2012 - Sang Pemburu Badai

Selasa, 07 Februari 2012

Anak Kecil Itu Membawa Orang Tuanya Ke Surga

15.45 7
Anak Kecil Itu Membawa Orang Tuanya Ke Surga
Hari kamis kemarin mungkin merupakan hari paling menyedihkan bagi tetanggaku. Anak mereka satu-satunya, seorang bocah laki-laki telah dipanggil oleh Sang Penciptanya. Anak yang sedang dalam masa lucu-lucunya. Tak ada yang tidak merasa kehilangan. Walupun bukan saudara atau keluarga tapi aku ikut merasa sedih atas kepergiaannya. Aku mengenal bocah ini sebagai anak yang penurut, pendiam dan tidak pernah neko-neko. Ketika anak-anak seusianya didesaku tumbuh dalam kenakalan, dia tampak berbeda. Walaupun orang tuanya adalah orang berada tetapi setahuku tidak pernah sekalipun anak itu minta yang aneh-aneh ataupun menjadi anak manja. Tak ada yang menyangka bahwa dalam umurnya yang masih begitu kecil dia telah meninggalkan orang-orang terkasihnya.

Salah seorang ulama’ yang kebetulan datang untuk bertakziyah diminta untuk memberikan ceramah tasliyah/pelepasan jenazah. Dalam cemahnya, ulama’ itu menerangkan tentang empat fungsi pokok dari seorang anak.

Fungsi anak yang pertama, Taqorruban ilaAllah. Dengan diberinya rizki dan amanat seorang anak maka orangtua seharusnya lebih mendekatkan diri kepada Allah. Dengan bertambahnya anak maka bertambahlah ketakwaannya. Anak merupakan salah satu sarana untuk mendekatkan diri kepada Sang Khaliq.

Fungsi anak yang kedua, Ziyadata mahabbatin ilaRosulihi. Tambahnya rasa cinta kepada Nabi Muhammad. Dengan tujuan, salah satunya adalah kita mencintai Nabi Muhammad maka kita berharap anak kita bisa meniru ahlak dan perilaku Beliau. Dengan tambahnya seorang anak maka tambah pula rasa cintanya kepada Nabinya.

Fungsi anak yang ketiga, apabila anak itu meninggal sebelum usia baligh maka anak itu menjadi tabungan bagi orang tuanya disurga. Anak itu akan menuntut kepada Allah agar kedua orang tuanya yang beriman dimasukkan kedalam surga. Di hari pembalasan kelak sang anak akan menunggu orangtuanya di pintu surga untuk mengajak mereka bersama-sama memasuki rumah keabadian. Maka bisa dilihat bahwa anak yang meninggal sebelum baligh sudah pasti berguna bagi kedua orang tuanya di akhirat. Karena anak itu menjadi salah satu wasilah seseorang bisa masuk surga.

Fungsi anak yang keempat, apabila anak itu meninggal setelah baligh maka anak itu bisa bermanfaat ketika dia menjadi anak yang sholeh / sholehah. Kemanfaatan anak itu yaitu ketika dia mau mendoakan kedua orang tuanya dan menziarahi kubur mereka. Akan tetapi apabila anak itu adalah seorang pembangkang terhadap agamanya, bisa jadi orang tuanya lah yang akan dia seret masuk neraka (walaupun orang tuanya ahli Surga). Karena ketidak amanahan dalam mendidik anak menjadi salah satu penyebab seseorang di jerumuskan kedalam jurang jahannam.

Aku sungguh iri kepada anak itu. Diumurnya yang masih belia dia telah menjadi anak yang berbakti. Dalam umurnya yang hanya beberapa tahun anak itu telah membuktikan menjadi anak yang berguna bagi orang tuanya. Sedangkan aku yang telah hidup lebih lama belum bisa menjadi anak yang bisa memberikan manfaat kepada orangtuaku.

Aku sungguh iri kepada anak itu. Dia akan menjemput orangtuanya di pintu surga. Dia akan menggandeng tangan mereka memasuki tempat paling indah itu. Dia peluk kedua orang tuanya kemudian dia ajak mengelilingi istana-istana keabadian.

Aku sungguh iri kepada anak itu. Suatu saat nanti orangtuanya akan merasa bangga karena pernah memilikinya, walaupun hanya sesaat. Kesedihan atas kepergiaannya tergantikan dengan belaian anak itu di ranjang-ranjang firdaus.  Apakah kita sudah merasa bisa menjadi seperti itu?

Aku sungguh iri kepada anak itu. Di hari hari esok ketika anak-anak seusianya membuat orang-orang tua mencucurkan air mata karena kelakuan mereka, anak itu sudah bisa membuat tersenyum orang tuanya dengan lambaian tangannya dari Jannatun Na’im.

Saudaraku, Sungguh kita sadari diusia kita yang telah dewasa ini kita belum bisa melakukan seperti apa yang telah dilakukan seorang anak yang hanya diberi kempatan hidup beberapa tahun saja. Diusia yang sudah tak lagi pantas disebut bocah, kita masih sering membuat orang tua kita menangis.

Kita tidak tahu apakah kita nanti bisa menjemput orang tua kita di pintu surga ataukah kita membawa mereka ke neraka.

Kita tidak tahu apakah orang tua kita nanti akan bangga karena pernah memiliki kita ataukah akan menyesal karena pernah melahirkan kita.

Kita tidak tahu apakah kita akan membalas kebaikan orang-orang yang kita sayangi dengan belaian-belaian lembut disurga ataukah dengan tamparan-tamparan kasar para penunggu neraka.

Kita tak tahu, suatu saat nanti bisakah membuat tersenyum orang tua kita atau membuat mereka menangis dan menjerit dengan ikatan rantai siksa.


Ya Allah Ya Rabb....
Kami sadar bahwa kami adalah anak-anak yang durhaka. Kami masih sering membuat orang tua kami menangis. Kami masih sering membuat mereka meneteskan air mata. Kami masih sering mengecewakan mereka. Kami mengakui bahwa kami masih sering berbohong dibelakang mereka. Kami masih sering menipu orang-orang yang kita sayangi. Maka dari itu Ya Rabb, kami bertaubat kepada-Mu, Kami memohon ampun kepada-Mu. Jangan kepada kami, orang tua kami, saudara-saudara dan kawan-kawan kami Engkau timpakan adzab-Mu Ya Allah.......

Ya Mukhawwilal Akhwal, Khawwil Akhwalana ila Ahsanil Khal.......
Wahai Tuhanku, tunjukkanlah jalanmu untuk memperbaiki tingkah laku kami sehingga orang-orang tua kami tak pernah menyesal melahirkan kami, tak pernah menyesal membesarkan kami, tak pernah menyesal mempunyai anak seperti kami. Jadikanlah kami sebagai anak yang  berbakti. Jadikan kami sebagai anak di dunia dan akhirat bisa bermanfaat bagi orangtua-orangtua kami.......

Ya Allah Ya Rabb.......
Janganlah masukkan orang-orang tua kami kedalam ahli neraka. Jadikanlah kami sebagai penebus dosa mereka. Jadikanlah tubuh kami sebagai perisai mereka dari jilatan api siksa. Timpakan kepada kami dosa-dosa mereka. Tanggungkan lah kepada kami adzab yang akan engkau berikan. Ambillah kebaikan-kebaikan kami dan berikanlah kepada orangtua kami. Biarkan lah kami yang menggantikan mereka atas siksaan-Mu yang pedih.......

Ya Ilahana Ijma’ lana Wa Akhbaban lana Fi Darikal Firdausi Ya Ridwana.......
Izinkanlah kami menjemput orangtua kami di pintu surga-Mu. Izinkanlah kami menggandeng tangan mereka memasuki kerajaan-Mu. Izinkanlah kami menggendong orangtua kami mengelilingi taman-taman-Mu. Izinkanlah kami membelai orangtua kami di Jannantun Na’im-Mu. Kumpulkanlah kami dan orang-orang yang kami sayangi di Surga Firdaus-Mu.......


[ Tulisan ini aku dedikasikan :
Untuk Nabiku tercinta Muhammad Shallaallahu Alaihi Wasallam. Semoga Engkau memasukkan diriku dan kedua orang tuaku dalam golongan orang-orang yang mendapatkan syafaatmu.....
Untuk Ayahku terkasih yang telah meninggalkanku. Semoga engkau tak pernah menyesal mempunyai anak sepertiku. Aku selalu berdo’a semoga kita bisa bersama memasuki surga Firdaus-Nya.......
Untuk adhek Naufal yang meninggalkan kita hari kamis kemarin. Selamat jalan. Aku sungguh sangat iri kepadamu.......]


Susukan, 13.58 WIB
12 Rabiul Awal 1433 H / 4 Februari 2012

Rabu, 01 Februari 2012

Bukan Sekedar Pendamping

16.56 0
Bukan Sekedar Pendamping
Tak ada yang menyangkal bahwa Khodijah merupakan wanita terpandang di kotanya. Kekayaannya yang berlimpah karena menjadi saudagar membuatnya banyak dilirik orang. Kecantikan wajah dan ahlaknya memesona penduduk kota Makkah, bahkan orang luar makkah pun yang mengetahui kepribadiannya terpesona olehnya. Walaupun sudah berumur kepala empat tak menyurutkan banyak orang untuk meminangnya. Berstatus pernah menikah dua kali juga tak menghalangi para pemuda makkah mengaguminya. Walaupun begitu, tak seorang pun dari pemuda-pemuda gagah nan tampan kota makkah waktu itu bisa menarik hatinya. Pemuda-pemuda pandai, kekar, tinggi, putih, mancung anak para bangsawan kota suci itu juga tidak ada yang mengukuhkan hatinya untuk memilih salah satu diantaranya. Pinangan bangsawan berharta tak mencondongkan hatinya menerima salah satu diantaranya. Karena selama ini hanya ada satu orang yang menghiasi hatinya. Seorang pemuda yang diceritakan maisaroh, pembantunya. Seorang pemuda yang selalu dicurhatkan kepada Nafisah, temannya. Seorang pemuda dengan awan-awan yang menaunginya. Seorang pemuda dengan gelar Al-Amin yang disandangnya.

Cinta tak mengenal Kasta..... Cinta tak mengenal Harta..... Cinta tak faham kata......

Khodijah menyadari posisinya waktu itu, janda dua kali. Umurnya menjadi ganjalan apakah akan tetap mempertahankan cintanya. Tetapi pengalaman pernah menikah dua kali memberikan pertimbangan baginya untuk mengambil sebuah keputusan memilih seseorang yang bukan hanya sebagai pendamping tetapi juga bisa membimbing.

Lihatlah kawan apa yang dilakukan Ibunda kita tercinta ini setelah menikahi Muhammad. Dia tetap menjadi pelindung Muhammad walaupun nyawa harus dipertaruhkan. Menjadi muslimah pertama walaupun banyak yang menertawakan. Untuk perjuangan suaminya, semua hartanya disedekahkan. Perjuangan suaminya dia dukung, tidak takut dikucilkan. Martabatnya dikalangan orang arab saat itu, demi mendukung suaminya sama sekali tidak dia hiraukan. Nama baiknya pun ikut dia pertaruhkan. Khodijah, seorang istri dan seorang kekasih kepada suaminya semua jiwa dan raganya dia serahkan.

Dan Muhammad tidak pernah menduakan Khodijah sampai dia wafat, karena Cintanya.......

**************

Seorang yang dekat dengan kita adalah orang yang mempengaruhi orientasi kita. Orang tua adalah orang yang paling dekat dengan kita pada waktu kecil, sehingga orang tua kita lah yang mempengaruhi orientasi kehidupan kita. Semasa bersekolah kita mempunyai teman bermain. Merekalah orang yang dekat dengan kita. Kekompakan kita dengan teman-teman kita semasa sekolah, apa yang mereka lakukan juga kita lakukan, perilaku mereka adalah perilaku kita menjadi bukti orientasi kita terpengaruh oleh mereka.
Seorang suami, istri atau pacar (bagi yang punya) mungkin adalah orang yang terdekat dengan kita saat ini. Apa yang kita lakukan semaksimal mungkin untuk membahagiakan mereka. Apa yang membuat mereka senang sangat membahagiakan kita. Apa yang membuat mereka sedih bisa menghancurkan hati kita. Disinilah orientasi kita juga terpengaruh oleh mereka. Sesuatu yang terjadi dan disadari tetapi tidak kita pahami.

Kekasih (baik itu suami, istri maupun pacar) adalah orang yang paling mempengaruhi orientasi kebanyakan dari kita saat ini. Kehidupan kita beberapa tahun kedepan tidak akan bisa terlepas dari seorang kekasih, atau mungkin sekarang pun kita sudah tidak bisa terlepas dari padanya dengan bukti bahwa kita sering memikirkannya. Adalah suatu yang normal, bahkan menjadi suatu kewajiban menurut logika umum. Para sufi yang tidak mempunyai istri atau suami juga tak ingin lepas dari sang kekasih, yaitu Tuhan mereka.

Arti dan tipe kekasih sendiri bagi setiap orang tentunya mengalami perbedaan. Persepsi seseorang tergantung kriteria yang dia yakini dan arah logis yang dia pahami. Dan perbedaan persepsi ini adalah Nikmat dari Tuhan yang diberikan sehingga kita bisa menemukan pendamping kita. Apabila Tuhan menyamakan persepsi kita tentang standar seorang kekasih, maka persaingan diantara kita pasti akan ketat. Bahkan saat persepsi kita sudah beda pun sering mengalami persaingan, apalagi kalau sama.

Pernah seorang teman karib bertutur kepadaku, “bukannya aku takut mencari pacar waktu sekolah, bukannya aku tak mau mencari seorang kekasih waktu masuk kuliah. Tetapi belum kutemukan yang bisa ikut mendorongku. Kalau Cuma mencari yang bisa membahagiakanku dan menghibur ku waktu sedih tak kan susah aku mencarinya. Kalau Cuma menghendaki apa yang dikatakan nafsu kita ‘oh, dia adalah orang yang sreg (tepat) dengan hatiku’ maka aku akan sering mendapatkannya. Karena banyak orang yang kita temui dalam waktu berlainan sering kita katakan bahwa orang itu sesuai dengan tipe atau hati kita (atau lebih tepatnya nafsu kita). Aku mencari orang yang spesial, yang bisa membuatku menjadi spesial nantinya. Bukan hanya standar!”. (Dan aku bersukur sekarang dia telah mendapatkan orang yang spesial, semoga menjadi orang yang spesial bersamanya)

Ganteng, cantik, tinggi, putih, mancung, kaya, bisa membahagiakan kita, bisa menghibur saat kita sedih adalah kriteria standar. Tetapi apakah kita memang suka yang standar dan kemudian menjadi orang yang standar juga? Ataukah kita memiliki kriteria yang spesial sehingga bisa membuat diri kita nanti menjadi orang yang spesial?

Pertimbangkan, kemudian tentukanlah Orientasi Kita !


Susukan, 03.47 WIB
7 Rabiul Awal 1433 / 21 Januari 2012