Laporan Observasi
Lembaga Amil Zakat Infaq Sadaqah Nahdlatul Ulama (LAZIS NU)
PW LAZIS NU Jawa Tengah & PC LAZIS NU Kota Semarang
(Penelitian Dilakukan Bulan Mei 2013 Dalam Rangka Memenuhi Tugas Mata Kuliah Zakat & Wakaf Fakultas Syariah IAIN Jaka Tingkir Kota Slatiga)
Oleh M. Najmuddin Huda Ad-Danusyiri
- Profil LAZIS NU
Sebagai organisasi yang memiliki basis massa terbesar di Indonesia, Pengurus
Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) telah memutuskan untuk membentuk satu pengelolaan
Zakat, Infaq dan Shadaqah (ZIS), yang diharapkan menjadi mitra masyarakat dalam
menyelesaikan beragam persoalan yang dihadapi. Masalah-masalah
yang menjadi titik prioritas dari
pemberdayaan Zakat, Infaq dan Shadaqah tersebut kemudian dijabarkan
dalam program-program unggulan dari Lembaga Amil Zakat, Infaq dan Shadaqah (LAZIS) NU. Melalui institusi Pengurus Pusat LAZIS
NU berkhidmat memfasilitasi pada muzakki/donatur untuk ikut serta berbagi
dengan masyarakat yang kurang mampu. Komitmen tersebut merupakan tanggung
jawab moral bagi PP LAZIS NU agar kaum
dhu'afa dapat keluar dari kemelut hidup mereka, yang pada gilirannya akan
tebentuk suatu komunitas masyarakat yang dicita-citakan bersama memberdayakan
Umat.
Dalam rangka mengsukseskan progam kerjanya, dibentuklah perwakilan LAZIS NU
baik di tingkat provinsi maupun kabupaten. Diantara LAZIS NU yang terdapat di
tingkat wilayah adalah Pengurus Wilayah (PW) LAZIS NU Jawa Tengah. PW LAZIS NU
Jateng berkantor di kantor Gedung NU Jawa Tengah yang berlamatkan di Jalan Dr.
Cipto No. 180 Kota Semarang. Saat ini PW LAZIS NU Jateng dipimpin oleh Dr.
Muhammad Sulthon, M.Ag. Selain menjabat sebagai ketua LAZIS NU Jateng, beliau
juga menjabat sebagai Dekan Fakultas Dakwah Institut Agama Islam Negeri (IAIN)
Walisongo Semarang. Beliau adalah ketua
ketiga semenjak didirikannya PW LAZIS NU Jateng. Dan saat ini beliau
menjabat pada periode kedua dan akan berakhir tahun ini.
Diantara LAZIS NU yang berada di tingkat kabupaten kota adalah Pengurus
Cabang (PC) LAZIS NU Kota Semarang.
Menurut bapak M. Sulthon, PC LAZIS NU Kota Semarang termasuk salah satu
diantara beberapa PC LAZIS NU di Jawa Tengah yang aktif mengelola zakat masyarakat.
Tapi sayangnya sampai saat laporan ini ditulis, struktur kepengurusannya yang
baru belum terbnetuk setelah berakhirnya masa bakti kepengurusan yang lama
beberapa saat yang lalu. Hal ini seperti yang dituturkan oleh Bapak Drs. H.
Anashom, M.Hum., selaku ketua Pengurus Cabang Nahdlatul Ulama (PCNU) Kota
Semarang. Sedangkan kantor PC LAZIS NU sendiri beralamatkan di Jalan
Puspogiwang Semarang Barat. Untuk sekedar diketahui, selain menajabat sebagai
ketua PCNU Kota Semarang Bapak Drs. H. Anashom, M.Hum., juga menjabat sebagai
Pembantu Dekan I Fakultas Dakwah IAIN Walisongo Semarang.
Berbeda dengan
lembaga amil zakat lainnya, dalam ketentuan beberapa hal setiap pengurus wilayah maupun
cabang LAZIS NU masih mengikuti organisasi pusatnya. Seperti dalam Anggaran
Dasar/Anggaran Rumah Tangga (AD/ART), progam kerja utama, dasar hukum,
visi-misi dan beberapa ketentuan lainnya. Hal ini disebabkan karena perwakilan
di tingkat provinsi maupun cabang diposisikan sebagai lembaga yang masih
menginduk kepada organisasi pusatnya. Walaupun begitu pembentukan perwakilan di
setiap wilayah maupun kabupaten kota tidak dilakukan oleh organisasi induk atau
pusatnya (PP LAZIS NU), tetapi dibentuk dan diterbitkannya Surat Keputusan (SK)
oleh Pengurus Wilayah (PWNU) atau Pengurus Cabang (PCNU) setempat. Hal ini
disebabkan karena sifat hubungan antara cabang dengan dengan pusatnya adalah
hubungan koordinatif, bukan hubungan direktori.
Pembentukan PW dan PC LAZIS NU sendiri atas kuasa PWNU dan PCNU setempat.
PP LAZIS NU hanya dapat bertindak sebagai sebagai inisiator dan anggota tim
formatur pada pembentukan PW dan PC LAZIS NU, begitu juga dengan PW LAZIS NU
terhadap PC LAZIS NU. Pembentukan kepengurusan PW LAZIS NU maupun PC LAZIS NU
dapat terlaksana melalui muktamar atau kongres. Kemudian PWNU akan mengeluarkan
Surat Keputusan (SK) untuk mengesahkan dan melegitimasi hasil kongres PW LAZIS
NU tersebut. Hal tersebut berlaku juga atas PCNU terhadap PC LAZIS NU. Dan
selama belum terbentuk LAZIS NU di tingkat kabupaten-kota, maka pengelolaan
zakat di daerah tersebut menggunakan jasa PCNU setempat. Hal ini sepeti yang
diutarakan Bapak Sulthon.
Seperti yang bisa dilihat dari bagan diatas, dibawah PP LAZIS NU ada
Manajemen. Manajemen inilah yang kemudian akan bekerja full time untuk
mengsukseskan semua progam kerja yang telah diprogamkan. Dan adanya manajemen
itu pun seharusnya juga ada di tingkat PW LAZIS NU dan PC LAZIS NU. Tetapi
bapak M Sulthon sendiri mengakui bahwa di PW LAZIS NU Jawa Tengah sendiri belum
terbentuk manajemen seperti yang telah diprogamkan oleh PP LAZIS NU. Belum
terbentuknya manajemen tersebut terkendala beberapa hal yang akan kami jelaskan
dalam sub bab progam kerja.
- Dasar Hukum LAZIS NU Jawa Tengah
Seperti yang telah kami jelaskan diatas, dalam beberapa ketentuan pengurus
wilayah atau cabang mengikuti organisasi pusatnya. Diantaranya adalah tentang
dasar hukumnya. Sehingga dasar hukumnya yang diapakai di tingkat wilayah maupun
kabupaten kota sama dengan yang dipakai di tingkat wilayah maupun
kabupaten-kota. Dasar hukumnya PP LAZIS NU sendiri adalah:
1.
Al-Qur'an
Al-Karim
2.
Hadits
Nabi
3.
Undang
Undang RI Nomor 38 Tahun 1999 Tentang Pengelolaan Zakat
4.
SK
Menteri Agama RI Nomor 373 Tahun 2003
Tentang Pelaksanaan Undang Undang Nomor 38 Tahun 1999
5.
SK
Pengurus Besar Nahdlatul Ulama Nomor 037 /A.II.03 .e/5 /2005 Tentang Susunan Pengurus Pusat Lembaga Amil
Zakat Infaq dan Shadaqah Nahdlatul Ulama (LAZIS NU) Masa Jabatan 2004-2009
6.
SK
Menteri Agama RI No. 65 Tahun 2005 Tentang Pengukuhan Lembaga Amil Zakat Infaq
dan Shadaqah Nahdlatul Ulama (LAZIS NU)
Dasar hukum diatas kami ambil dari salah
satu website, yaitu www.mtsfalakhiyah.wordpress.com,
karena dalam website resmi PP LAZIS NU tidak memposting tentang dasar hukumnya secara lengkap. Dalam website
yang di posting pada tanggal 07 Juli 2011 tersebut ternyata hanya mencantumkan
undang-undang zakat yang lama, yaitu UU RI No 38 Tahun 1999 sebagai dasar hukum
LAZIS NU, dan tidak mencantumkan undang-undang zakat terbaru, yaitu UU RI No.
23 Tahun 2011. Tetapi sewaktu kami mengkonfirmasikannya kepada Bapak Sulthon
selaku ketua PW LAZIS NU Jawa Tengah,
beliau mengatakan bahwa LAZIS NU telah menggunakan UU No. 23 Tahun 2011 sebagai
dasar hukum dan menjadikannya acuan untuk menjalankan progam-progam LAZIS NU.
Dan yang menjadi catatan penting adalah regulasi LAZIS NU baik di tingkat
wilayah maupun kabupaten-kota mengikuti regulasi yang berlaku di tingkat pusat.
Pengurus wilayah dan pengurus cabang merupakan pengaman terhadap regulasi
tingkat pusat.
- VISI dan MISI LAZIS NU Jawa Tengah
Seperti yang sudah kami tulis di atas, bahwa Visi dan Misi PW LAZIS NU Jawa
tengah sama dengan PP LAZIS NU, yaitu:
Visi
Bertekad
menjadi lembaga pengelola dana masyarakat (zakat, infak, sedekah, CSR dll) yang didayagunakan secara amanah dan
profesional untuk pemandirian umat
Misi
ü
Mendorong tumbuhnya kesadaran masyarakat
untuk mengeluarkan zakat, infaq dan sedekah dengan rutin dan tepat
ü
Mengumpulkan/menghimpun dan mendayagunakan dana
zakat, infaq dan sedekah secara profesional, transparan, tepat guna dan tepat
sasaran
ü
Menyelenggarakan program pemberdayaan
masyarakat guna mengatasi problem kemiskinan, pengangguran dan minimnya akses
pendidikan yang layak
- Program Kerja
Diantara progam kerja baik PW LAZIS NU Jawa Tengah maupun PC LAZIS NU Kota
Semarang adalah mengsukseskan progam kerja PP LAZIS NU, yaitu:
a.
Nu Care
Yaitu Program
bantuan langsung (Immediate aid) dan tanggap bencana Program bantuan langsung
(Immediate aid) dan tanggap bencana
b.
Nu Preneur
Yaitu Permodalan dan pendampingan usaha bagi pedagang kaki lima dan
usaha rumahan
c.
Nu Skill
Yaitu Pembekalan ilmu-ilmu terapan yang diperuntukkan bagi anak-
anak putus sekolah atau yang tidak melanjutkan ke pendidikan lebih tinggi
d.
Nu Smart
Yaitu Islam mengatur cara dan kaidah dalam mengelola dan melindungi kepemilikan harta, seperti mewajibkan zakat
bagi pemiliknya. Tidak hanya itu saja, Islam juga menggalakkan infaq dan
sedekah.
Selain itu, PW LAZIS NU Jawa Tengah juga mempunyai progam-progam sendiri
selain progam-progam diatas. Progam-progam tersebut adalah:
a. Sosialisasi tentang zakat, infaq dan sadaqah
b. Training atau pelatihan manajemen.
c. Memobilisasi PC LAZIS NU yang ada di Jawa Tengah.
d. Membentuk manajemen LAZIS NU Jawa
Tengah
e. Membentuk atau menjadi inisiator terbentuknya PC LAZIS NU di kabupaten-kota
se-Jawa Tengah.
Progam yang terakhir inilah yang menjadi
progam unggulan PW LAZIS NU Jawa Tengah, yaitu membentuk Pengurus Cabang LAZIS
NU di setiap kabupaten kota di Jawa Tengah.
- Manajemen Pengelolaan
PW LAZIS NU Jawa Tengah
Apabila progam-progam diatas dirasa kurang menyentuh langsung kepada
lapisan bawah (mustahiq atau muzakki), memang hal adanya demikian. Hal ini
disebabkan karena posisi pengurus wilayah sendiri lebih kepada mengkoordinasi
antara cabagn dengan pusat. Tetapi tidak menutup kemungkinan bagi pengurus
wilayah untuk melaksanakan progam kerja yang langsung bersentuhan dengan
mustahiq atau muzakki. Hal ini bisa dilihat dari kegiatan PW LAZIS NU Jawa
Tengah yang mendistribusikan daging kurban yang berasal perusahaan EXTRA JOSS yang
bekerjasama dengan PP LAZIS NU. Selain itu pengurus wilayah juga memungkinkan
untuk mengumpulkan zakat dari muzakki, akan tetapi sifatnya terbatas dan
insidentil. Sedangkana yang melakukannya secara permanen adalah pengurus pusat
dan pengurus cabang kabupaten atau kota. Hal tersebut seperti yang diungkapkan
oleh Bapak Sulthon.
Dengan sifatnya sebagai koordinator antara pusat dan cabang, maka pengurus
wilayah dapat mengfasilitasi setiap pengurus cabang mengajukan permohonan
mendapatkan zakat dari pengurus pusat untuk kemudian didistribusikan di
wilayahnya masing-masing. Atau memutuskan kabupaten atau kota mana saja yang
akan diberi amanah untuk mendistribusikan zakat yang berasal dari pengurus
pusat. Hal ini disebabkan karena pengurus pusat (PP LAZIS NU) memiliki sumber
zakat atau dana yang lebih banyak atau besar.
Bapak Sulthon juga menambahkan bahwa pengurus cabang bisa mendapatkan
sumber zakat melalui dua cara. Yang pertama dengan mengusahakannya dari kota
atau kabupatennya sendiri-sendiri. Yang kedua adalah mendapatkan sumber zakat
dari pengurus pusat, baik dengan cara mengajukan atau ditunjuk. Dan apabila
ditunjuk maka pengurus wilayah lah yang akan menentukan. Tetapi pada umumnya
pengurus cabang mendapatkan sumber zakatnya dari kabupaten atau kotanya
masing-masing.
Sedangakan untuk pemenuhan azsanya, PW LAZIS NU Jawa Tengah telah memenuhi
7 asas dalam UU No. 23 Tahun 2011, yaitu syariat Islam, amanah, kemanfaatan,
keadilan, kepastian hukum, terintegrasi, dan akuntabilitas. Hal ini dibuktikan
dengan dibuatnya laporan tahunan yang kemudian dilaporkan kepada pengurus pusat
untuk dibuat jurnal.
PC LAZIS NU Kota Semarang
Sedangkan PC LAZIS NU Kota Semarang mempunyai sumber zakat sendiri yang
berbeda dengan yang lainnya. Sumber tersebut berasal dari BMT NU yang dimiliki
oleh PCNU Kota Semarang. Zakat dari BMT NU tersebut dinamakan dengan ZIS
Sosial. Saat ini BMT NU PCNU Kota Semarang sendiri sudah mempunyai kantor
cabang pembantu (KCP) sebanyak 24 cabang yang tersebar di seluruh Jawa Tengah.
Kantor pusat BMT NU itu sendiri berada di Mangkang Semarang. Sedangkan cara
pengambilan zakatnya itu sendiri berasal dari sisa hasil usaha (SHU) sebanyak
5%.
Memang untuk saat ini sumber zakat PC LAZIS NU Kota Semarang baru berasal
dari BMT, belum ada sumber lain. Hal tersebut bisa terjadi karena ada beberapa
kendala apabila mengambil dari sumber lain. Kendala-kendala tersebut akan kami
jelaskan pada sub bab berikutnya.
Sedangkan untuk penthasharufannya, PC LAZIS NU Kota Semarang melakukakn
beberapa prosedur atau cara. Diantaranya adalah:
a. Untuk kegiatan organisasi Nahdlatul Ulama di Kota Semarang
b. Santunan
c. Peduli bencana, seperti bantuan pada saat terjadinya banjir di Mangkang dan
angin lesus di dekat Masjid Agung.
d. Untuk kepentingan MWC NU, Ranting atau badan otonomnya (Banom). Caranya
adalah dengan mengajukan permohonan kepada PC LAZIS NU.
- Kendala Pelakasanan Progam
PW LAZIS NU Jawa Tengah
Menurut
Bapak Sulthon, kendala yang dihadapi oleh PW LAZIS NU Jawa Tengah
bermacam-macam. Diantaranya adalah pengurus wilayah tidak mempunyai rakyat,
sehingga sangat sulit melaksanakan progam-progamnya. Karena yang mempunyai
rakyat adalah pengurus cabang. Seringkali pelaksanaan progam oleh pengurus
wilayah bertabrakan dengan pengurus cabang.
Kendala
berikutnya adalah dalam bidang manajemen, yaitu progam kerja sudah dilaksanakan
oleh pesantren dan pengurus cabang. Dan antara pesantren dan pengurus cabang
sudah mempunyai dana tersendiri. Sehingga pelaksanaan manajemen dan
pembentukannya di tingkat wilayah akan sulit, karena terkendala dengan tradisi
yang sudah ada di kalangan Nahdliyyin.
Selain
itu juga yang menjadi kendala adalah main saje orang NU yang menyulitkan
terlaksana progam kerja. Apalagi masyarakat NU (Nahdliyiin) sendiri sudah mempunyai
tradisi yang sudah berjalan. Sehingga bisa dikatakan bahwa pergerakan LAZIS itu
sangat kontra dengan tradisi yang sudah mapan di masyarkat, terutama kaum kiyai
dan nahdliyyin.
Sedangkan
kendala pembuatan pengurus cabang baru diantaranya adalah kendala manajerial,
yang mana sangat sulit mencari orang yang mempunyai kemampuan manjemen
mengelola zakat yang baik. Selain itu juga adanya benturan dengan tradisi
setempat. Dan yang menjadi kendala lainnya yang tidak kalah penting adalah
kendala politik. Hal ini sering terjadi jika ketua LAZIS NU berbeda partai
politiknya denga ketua PCNU atau tokoh masyrakat setempat.
PC LAZIS NU Kota Semarang
a. Kendala terdapat pada lingkup jama’ah dan pesantren yang sudah melaksanakan
zakat dan infaq kepada kiyai atau tokoh masyarakat.
b. Karakteristik orang NU.
c. Berada di lingkungan perkotaan
d. Pengurus belum maksimal
- Pandangan Terhadap UU No. 38 Tahun 1999 dan UU No. 23 Tahun 2011
1. Pendapat Dr. Muhammad Sulthon, M.Ag. (Ketua PW LAZIS NU Jawa Tengah)
Pandangan beliau terhadap UU No. 23 Tahun 2011 adalah LAZ merasa tidak
terlindungi oleh pemerintah. Undang-undang tersebut lebih memihak kepada BAZ.
Selain itu juga lembaga-lembaga zakat pada undang-undang terbaru lebih
diperketat. Dan dominasi juga lebih kepada BAZ. Tetapi persoalaan sebenarnya bukan
berada pada dominasi atau keberpihakan, tetapi lebih kepada persoalan
kepercayaan masyarakat kepada pemerintah yang begitu rendah. Karena para
pemimpin tidak memberikan rasa kepercayaan kepada masyarakat.
Bapak sulthon juga menambahkan bahwa pemerintah sendiri kurang menghargai
Lembaga Swadaya Masyrakat (LSM). Padahal selama ini masyarakat menjadikan
ulama’ sebagai sumber legitimasinya. Kemudian kepercayaan masyarakat kepada
pemerintah juga rendah. Hal inilah yang seharusnya disadari oleh pemerintah.
Zakat sendiri menurut beliau bisa dijadikan sebagai tolok ukur kepercayaan
masyrakat kepada pemerintah. Apabila pengelolaan zakat dan tingkat partisipasi
masyarakat dalam membayar zakat itu tinggi, ini menunjukkan kepercayaan
masyarakat kepada pemerintah juga tinggi. Tetapi apabila partisipasi masyarakat
rendah, maka kepercayaan itu rendah pula.
Beliau juga menyinggung perbedaan dengan undang-undang yang lama (UU No. 38
Tahun 1999) yang hanya memberikan sanksi kepada lembaga apabila ada
pelanggaran, bukan kepada muzakki. Tentu hal ini akan sangat bertentangan
dengan tradisi yang sudah mapan di masyarakat, terutama kaum nahdliyyin. Karena
masyarakat lebih banyak yang memberikan zakatnya kepada para kiyai atau tokoh
masyarakat mereka. Tentunya dalam hal tersebut masyarakata dapat dikenai sanksi
apabila dikaitkan dengan undang-undang yang baru. Dalam masalah ini PP LAZIS NU
dan PW LAZIS NU Jawa Tengah berada dalam posisi membela tradisi.
Walaupun begitu beliau tidak serta merta menyalahkan pemerintah, karena bila
dilihat dari sisi normatif agama hal tersebut ada benarnya juga. Zakat menurut
beliau merupakan ajaran agama yang penyelenggaraannya bisa dilaksanakan atau di
gerakkan secara sempurna apabila ada campur tangan ulil amri (pemerintah).
Bahkan menurut beliau, campur tangan ulil amri atau pemerintah dalam hal zakat
adalah keharusan. Beliau berpendapat seperti itu bertendensi kepada dua hal,
yang pertama adalah Nabi Muhammad sendiri dalam kapasitasnya sebagai pemimpin
pernah menghimpun zakat. Hal yang kedua adalah tindakan Abu Bakar Ash-Shiddiq
terhadap persoalan zakat dan orang-orang yang tidak mau membayar zakat. Kedua
kisah tersebut memberikan pemahaman bahwa pemerintah sangat perlu untuk ikut
aktif dalam penyelengaraan ajaran agama apabila memang sangat di butuhkan.
Tetapi lanjut beliau, hal ini akan sangat berlainan apabila dikaitkan dengan
sholat dan masjid yang mana pemerintah tidak punya hak untuk ikut campur dalam
penyelengaraan ajarannya.
Hal
diatas sebenarnya bisa terjadi merupakan konsekuensi menganut Pancasila.
Menurut beliau agama dan negara mempunyai sifat hubungan simbiosis mutualisme.
Sehingga diantara keduanya saling menguntungkan dan membutuhkan.
Diakhir
wawancara dengan kami, Bapak Sulthon mengungkapkan keinginan dan harapannya,
yaitu agar kedepannya manjemen dan pengelolaan zakat di LAZIS NU dapat berjalan
lebih baik. Karena baik buruknya sebuah lembaga pengelola zakat lebih dinilai
dengan baik atau tidaknya sistem dan manajemen pengelolaannya, bukan dengan dengan
banyaknya dana yang masuk. Beliau mencontohkan dengan tranparansi satu ekor
sapi yang kemudian didistribusikan dengan transparan dan tepat sasaran pada
wilayah yang membutuhkan akan lebih baik dibandingkan pendistribusian seribu
ekor sapi yang tidak transparan dan tidak tepat sasaran. Dengan transparansi
dan ketepatan sasarannya maka zakat akan secara jelas didistribusikan kepada
daerah-daerah yang memang membutuhkan.
2. Pendapat Drs. H. Anashom, M.Hum. (Ketua PCNU Kota Semarang)
Beliau berpandangan bahwa UU No 23 Tahun 2011 mempunyai tujuan yang sangat
bagus. Akan tetapi pemerintah sendiri seakan tidak ada upaya untuk
melaksanakannya dengan baik. Hal ini bisa dbuktikan dengan belum adanya
peraturan pelaksana undang-undang tersebut sampai sekarang. Dengan melihat sikap
pemerintah yang seperti itu undang-undang tidak akan jalan, baik di kalangan
nahdliyyin maupun di masyarakat lain.
Beliau juga sempat menyinggung beberapa pasal dalam undang-undang tersebut
yang sangat bertentangan dengan tradisi NU dan masyarakat. Walaupun beliau juga
mengungkapkan akar terbukanya kesempatan untuk menguji materikan pasal-pasal
tersebut, tetapi labih baik untuk mengsosialisakan dan mencobanya terlebih
dahulu kepada masyrakat. Hal ini untuk mengetahui sikap masyarakat terhadap
undang-undang tersebut.
Daftar Pustaka
Wawancara dengan Dr. Muhammad Sulthon, M.Ag. Kamis, 02
Mei 2013. Pukul 14.30-16.00 WIB. di Kantor Dekan Fakultas Dakwah Kampus 3 IAIN
Walisongo. Jalan Prof. Dr. Hamka Ngaliyan Semarang.
Wawancara dengan Drs. H. Anashom, M.Hum. Kamis, 02 Mei
2013. Pukul 16.00-16.30 WIB. di Kantor Pembantu Dekan I Fakultas Dakwah Kampus
3 IAIN Walisongo. Jalan Prof. Dr. Hamka Ngaliyan Semarang.
http://www.lazisnu.or.id/
http://mtsfalakhiyah.wordpress.com/
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Jangan Lupa Untuk Meinggalkan Komentar Anda ! Kritik dan Saran Dibutuhkan Untuk Perbaikan Blog Ini Kedepannya.