Pernikahan & Walimah (Resepsi Pernikahan) Dalam Islam - Sang Pemburu Badai

Sabtu, 27 Desember 2014

Pernikahan & Walimah (Resepsi Pernikahan) Dalam Islam

 Oleh. M. Najmuddin Huda
 
A.    Definisi Nikah
Kata nikah secara bahasa bermakna kumpul atau berkumpul. Sedangkan arti nikah secara istilah menurut para fuqoha’ adalah “aqad yang mengandung ketentuan ketentuan hukum kebolehan hubungan kelamin dengan lafadz nikah atau tazwij atau yang semakna dengan keduanya” (Al-Ghamrawi, tt: 319). Sedangkan M. Abu Israh memberikan definisi nikah yang hampir mirip dengan Al-Ghamrawi, yaitu “aqad yang memberikan faedah hukum kebolehan mengadakan hubungan keluarga (suami-istri) antara pria dan wanita dan mengadakan tolong menolong dan meberi batas hak hak bagi pemiliknya serta pemenuhan kewajiban bagi masing-masingnya” (Depag, 1983: 49).
Pernikahan atau perkawinan menurut Undang-Undang Perkawinan No 1 Tahun 1974 adalah ikatan lahir bathin antara seorang pria dengan seorang wanita sebagai suami isteri dengan tujuan membentuk keluarga (rumah tangga) yang bahagia dan kekal berdasarkan Ketuhanan Yang Mahaesa. Sedangkan menurut Kompilasi Hukum Islam adalah akad yang sangat kuat atau mitssaqan ghalidzan untuk mentaati perintah Allah dan melaksanakannya merupakan ibadah.
Para ulama telah menetapkan tentang 5 rukun nikah yang apabila telah terpenuhi semuanya maka sebuah pernikahan sudah dianggap sah oleh agama. Rukun tersebut adalah
a.       Dua orang yang saling melakukan akad pernikahan, yaitu mempelai laki-laki dan perempuan.
b.      Adanya wali.
c.       Adanya 2 orang saksi.
d.      Dilakukan dengan sighat tertentu (Depag, 1983: 49).

B.     Dalil Nikah
Diantara dalil nikah adalah
a.        Surat an-Nisa’ ayat 1
"Hai sekalian manusia, bertakwalah kepada Tuhan-mu yang telah menciptakan kamu dari seorang diri, dan dari padanya. Allah menciptakan isterinya; dan dari pada keduanya Allah memperkembang biakkan laki-laki dan perempuan yang banyak. dan bertakwalah kepada Allah yang dengan (mempergunakan) nama-Nya kamu saling meminta satu sama lain, dan (peliharalah) hubungan silaturrahim. Sesungguhnya Allah selalu menjaga dan mengawasi kamu."

b.        Surat an-Nahl ayat 72
"Allah menjadikan bagi kamu isteri-isteri dari jenis kamu sendiri dan menjadikan bagimu dari isteri-isteri kamu itu, anak-anak dan cucu-cucu, dan memberimu rezki dari yang baik-baik. Maka Mengapakah mereka beriman kepada yang bathil dan mengingkari nikmat Allah ?"
 
c.        Surat Ar-Rum ayat 21
"Dan di antara tanda-tanda kekuasaan-Nya ialah Dia menciptakan untukmu isteri-isteri dari jenismu sendiri, supaya kamu cenderung dan merasa tenteram kepadanya, dan dijadikan-Nya diantaramu rasa kasih dan sayang. Sesungguhnya pada yang demikian itu benar-benar terdapat tanda-tanda bagi kaum yang berfikir."

d.       Hadis Riwayat Bukhori Muslim
يا معشر الشباب من استطاع منكم الباءة فليتزوج فإنه أغض للبصر وأحصن للفرج
Hai para pemuda, barangsiapa telang sanggup diantaranya untuk nikah, maka menikahlah, karena sesungguhnya nikah itu dapat mengurangi pandangan yang (yang liar) dan dapat lebih mejnaga kehormatan.



C.    Walimah Dalam Islam
Walimah atau resepsi pernikahan secara bahasa artinya adalah berkumpul. Sedangkan secara istilah Sayyid Sabiq (2002:184) memberikan definisi “makanan pesta pengantin atau setiap makanan untuk undangan dan lain sebagainya”. Adapun dalil walimah seperti yang diriwayatkan dari Bukhori Muslim
أولم ولو بشاة
“Lakukanlah walimah sekalipun dengan seekor kambing”
Sedangkan hukum dari sebuah walimah menurut jumhurul ulama sunnah muakkadah. Ini berdasarkan ijtihad ulama’ terhadap hadis diatas. Dan hukum menghadirinya sendiri adalah wajib karena bertujuan untuk menggembirakan, memerihakan dan menunjukkan perhatian. Akan tetapi jika undangan bersifat umum dan tidak tertuju kepada orang tertentu maka hukumnya tidak wajib dan tidak sunnah. Walimah sendiri dapat dilaksanakan ketika akad nikah atau ketika hari perkawinan. Dalam hal waktunya syara’ lebih mengutmakan kepada adat dan kebiasaan yang berlangsung di daerah tersebut.
Islam sendiri tidak menentukan cara dan metode bagaimana sebuah walimah itu harus dilaksnakan. Semuanya dikembalikan kepada adat-istiadat yang berlangsung di daerah yang bersangkutan. Islam hanya memberikan batas-batasan terhadap hal-hal yang tidak diperbolehkan ketika melaksanakan sebuah upacara pernikahan dan memberikan beberapa anjuran di dalamnya (Sabiq, 2002:184-186).
 Termasuk kegiatan yang diperbolehkan dan disenangi oleh Islam adalah bernyanyi-nyanyi ketika upacara pernikahan, guna menyenangkan dan membuat pengantin perempuan giat, asal saja hiburannya sehat. Pesta perkawinan ini wajib dijauhkan dari acara yang tidak sopan dan porno, campur gaul antara laki-laki dan perempuan. Begitu pula perkataan yang keji dan tak pantas didengarkan.
Dalam sebuah riwayat Amir bin Sa’ad, ia berkata saya masuk ke rumah Quradhah bin Ka’ab ketika hari perkawinan Abu Mas’ud Al-Anshari. Tiba-tiba beberapa anak perempuan bernyanyi-nyanyi. Lalu saya bertanya: “Bukankah anda berdua adalah sahabat Rasulullah dan Pejuang badr, mengapa ini terjadi di hadapan anda ?”. Maka jawab mereka: “Jika anda suka, maka boleh mendengarnya bersama kami dan jika anda tak suka maka boleh anda pergi. Karena kami diberi kelonggaran  untuk mengadakan hiburan pada acara perkawinan”. Hadis ini diriwayatkan oleh An-Nasa’I dan Hakim (Sabiq, 2002:179).
Syariat nikah dalam Islam sebenarnya sangatlah simpel dan tidak terlalu rumit. Apabila sebuah ritual pernikahan telah memenuhi rukun dan persyaratannya, maka sebuah pernikahan sudah dianggap sah. Namun karena paradigma budaya yang terlalu disakralkan justru malah menimbulkan kerumitan-kerumitan, baik sebelum pernikahan ataupun pada saat pernikahan. Hal ini disebabkan diantaranya karena sesuatu yang telah menjadi budaya atau adat istiadat (LBM Al-Ma’ruf, tt:18).

Daftar Pustaka
Al-Ghamrawi, Muhammad Zuhri. tt. As-Siroj Al-Wahhaj ‘Ala Matni Minhaj At-Tahlibin. Beirut: Muassasah Lilkutub Ats-Tsaqafiah.
Departemen Agama. 1983. Ilmu Fiqih Jilid II. Jakarta: Departemen Agama.
Departemen Agama RI. 2000. Kompilasi Hukum Islam Di Indonesia.
Al-Qur’anul Karim dan Terjemahannya
Sabiq, Sayyid. 2002. Fikih Sunnah 7. Bandung: PT. Al-Ma’arif.
LBM Al-Ma’ruf. tt. Ketika Hukum Fiqih Menjawab. Grobogan: LBM Al-Ma’ruf.
Sekretaris Negara. 1974. Undang-Undang Republik Indonesia No. 1 Tahun 1974 Tentang Perkawinan. Jakarta: Sekretaris Negara.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Jangan Lupa Untuk Meinggalkan Komentar Anda ! Kritik dan Saran Dibutuhkan Untuk Perbaikan Blog Ini Kedepannya.