Resensi Buku Pengantar Hukum Adat karya Soerojo Wignjodipoera
A. Pernikahan Dalam Pandangan Masyarakat Adat Jawa
Dalam hukum adat Jawa, pernikahan
bukan hanya merupakan periwtiwa penting bagi mereka yang masih hidup saja,
tetapi pernikahan atau perkawinan juga merupakan peristiwa yang sangat berarti
serta yang sepenuhnya mendapat perhatian dan diikuti oleh para arwa-arwah
leluhur oleh kedua belah pihak. Dan dari arwah-arwah inilah kedua belah pihak
beserta seluruh keluarganya mengharapkan juga restunya bagi mempelai berdua,
hingga mereka ini setelah menikah selanjutnya dapat hidup rukun bahagia sebagai
suami isteri sampai kakek nenek (Wignjodipoero, 1995: 122).
Bila suatu masyarakat memeluk agama Islam ataupun Kristen, maka terlihat
adanya pengaruh agama yang bersangkutan terhadap
ketentuan-ketentuan tentang perkawinan adat. Perkawinan secara Islam ataupun Kristen
tidak memberikan kewenangan turut
campur yang begitu jauh dan menentukan pada keluarga, kerabat dan persekutuan
seperti dalam adat. Oleh karena itu perkawinan menurut hukum Islam dan Kristen
itu membuka jalan bagi mereka yang memeluk agama-agama tersebut untuk
menghindari kekuasaan-kekuasaan kerabat, keluarga dan persekutuan seperti
keharusan memilih istri dari “hula-hula” yang bersangkutan, keharusan exogami,
keharusan endogami dan lain sebagainya. Inilah sebabnya juga, bahwa
kekuatan-kekuatan pikiran tradisional serta kekuasaan-kekuasaan tradisional
dari pada para kepala adat serta para sesepuh-sesepuh kerabat sangat kurang
dapat menyetujui cara-cara perkawinan yang tidak memprhatikan
ketentuan-ketentuan adat.
Dalam perkembangan jaman proses pengaruh ini berjalan terus dan akhirnya ternyata, bahwa:
- Bagi yang beragama Islam, nikah menurut Islam itu menjadi satu bagian dari perkawinan adat keseluruhannya.
- Bagi yang beragama Kristen, hanya unsur-unsur dalam perkawinan adat yang betul-betul secara positif dapat digabungkan dengan agama Kristen saja yang masih dapat diturut (Wignjodipoero, 1995: 134-135).
Seperti sudah diuraikan di atas tadi, maka acara nikah menurut agama Islam ini merupakan bagian dari pada seluruh upacara-upacara
perkawinan adat. Dengan demikian, maka sebelum dan sesudah
nikah, masih terdapat upacara-upacara perkawinan adat yang di seluruh daerah
hingga kini senantiasa masih dilakukan dengan penuh khidmat.
Nikah secara Islam ini yang dilaksanakan menurut hukum fiqh adalah
merupakan bagian yang sangat menentukan dari keseluruhan acara perkawinan adat. Nikah merupakan juga hal yang amat penting baik yang bersangkutan, yaitu
suami istri, maupun bagi masyarakat pada umumnya.
Hal ini merupakan penentuan, mulai saat manakah dapat dan harus dikatakan, bahwa
ada suatu perkawinan selaku suatu kejadian hukum dengan segala akibat hukum-hukumnya.
Nikah ini adalah suatu perjanjian, suatu kontrak ataupun suatu akad antara
mempelai laki-laki di satu pihak dan wali dari mempelai perempuan lain pihak. Perjanjian
ini terjadi dengan suatu “ijab” dilakukan oleh wakil bakal istri yang kemudian
diikuti dengan suatu “kabul” dari bakal suami dengan disaksikan oleh
sekurang-kurangnya dua orang muslim laki-laki, yang merdeka, sudah dewasa,
sehat pikirannya serta baik adat kebiasaannya (Wignjodipoero, 1995: 135).
Di Indonesia yang menjadi saksi ini biasanya pegawai-pegawai dari jawatan
agama bagian Islam. Ini berhubungan erat dengan Undang-undang tanggal 21
Nopember 1946 nomor 22 yang dinamakan
“Undang-undang Pencatatan nikah, talak dan rujuk” yang mulai berlaku bagi Jawa dan Madura pada tanggal 1 Pebruari 1947 (Penetapan
Mentri Agama tanggal 21 Januari 1947), bagi Sumatra pada tanggal 16 juni 1949
(Ketetapan Pemerintah Darurat Replulik Indonesia tanggal 14 Juni 1949 No.
1/P.D.R.I./K.A.) dan bagi daerah-daerah lainnya pada tanggal 2 Nopember 1954
(Undang-undang tanggal 26 Oktober 1954 Nomor 32 tahun 1954).
Perlu ditegaskan, bahwa menurut Undang-undang dimaksud di atas,
pegawai-pegawai dari Jawatan Agama (biasanya pegawai pencatat nikah) itu
tugasnya sebagai saksi hanya mengawasi pernikahan saja, supaya dilakukan
betul-betul menurut syarat-syarat yang ditentukan dalam hukum Islam. Yang
diawasi adalah terutama apakah betul-betul ada persetujuan dari kedua belah
pihak serta apakah telah dipastikan mas-kawinnya (mahr dalam hukum Islam). Sah atau tidaknya pernikahan sama sekali tidak
tergantung dari pada pengawasan ini. Apabila dilakukan di luar pengawasan dan
penegetahuan pegawai pencatat nikah, pernikahan adalah sah juga, asalkan
dilakukan dengan memperhatikan penuh ketentuan-ketentuan dalam hukum Islam
(Wignjodipoero, 1995: 136).
B.
Upacara
Pernikahan Dalam Pandangan Masyarakat Adat jawa
Upacara-upacara adat pada suatu
pernikahan ini berakar pada adat istiadat serta kepercayan-kepercayaan sejak
dahulu kala. Sebelum agama Islam masuk di Indonesia adat istiadat ini telah
diikuti dan senantiasa dilakukan. Upacara-upacara adat ini sudah mulai
dilakukan pada hari-hari sebelum pernikahan serta belangsung sampai hari-hari
sesudah upacara pernikahan. Upacara ini di berbagai daerah di Indonesia
tidaklah sama sebab dilangsungkan menurut adat kebiasaan di daerah
masing-masing (Wignjodipoero, 1995: 137).
Upacara adat pada perkawinan di daerah Jawa Tengah dalam garis besarnya
tidak berbeda dengan daerah pasundan, hanya istilah-istilahnya yang barang
tentu sudah berbeda serta pelaksanaannya berbeda. Juga di daerah ini, setelah
upacara lamaran, pemberian peningset serta pertunangan, menjelang hari
pernikahan terdapat upacara-upacara adat.
Menjelang hari pernikahan, bakal; mempelai laki-laki dengan diawali oleh
suatu perutusan yang mewakili orang-tua dan kerabatnya menuju ke rumah bakal
mertua untuk menjalani apa yang disebut “nyantri” yaitu menunggu sampai tiba
saat nikah, berdiam di tempat yang khusus ditunjuk oleh bakal mertua. Lazimnya
tempat ini (“pondokan temanten laki-laki”) letaknya di sekitar rumah bakal
mertua, kadang-kadang malah dalam satu pekarangan. Kesempatan ini biasanya
dipergunakan juga oleh pihak mempelai laki-laki untuk menyerahkan petukan-nya
kepada pihak mempelai perempuan.
Sementara itu di rumah mempelai perempuan sendiri pada hari menjelang hari
pernikahan juga sudah diadakan upacara-upacara adat, yaitu:
a.
Pertama-tama dilakukan upacara mandi “kembang
setaman” yakni bakal mempelai perempuan sebelum dirias dimandikan dengan air
kembang setaman oleh para pinesepuh wanita (nenek, saudara-saudara perempuan
bapak-ibu, kakak-kakak perempuan). Setelah selesai mandi, maka mulailah bakal
mempelai perempuan dirias
(Wignjodipoero, 1995: 141).
b.
Pada malam harinya, yaitu malam menjelang
pernikahan di rumah mempelai perempuan dilangsungkan apa yang disebut
midodareni”, yaitu malam tirakatan di mana kerabat pihak perempuan, khususnya
para pinesepuh, menghadiri hajat ini hingga jauh malam. Maksud upacara ini
adalah memohonkan taufik dan hidayat yang maha kuasa serta berkah restu para
leluhur supaya perkawinan yang esok hari akan dilangsungkan itu akan membawa
kebahagiaan bagi mempelai berdua beserta kerabatnya masing-masing.
c.
Malam tiraktan demikian ini juga dilakukan di
pondokan bakal mempelai laki-laki. Esok harinya sebelum memakai pakaian
temanten bakal mempelai laki-laki biasanya melakukan pula upacara “mandi”
seperti halnyamempelai perempuan, hanya di sini yang memandikan sudah barang
tentu para sesepuh kerabat mempelai laki-laki. Upacara pernikahannya sendiri,
akhir-akhir ini kebanyakan dilakukan di rumah mempelai perempuan dan tidak lagi
di masjid.
d.
Selain nikah, maka segera dilakukan upacara “panggih
temanten”. Yaitu kedua mempelai, mempelai laki-laki digandeng oleh
pinisepuh pria dan mempelai perempuan digandeng oleh pinisepuh
wanita,diketemukan dengan disaksikan oleh seluruh tamu yang hadir pada hajat
perkawinan tersebut. Pada upacara “panggih tementen” ini dilakukan juga
upacara saling melempar bingkisan sirih, menginjak telor, mempelai perempuan
mencuci kaki mempelai laki-laki dengan air-setaman dari bokor yang telah
disediakan khusus untuk itu. Upacara panggih temanten ini dilangsungkan di
pintu tengah, jalan masuk dari serambi mika (pendopo) ke serambi dalam
(ndalem) (Wignjodipoero, 1995: 142).
e.
Selesai upacara ini, kedua mempelai
bergandengan tangan ke serambi dalam dan mengambil tempat di kursi temanten.
(pada jaman dulu tempatnya temanten berdua itu di muka krobongan serta duduk di
bawah). Di sebelah kiri kanan tempat dudk temanten ini ada gagar-mayang-nya. Kemudian dilakukan acara menimbang temanten oleh bapak
mempelai perempuan. Pada upacara ini mempelai laki-laki duduk di pangkuan
sebelah kanan, sedangkan mempelai perempuan duduk di pangkuan sebelah kiri.
Kemudian apabila ditanyakan oleh ibu temanten perempuan di antara kedua
mempelai itu siapa yang lebih berat, maka di sini bapak harus menjawab “sama
beratnya”.
f.
Upacara berikutnya adalah upacara sungkem
atau ngabekti, yaitu mempelai berdua berturut-turut mencium lutut para pinisepuh;
maksudnya mohon berkah restu. Setelah itu biasanya temanten berdua menuju
kekamar temanten untuk ganti pakaian. Ada kebiasaan selesai ganti pakaian
dilakukan dahar kempul, artinya makan bersama nasi kuning dengan ingkung ayam.
Di daerah-daerah tertentu, seperti di
Surakarta, setelah dahar kempul ini, diadakan upacara kirab, yaitu mempelai
berdua dengan dihantarkan oleh anggota-anggota keluarga terdekat, mengadakan perjalanan
keliling rumah. Setelah kirab ini, maka upacara-upacara pada hari pernikahan
telah selesai. Beberapa hari setelah pernikahan ini lazimnya
setelah sepasar (lima hari), maka ada kebiasaan diadakan upacara ngunduh
temanten. Demikianlah pada garis besarnya
upacara-upacara adat pada perkawinan di daerah Jawa Tengah.
Perlu kiranya dipahami di sini, bahwa dalam perkembangan jaman ini,
sudah barang tertentu upacara-upacara adat pada perkawinan itu mendapat
pengaruhnya. Hanya pengaruh perkembangan jaman ini kiranya tidak akan dapat
menghapus upacara-upacara adat yang sudah berakar pada tata kehidupan rakyat
itu; pengaruh yang ada kiranya hanya berupa penyederhanaan pelaksanaannya saja
(Wignjodipoero, 1995: 142-143).
Sumber Buku :
Soerojo Wignjodipoera. 1995. Pengantar
dan Asas-Asas Hukum Adat. Jakarta: PT. Toko Gunung Agung.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Jangan Lupa Untuk Meinggalkan Komentar Anda ! Kritik dan Saran Dibutuhkan Untuk Perbaikan Blog Ini Kedepannya.