Bukan Sekedar Pendamping - Sang Pemburu Badai

Rabu, 01 Februari 2012

Bukan Sekedar Pendamping

Tak ada yang menyangkal bahwa Khodijah merupakan wanita terpandang di kotanya. Kekayaannya yang berlimpah karena menjadi saudagar membuatnya banyak dilirik orang. Kecantikan wajah dan ahlaknya memesona penduduk kota Makkah, bahkan orang luar makkah pun yang mengetahui kepribadiannya terpesona olehnya. Walaupun sudah berumur kepala empat tak menyurutkan banyak orang untuk meminangnya. Berstatus pernah menikah dua kali juga tak menghalangi para pemuda makkah mengaguminya. Walaupun begitu, tak seorang pun dari pemuda-pemuda gagah nan tampan kota makkah waktu itu bisa menarik hatinya. Pemuda-pemuda pandai, kekar, tinggi, putih, mancung anak para bangsawan kota suci itu juga tidak ada yang mengukuhkan hatinya untuk memilih salah satu diantaranya. Pinangan bangsawan berharta tak mencondongkan hatinya menerima salah satu diantaranya. Karena selama ini hanya ada satu orang yang menghiasi hatinya. Seorang pemuda yang diceritakan maisaroh, pembantunya. Seorang pemuda yang selalu dicurhatkan kepada Nafisah, temannya. Seorang pemuda dengan awan-awan yang menaunginya. Seorang pemuda dengan gelar Al-Amin yang disandangnya.

Cinta tak mengenal Kasta..... Cinta tak mengenal Harta..... Cinta tak faham kata......

Khodijah menyadari posisinya waktu itu, janda dua kali. Umurnya menjadi ganjalan apakah akan tetap mempertahankan cintanya. Tetapi pengalaman pernah menikah dua kali memberikan pertimbangan baginya untuk mengambil sebuah keputusan memilih seseorang yang bukan hanya sebagai pendamping tetapi juga bisa membimbing.

Lihatlah kawan apa yang dilakukan Ibunda kita tercinta ini setelah menikahi Muhammad. Dia tetap menjadi pelindung Muhammad walaupun nyawa harus dipertaruhkan. Menjadi muslimah pertama walaupun banyak yang menertawakan. Untuk perjuangan suaminya, semua hartanya disedekahkan. Perjuangan suaminya dia dukung, tidak takut dikucilkan. Martabatnya dikalangan orang arab saat itu, demi mendukung suaminya sama sekali tidak dia hiraukan. Nama baiknya pun ikut dia pertaruhkan. Khodijah, seorang istri dan seorang kekasih kepada suaminya semua jiwa dan raganya dia serahkan.

Dan Muhammad tidak pernah menduakan Khodijah sampai dia wafat, karena Cintanya.......

**************

Seorang yang dekat dengan kita adalah orang yang mempengaruhi orientasi kita. Orang tua adalah orang yang paling dekat dengan kita pada waktu kecil, sehingga orang tua kita lah yang mempengaruhi orientasi kehidupan kita. Semasa bersekolah kita mempunyai teman bermain. Merekalah orang yang dekat dengan kita. Kekompakan kita dengan teman-teman kita semasa sekolah, apa yang mereka lakukan juga kita lakukan, perilaku mereka adalah perilaku kita menjadi bukti orientasi kita terpengaruh oleh mereka.
Seorang suami, istri atau pacar (bagi yang punya) mungkin adalah orang yang terdekat dengan kita saat ini. Apa yang kita lakukan semaksimal mungkin untuk membahagiakan mereka. Apa yang membuat mereka senang sangat membahagiakan kita. Apa yang membuat mereka sedih bisa menghancurkan hati kita. Disinilah orientasi kita juga terpengaruh oleh mereka. Sesuatu yang terjadi dan disadari tetapi tidak kita pahami.

Kekasih (baik itu suami, istri maupun pacar) adalah orang yang paling mempengaruhi orientasi kebanyakan dari kita saat ini. Kehidupan kita beberapa tahun kedepan tidak akan bisa terlepas dari seorang kekasih, atau mungkin sekarang pun kita sudah tidak bisa terlepas dari padanya dengan bukti bahwa kita sering memikirkannya. Adalah suatu yang normal, bahkan menjadi suatu kewajiban menurut logika umum. Para sufi yang tidak mempunyai istri atau suami juga tak ingin lepas dari sang kekasih, yaitu Tuhan mereka.

Arti dan tipe kekasih sendiri bagi setiap orang tentunya mengalami perbedaan. Persepsi seseorang tergantung kriteria yang dia yakini dan arah logis yang dia pahami. Dan perbedaan persepsi ini adalah Nikmat dari Tuhan yang diberikan sehingga kita bisa menemukan pendamping kita. Apabila Tuhan menyamakan persepsi kita tentang standar seorang kekasih, maka persaingan diantara kita pasti akan ketat. Bahkan saat persepsi kita sudah beda pun sering mengalami persaingan, apalagi kalau sama.

Pernah seorang teman karib bertutur kepadaku, “bukannya aku takut mencari pacar waktu sekolah, bukannya aku tak mau mencari seorang kekasih waktu masuk kuliah. Tetapi belum kutemukan yang bisa ikut mendorongku. Kalau Cuma mencari yang bisa membahagiakanku dan menghibur ku waktu sedih tak kan susah aku mencarinya. Kalau Cuma menghendaki apa yang dikatakan nafsu kita ‘oh, dia adalah orang yang sreg (tepat) dengan hatiku’ maka aku akan sering mendapatkannya. Karena banyak orang yang kita temui dalam waktu berlainan sering kita katakan bahwa orang itu sesuai dengan tipe atau hati kita (atau lebih tepatnya nafsu kita). Aku mencari orang yang spesial, yang bisa membuatku menjadi spesial nantinya. Bukan hanya standar!”. (Dan aku bersukur sekarang dia telah mendapatkan orang yang spesial, semoga menjadi orang yang spesial bersamanya)

Ganteng, cantik, tinggi, putih, mancung, kaya, bisa membahagiakan kita, bisa menghibur saat kita sedih adalah kriteria standar. Tetapi apakah kita memang suka yang standar dan kemudian menjadi orang yang standar juga? Ataukah kita memiliki kriteria yang spesial sehingga bisa membuat diri kita nanti menjadi orang yang spesial?

Pertimbangkan, kemudian tentukanlah Orientasi Kita !


Susukan, 03.47 WIB
7 Rabiul Awal 1433 / 21 Januari 2012

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Jangan Lupa Untuk Meinggalkan Komentar Anda ! Kritik dan Saran Dibutuhkan Untuk Perbaikan Blog Ini Kedepannya.