadi APBN. RAPBN itu berisi berbagai perencanaan, intinya adalah kebijakan fiskal.
Kebijakan fiskal merupakan salah satu topik pembahasan utama dalam kajian-kajian ekonomi, termasuk kajian ekonomi Islam. Dalam kajian ekonomi Islam, Kebijakan fiskal telah dikenal  sejak zaman Rasulullah dan khulafaurrasyidin yang kemudian dikembangkan oleh para ulama.
Pembahasan tentang kebijakan fiskal biasanya dimasukkan dalam kategori ilmu ekonomi makro. Munculnya pemikiran tentang kebijakan fiskal dilatar belakangi oleh adanya kesadaran terhadap pengaruh pengeluaran dan penerimaan pemeriuntah. Pengeluaran dan penerimaan negara berpengaruh terhadap pendapatan nasional. Untuk itu, dibutuhkan suatu kebijakan yang disebut sebagai kebijakan fiskal untuk menyesuaikan pengeluaran dengan penerimaan negara. Penyesuaian antara pengeluaran dan penerimaan mengakibatkan ekonomi stabil yang terlihat dari laju pertumbuhan ekonomi yang layak tanpa adanya pengangguran dan kestabilan harga-harga umum.


B.       Kebijakan Fiskal Dalam Perpsektif  Ekononomi Indonesia
1.        Pengertian Kebijakan Fiskal
Kebijakan fiskal adalah kebijakan penyesuaian di bidang pengeluaran dan penerimaan pemerintah pemerintah untuj memperbaiki keadaan ekonomi. Atau dapat juga dikatakan kebijakan fiskal adalah suatu kebijakan ekonomi dalam rangka mengarahkan kondisi perekonomian untuk menjadi lebih baik dengan jalan mengubah penerimaan dan pengeluaran pemerintah.
Adapun pemahaman lain dai kebijakan fiskal (fiscal policy) adalah kebijakan pemerintah dengan menggunakan belanja negara dan perpajakan dalam rangka mengstabilkan perekonomian. Kebijakan ini mirip dengan kebijakan moneter untuk mengatur jumlah uang beredar, namun kebijakan fiskal lebih menekankan pada pengaturan pendapatan dan belanja pemerintah (Rahayu, 2010: 1).
Berdasarkan dari beberapa teori dan pendapat yang dijelaskan diatas dapat kita simpulkan bahwa kebijakan fiskal adalah suatu kebijakan ekonomi yang dilakukan oleh pemerintah dalam pengelolaan keuangan negara untuk mengarahkan kondisi perekonomian menjadi lebih baik yang terbatas pada sumber-sumber penerimaan dan alokasi pengeluaran negara yang tercantum dalam APBN.

2.        Tujuan Dan Peranan Kebijakan Fiskal Dalam Perekonomian
Pada dasarnya kebijakan fiskal mempunyai tujuan untuk mempengaruhi jumlah total pengeluaran masyarakat, pertumbuhan ekonomi dan jumlah seluruh produksi masyarakat, banyaknya kesempatan kerja da pengangguran, tingkat harga umum dan inflasi, serta mengstabilkan perrekonomian dengan cara mengontrol tingkat bunga dan jumlah uang yang beredar. Secara umum kebijakan fiskal ditujukan untuk memelihara stabilitas ekonomi sehingga pendapatan nasional secara nyata terus meningkat sesuai dengan penggunaan sumber daya (faktor-faktor produksi) dan efektivitas kegiatn masyarakat dengan tidak mengabaikan redistribusi pendapatan atau kekayaan dan upaya kesempatan kerja.
Menurut John. F. Due, disebutkan bahwa sebenarnya kebijakan fiskal ditujukan untuk tiga hal berikut, yaitu:
a.       Menjamin penumbuhan perekonomian yang sebenar-benarnya menyamai laju pertumbuhan potensial, dengan mempertahankan kesempatan kerja yang pernuh.
b.        Mencapai suatu tingkat harga umum yang stabil dan wajar.
c.       Sedapat mungkin meningkatkan laju pertumbuhan potensial tanpa mengganggu pencapaian tujuan-tujuan lain dari masyarakat (Rahayu, 2010: 2-3).
Adapun kebijakan fiskal sebagai sarana menggalakan pembangunan ekonomi bermaksud mencapai tujuan sebagai berikut :
a.     Untuk meningkatkan laju investasi, yaitu bertujuan meningkatkan dan memacu laju investasi disektor swasta dan sektor Negara. Selain itu, kebijakan fiskal juga dapat dipergunakan untuk mendorong dan menghambat bentuk investasi tertentu.
b.  Untuk mendorong investasi optimal secara sosial., yaitu bertujuan untuk mendorong investasi optimal secara sosial, dikarenakan investasi jenis ini memerlukan dana yang besar dan cepat yang menjadi tangunggan Negara secara  serentak berupaya memacu laju pembentukkan modal.
c.     Untuk meningkatkan kesempatan kerja. Untuk merealisasikan tujuan ini, kebijakan fiskal berperan dalam hal pengelolan pengeluaran seperti dengan membentuk anggaran belanja untuk mendirikan  perusahaan Negara dan mendorong perusahaan swasta melalui pemberian subsidi, keringanan dan lain-lainnya sehingga dari pengupayaan langkah ini tercipta tambahan lapangan pekerjaan.
d.        Untuk meningkatkan stabilitas ekonomi ditengah ketidak stabilan internasional. Kebijaksanaan fiskal memegang peranan kunci dalam mempertahankan stabilitas ekonomi menghadapi kekuatan-kekuatan internal dan eksternal.
e.         Untuk menanggulangi inflasi, yiatu bertujuan untuk menanggulangi inflasi salah satunya adalah dengan cara penetapan pajak langsung progresif yang dilengkapi dengan pajak komoditi, karena pajak seperti ini cendrung menyedot sebagian besar tambahan pendapatan uang yang tercipta dalam proses inflasi.
f.   Untuk meningkatkan dan mendistribusikan pendapatan nasional, yaitu bertujuan untuk mendistribusikan pendapatan nasional terdiri dari upaya meningkatkan pendapatan nyata masyarakat dan mengurangi tingkat pendapatan yang lebih tinggi, upaya ini dapat tercipta apabila adanya investasi dari pemerintah seperti pelancaran program pembangunan regional yang berimbang pada berbagai sektor perekonomian (Ruby, 2013: 1).

3.        Jenis-Jenis Kebijakan Fiskal
Pada dasarnya, kebijakan fiskal dapat dibagi menjadi menjadi dua
a.   Kebijakan Fiskal Ekpansif ( expansionary fiscal policy), yaitu kebijakan ini menaikkan belanja negara dan menurunkan tingkat pajak netto. Kebijakan ini berfungsi untuk menaikkan daya beli beli masyarakat. Kebijakan fiskal ekspansif dilakukan pada saat perekonomian mengalami resesi atau depresi dan pengangguran yang tinggi.
b.     Kebijakan Fiskal Kontraktif, yaitu: suatu kebijakan dengan menurunkan belanja negara dan menaikkan tingkat pajak. Kebijakan ini berfungsi untuk menaikkan daya beli masyarkat dan mengatasi inflasi (Rahayu, 2010: 6).
Secara teoritis dikenal empat jenis kebijakan fiskal, yaitu :
a.  Kebijakan anggaran pembiayaan fungsional (functional financ), yaitu kebijakan yang mengatur pengeluaran pemerintah dengan melihat berbagai akibat tidak langsung terhadap  pendapatan nasional dan bertujuan untuk meningkatkan kesempatan kerja.
b.      Kebijakan pendekatan anggaran terkendali (The managed budget approach), yaitu kebijakan untuk mengatur pengeluaran pemerintah, perpajakan, dan pinjaman untuk mencapai kestabilan ekonomi.
c.   Kebijakan stabilisasi anggaran (The stabilizing budget), yaitu kebijakan yang mengatur pengeluaran pemerintah dengan melihat besarnya biaya dan manfaat dari berbagai program.
d.      Kebijakan anggaran seimbang (Balanced Budget Approach), yaitu kebijakan anggaran yang menyusun pengeluaran sama besar dengan penerimaan yang disesuaikan dengan keadaan (Rahayu, 2010: 7-9).

C.      Kebijakan Fiskal Dalam Ekononomi Islam
1.        Kebiakan Fiskal Pada Masa Rasulullah
Sebagai seorang perintis sebuah keberadaan negara Islam tentunya Rasulullah Shallaallahu Alaihi Wasallam memulai segala sesuatunya dari serba nol. Mulai dari tatanan politik, kondisi ekonomi, sosial maupun budaya semuanya ditata dari awal. Dari kondisi nol tersebut membutuhkan jiwa seorang pejuang dan jiwa seorang yang ikhlas dalam menata sebuah rumah tangga pemerintahan, menyatukan kelompok-kelpompok masyarakat yang sebelumnya terkenal dengan perpecahan yang mana masing-masing kelompok menonjolkan karakter dan budayanya. Di sisi lain Rasulullah harus  mengendalikan depresi yang dialami oleh kaum muslimin melaui strategi dakwahnya agar ummat muslim mempunyai keteguhan hati (beriman) dalam berjuang, mentata perekonomian yang carut marut dengan menyuruh kaum muslimin bekerja tanpa pamrih dan lain sebagainya.
Upaya Rasulullah dalam mencegah terjadinya perpecahan di kalangan kaum muslimin maka beliau mempersatukan kaum Anhsor (sebagai tuan rumah) dengan kaum Muhajirin (sebagai kelompok pendatang). Rasulullah menganjurkan agar kaum Anshor yang notabene memiliki kekayaan dapat membantu saudara-saudaranya dari kaum Muhajirin. Maka hasil dari upaya tersebut terjadilah akulturasi budaya antara kaum Anshor dengan kaum Muhajirin sehingga kekuatan kaum Muslim bertambah.
Untuk mengantisipasi kondisi keamanan yang selalu mengancam maka Rasulullah mengeluarkan kebijakan bahwa daerah Madinah dipimpim oleh beliau sendiri dengan sebuah sistem pemerintahan ala-Rasul. Dari kepemimpinan beliau maka lahirlah berbagai macam kreativitas kebijakan yang dapat menguntungkan bagi kaum muslim. Kebijakan utama beliau adalah membangun masjid sebagai pusat aktivitas kaum muslimin.
Setelah perjuangan dalam tataran ideologi sudah dibenahi, maka Rasulullah  melangkah pada tahap berikutnya yaitu dengan mereformasi bidang ekonomi dengan berbagai macam kebijakan beliau. Seperti diulas panjang di atas bahwa kondisi ekonomi dalam keadaan nol. Kas negara kosong, kondisi gegrafis tidak menguntungkan dan aktivitas ekonomi berlajan secara tradisional. Melihat kondisi yang tidak menentu seperti ini maka Rasulullah s.a.w. melakukan upaya-upaya yang terkenal dengan Kebijakan Fiskal beliau sebagai pemimpin di Madinah yaitu dengan meletakkan dasar-dasar ekonomi (Sirojuddin, 2013: 1).
Diantara kebijakan Rasulullah tersebut seperti yang diungkapkan Karnaen A Perwataatmajda (2006: 14) adalah:
a.         Memfungsikan Baitul Mal
Baitul maal sengaja dibentuk oleh Rasulullah s.a.w sebagai tempat pengumpulan dana atau pusat pengumpulan kekayaan negara Islam yang digunakan untuk pengeluaran tertentu. Karena pada awal pemerintahan Islam sumber utama pendapatannya adalah Khums, zakat, kharaj, dan jizya (bagian ini akan dijelaskan secara mendetail pada bagian komponen-komponen penerimaan negara Islam).
b.         Pendapatan Nasional dan Partisipasi Kerja
Salah satu kebijakan Rasulullah dalam pengaturan perekonomian yaitu peningkatan pendaptan dan kesempatan kerja dengan mempekerjakan kaum Muhajirin dan Anshor. Upaya tersebut tentu saja menimbulkan mekanisme distrubusi pendapatan dan kekayaan sehingga meningkatkan permintaan agregat terhadap output yang akan diproduksi. Disi lain Rasullah membagikan tanah sebagai modal kerja. Kebijakan beliau sesuai dengan teori basis, yaitu bahwa jika suatu negara atau daerah ingin ekonominya maju maka jangan melupakan potensi basis yang ada di negara atau daerah tersebut.
c.         Kebijakan Pajak.
Kebijakan pajak ini adalah kebijakan yang dikeluarkan pemerintah muslim berdasarkan atas jenis dan jumlahnya (pajak proposional). Misalnya jika terkait dengan pajak tanah, maka tergantung dari produktivitas dari tanah tersebut atau juga bisa didasarkan atas zonenya.
d.        Kebijakan Fiskal Berimbang
Untuk kasus ini pada masa pemerintahan Rasulullah dengan metode hanya mengalami sekali defisit neraca Anggaran Belanja yaitu setelah terjadinya “Fathul Makkah”, namun kemudian kembali membaik (surplus) setelah perang Hunain.
e.         Kebijakan Fiskal Khusus
Kebijakan ini dikenakan dari sektor voulentair (sukarela) dengan cara meminta bantuan Muslim kaya. Jalan yang ditempuh yaitu dengan memberikan pijaman kepada orang-orang tertentu yang baru masuk Islam serta menerapkan kebijakan insentif (Sirojuddin, 2013: 1). 

2.        Kebijakan Fiskal Pada Masa Khulafaur Rasyidin
Berkaitan dengan kebijakan fiskal masa kekhalifahan Abu Bakar yaitu melanjutkan kebijakan-kebijakan yang telah diterapkan oleh Rasulullah. Hanya ada beberapa kebijakan fiskal beliau yang cukup dominan dibandingkan yang lain yaitu pemberlakuan kembali kewajiaban zakat setelah banyak yang membangkangnya. Kebijakan berikutnya adalah selektif dan kehati-hatian dalam pengelolaan zakat sehingga tidak ditemukan penyimpangan di dalam pengelolaannya.
Strategi yang dipakai oleh Amirul Mukminin Umar Ibn Khaththab adalah dengan cara penanganan urusan kekayaan negara, di samping urusan pemerintahan. Khalifah adalah penanggung jawab rakyat, sedangkan rakyat adalah sumber pemasukan kekayaan negara yang manfaatnya kembali kepada mereka dalam bentuk jasa dan fasilitas umum yang diberikan negara.
Dalam sambutannya ketika diangkat menjadi khalifah, beliau mengumumkan kebijakan ekonominya yang berkaitan dengan fiskal yang akan dijalankannya. Dari pidato yang beliau sampaikan di hadapan khalayak ramai sebagai dasar-dasar beliau dalam menjalankan kepemimpinannya yang terkenal dengan sebutan 3 dasar sebagai berikut:
  1. Negara Islam mengambil kekayaan umum dengan benar, dan tidak mengambil hasil dari kharaj atau harta fa’i yang diberikan Allah kecuali dengan mekanisme yang benar.
  2. Negara memberikan hak atas kekayaan umum, dan tidak ada pengeluaran kecuali sesuai dengan haknya; dan negara menambahkan subsidi serta menutup hutang.
  3. Negara tidak menerima harta kekayaan dari hasil yang kotor. Seorang penguasa tidak mengambil harta umum kecuali seperti pemungutan harta anak yatim. Jika dia berkecukupan, dia tidak mendapat bagian apapun. Kalau dia membutuhkan maka dia memakai dengan jalan yang benar.
Pada masa Usman tidak ada perubahan yang signifikan pada kondisi ekonomi secara keseluruhan. Kebanyakan kebijakan ekonomi mengikuti khalifah sebelumnya yang kebanyakan pakar mengatakan bahwa khalifah sebelumnya (Umar) adalah sang reformis dalam bidang ekonomi.
Sayyidina Ali pada awal-awal kepemimpinan mengawali dengan sebuah kebijakan, yaitu membersihkan kalangan pejabat yang korup yang dilakukan sebelumnya. Maka tidak sedikit pejabat sebelumnya yang dijebloskan ke dalam penjara. Salah satu yang berhasil dijebloskan ke dalam penjara adalah Gubernur Ray dengan tuduhan penggelapan uang. Mengenai kebijakan fiskalnya, Sayyidina Ali tetap mengacu pada khalifah sebelumnya. Bahkan kebijakan fiskal yang diterapkan oleh Umar banyak diteruskan oleh Sayyidina Ali, bukan Ustman (Sirojuddin, 2013: 1).

3.        Kebijakan Fiskal Dalam Islam
Kebijakan fiskal dalam Islam bertujuan untuk menciptakan masyarakat yang didasarkan pada keseimbangan distribusi kekayaan dengan menempatkan nilai-nilai material dan spiritual secara seimbang. Kebijakan fiskal lebih banyak peranannya dalam ekonomi Islam dibanding dengan ekonomi konvensioanl. Hal ini disebabkan antara lain sebagai berikut:
a.  Peranan moneter relatif lebih terbatas dalam ekonomi Islam dibanding dalam ekonomi konvensioanal yang tidak bebas bunga.
b.        Dalam ekonomi Islam, pemerintah harus memungut zakat dari setiap muslim yang memiliki kekayaan melebihi jumlah tertentu (nisab) dan digunakan untuk tujuan-tujuan sebagaimana tercantum dalam QS Al-Taubah: 60.
c.      Ada perbedaaan substansial antara ekonomi Islam dan non-Islam dalam peranan pengelolaan utang publik. Hal ini karena utang dalam Islam adalah bebas bunga, sebagian besar pengeluaran pemerintah dibiayai dari pajak atau berdasarkan atas bagi hasil. Dengan demikian, ukuran utang publik jauh lebih sedikit dalam ekonomi Islam dibanding ekonomi konvensioanal (Istanto, 2013: 1).
Menurut Metwally, setidaknya ada 3 tujuan yang hendak dicapai kebijakan fiskal dalam ekonomi islam.
a.       Islam mendirikan tingkat kesetaraan ekonomi dan demokrasi yang lebih tinggi, ada prinsip bahwa “ kekayaan seharusnya tidak boleh hanya beredar di antara orang-orang kaya saja. “ Prinsip ini menegaskan bahwa setiap anggota masyarakat seharusnya dapat memperoleh akses yang sama terhadap kekayaan melalui kerja keras dan usaha yang jujur.
b.     Islam melarang pembayaran bunga dalam berbagai bentuk pinjaman. Hal ini berarti bahwa ekonomi Islam tidak dapat memanipulasi tingkat suku bunga untuk mencapai keseimbangan (equiblirium) dalam pasar uang (yaitu anatara penawaran dan permintaan terhadap uang). Dengan demikian, pemerintahan harus menemukan alat alternatif untuk mencapai equilibrium ini.
c.     Ekonomi Islam mempunyai komitmen untuk membantu ekonomi masyarakat yang kurang berkembang dan untuk menyebarkan pesan dan ajaran Islam seluas mungkin. Oleh karena itu, sebagaian dari pengeluaran pemerintah seharusnya digunakan untuk berbagai aktivitas yang mempromosikan Islam dan meningkatkan kesejahtaraan muslim di negara-negara yang kurang berkembang (Istanto, 2013: 1).
Jika melihat praktek kebijakan fiskal yang pernah diterapakn oleh Rasulullahndan Khulafaurrasyidin, maka kebijakan fiskal dalam ekonomi Islam dapat dibagi dalam 3 hal, yaitu:
a.         Kebijakan pemasukan dari kaum Muslimin, yaitu:
1)  Zakat, yaitu salah satu dari dasar ketetapan Islam yang menjadi sumber utama pendapatan di dalam suatu pemerintahan Islam pada periode klasik.
2)  Ushr, yaitu bea impor yang dikenakan kepada semua pedagang dimana pembayarannya hanya sekali dalam satu tahun dan hanya berlaku terhadap barang yang nilainya lebih dari 200 dirham. Yang menarik dari kebijakan Rasulullah adalah dengan menghapuskan semua bea impor dengan tujuan agar perdagangan lancar dan arus ekonomi dalam perdangan cepat mengalir sehingga perekonomian di negara yang beliau pimpin menjadi lancar. Beliau mengatakan bahwa barang-barang milik utusan dibebaskan dari bea impor di wilayah muslim, bila sebelumya telah terjadi tukar menukar barang.
3)   Wakaf adalah harta benda yang didedikasikan kepada umat Islam yang disebabkan karena Allah SWT dan pendapatannya akan didepositokan di baitul maal.
4)     Amwal Fadhla berasal dari harta benda kaum muslimin yang meninggal tanpa ahli waris, atau berasal dari barang-barang seorang muslim yang meninggalkan negerinya.
5)  Nawaib yaitu pajak yang jumlahnya cukup besar yang dibebankan kepada kaum muslimin yang kaya dalam rangka menutupi pengeluaran negara selama masa darurat dan ini pernah terjadi pada masa perang tabuk.
6)     Khumus adalah harta karun/temuan. Khumus sudah berlaku pada periode sebelum Islam.
7)  Kafarat adalah denda atas kesalahan yang dilakukan seorang muslim pada acara keagamaan seperti berburu di musim haji. Kafarat juga biasa terjadi pada orang-orang muslim yang tidak sanggup melaksanakan kewajiban seperti seorang yang sedang hamil dan tidak memungkin jika melaksanakan puasa maka dikenai kafarat sebagai penggantinya (Sirojuddin, 2013: 1).
 b.         Kebijakan pemasukan dari kaum non muslim, yaitu:
1)      Jizyah (tribute capitis/ pajak kekayaan)  adalah pajak yang dibayarkan oleh orang non muslim khususnya ahli kitab sebagai jaminan perlindungan jiwa, properti, ibadah, bebas dari nilai-nilai dan tidak wajib militer.
2)        Kharaj (tribute soil/pajak, upeti atas tanah) adalah pajak tanah yang dipungut dari kaum nonmuslim ketika khaibar ditaklukkan. Tanahnya diambil alih oleh orang muslim dan pemilik lamanya menawarkan untuk mengolah tanah tersebut sebagai pengganti sewa tanah dan bersedia memberikan sebagian hasil produksi kepada negara. Prosedur yang sama juga diterapkan di daerah lain. Kharaj ini menjadi sumber pendapatan yang penting.
3)     ‘Ushr adalah bea impor yang dikenakan kepada semua pedagang, dibayar hanya sekali dalam setahun dan hanya berlaku terhadap barang yang nilainya lebih dari 200 dirham (Sirojuddin, 2013: 1).
c.         Kebijakan Pengeluaran
         Kebijakan Pengeluaran pendapatan negara didistrubusikan langsung kepada orang-orang yang berhak menerimanya. Di antara golongan yang berhak menerima pendapatan (distribusi pendapatan) adalah berdasarkan atas kreteria langsung dari Allah S.W.T yang tergambar di dalam al-Qur’an QS. At-Taubah Ayat 90:
Sesungguhnya zakat-zakat itu, hanyalah untuk orang-orang fakir, orang-orang miskin, pengurus-pengurus zakat, para Mu'allaf yang dibujuk hatinya,untuk (memerdekaan) budak, orang yang berhutang, untuk jalan Allah dan orang-orang yang sedang dalam perjalanan, sebagai sesuatu ketetapan yang diwajibkan Allah; Dan Allah Maha Mengetahui lagi Maha Biajaksana. (QS. 9:60)
         Orang-orang yang berhak menerima harta zakat ini terkenal dengan sebutan delapan ashnaf. Delapan asnab ini langsung mendapat rekomendasi dari Allah S.W.T sehingga tidak ada yang bisa membatahnya. Ini artinya kreteria dalam al-Qur;an terhadap orang-orang yang berhak mendapatkan atas kekayaan negara lebih rinci dibandingkan dengan kreteria yang tetapkan oleh pemerintah kita yang secara umum di-inklud-kan kepada orang-orang miskin saja (Sirojuddin, 2013: 1).

D.      Kesimpulan
Kebijakan fiskal adalah kebijakan yang dibuat pemerintah untuk mengarahkan ekonomi suatu negara melalui pengeluaran dan pendapatan (berupa pajak) pemerintah. Kebijakan fiskal dapat dibedakan kepada dua golongan : penstabil otomatik dan kebijakan fiskal diskresioner. Jika dilihat dari perbandingan jumlah penerimaan dengan jumlah pengeluaran, kebijakan fiskal dapat dibedakan menjadi empat jenis, yaitu : Kebijakan Anggaran Seimbang, Kebijakan Anggaran Defisit, Kebijakan Anggaran Surplus, Kebijakan Anggaran Dinamis.
Tujuan kebijakan fiskal adalah untuk mencegah pengangguran dan menstabilkan harga, implementasinya untuk menggerakkan pos penerimaan dan pengeluaran dalam anggran pendapatan dan Belanja Negara (APBN). Pengaruh kebijaksanaan fiskal terhadap perekonomian bisa dianalisa dalam dua tahap yang berurutan, yaitu : bagaimana suatu kebijaksanaan fiskal diterjemahkan menjadi suatu APBN dan bagaimana APBN tersebut mempengaruhi perekonomian.
Sedangkan terhadap kebijakan fiskal pada masa awal Islam,  terlihat bahwa zakat memainkan peranan yang sangat penting untuk mencapai tujuan kebijakan fiskal, yaitu untuk membiayai pengeluaran pemerintah dan untuk melakukan fungsi pengaturan dalam rangka mencapai tujuan ekonomi tertentu, seperti pertumbuhan ekonomi dan penciptaan investasi dan lapangan kerja. Hal ini tidak jauh berbeda dengan fungsi pajak dalam kebijakan fiskal modern. Oleh karena itu, zakat dan pajak mempunyai persamaan dalam kedudukannya dalam kebijakan fiskal.






Daftar Pustaka

Chapra, M. Umer. 1997. Al-Qur’an Menuju Sistem Moneter Yang Adil. Yogyakarta: PT. Dana Bhakti Prima Yasa.
Perwataatmajda, Karnaen A. 2006. Sejarah Pemikiran Eonomi Islam. Diktat Kuliah. Jakarta: Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta.
Raharddjo, Muhammad Dawam. 1992. Berbagai Aspek Ekonomi Islam: Kebijaksanaan Fiskal Dan Ekonomi Publik Dalam Islam. Yogyakarta: PT. Tiara Wacana Yogyakarta & P3EI UII Yogyakarta.
Rahayu, Ani Sri. 2010. Pengantar Kebijakan Fiskal. Jakarta: PT. Bumi Aksara.
Istanto, Ahmad. 2013. Kebijakan Fiskal Pada Awal Pemerintahan Islam, (Online). (http://syariah99.blogspot.com/2013/05/kebijakan-fiskal-pada-awal-pemerintahan.html. Diakses 03 November 2014).
Ruby, Yanti. 2013. Makalah Kebijakan Fiskal. (Online). (http://yantiruby. blogspot.com/2013/05/kebijakan-fiskal.html. Diakses 03 November 2014).
Sirojuddin, Ahmad. 2013. Kebijakan Fiskal Islam dan Kebijakan Fiskal Era Moderen. (Online). (http://juraganmakalah.blogspot.com/2013/01/ kebijakan-fiskal-islam-dan-kebijakan.html. Diakses 03 November 2014).

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Jangan Lupa Untuk Meinggalkan Komentar Anda ! Kritik dan Saran Dibutuhkan Untuk Perbaikan Blog Ini Kedepannya.